Oleh Puti Amelia
Mahasiswa Sastra Jepang, FIB UNAND
Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumber daya alamnya dari Sabang sampai Merauke. Keberagaman alamnya mencakup pantai-pantai yang indah, sungai-sungai yang berkelok melalui dataran, gunung-gunung yang tinggi menjulang, dan masih banyak lagi keindahan alam yang ada di Indonesia. Namun, kekayaan di Indonesia tidak hanya terletak pada alamnya yang memukau, tetapi juga pada keanekaragaman budaya dan tradisinya. Setiap suku dan etnis memiliki warisan khasnya tersendiri, tradisi-tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya menjadi bukti kekayaan budaya yang berakar panjang dalam sejarah Indonesia.
Salah satu provinsi di Indonesia yang terkenal akan kekayaan budaya dan tradisinya adalah Sumatera Barat, khususnya di Pariaman. Salah satu daya tarik utama di Pariaman adalah rumah gadang yang megah. Rumah gadang ini merupakan warisan leluhur. Desainnya yang khas dan ukirannya yang indah menciptakan keunikan yang menceritakan kisah panjang kehidupan masyarakat Minangkabau.
Tak hanya keindahan arsitektur, Pariaman juga menawarkan kelezatan kuliner khasnya. Sala lauk dan Sate piaman, makanan khas yang menggugah selera. Rasanya yang lezat dan kaya rasa menggambarkan keahlian kuliner yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.
Festival Tabuik juga menjadi sorotan dalam kebudayaan Pariaman. Festival ini bukan sekadar perayaan, melainkan festival yang memadukan aspek keagamaan dan kebudayaan. Tradisi ini merupakan perayaan yang terkait dengan peringatan hari Asyura dalam agama Islam, yang jatuh pada tanggal 10 Muharram dalam kalender Hijriah.Tabuik, replika perahu yang diarak dan kemudian diarak hingga diterbangkan, menciptakan pemandangan spektakuler yang memukau hati para wisatawan.
Dengan keunikan budaya dan tradisi yang dimiliki Pariaman, tak heran jika kota ini menjadi destinasi favorit bagi para pelancong. Mereka datang bukan hanya untuk menyaksikan keindahan alam, tetapi juga untuk meresapi kearifan lokal dan kehangatan masyarakat Minangkabau yang ramah. Sumatera Barat, khususnya Pariaman.
Di samping tradisi dan budaya yang terkenal, ada salah satu tradisi yang unik, yaitu tradisi Bajapuik. Tradisi ini bukan sekadar warisan dari anduang payung atau nenek moyang, melainkan suatu nilai luhur yang masih dijaga kelestariannya dan terus berkembang dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bajapuik merupakan bagian dari pernikahan adat Minang, khususnya di wilayah Padang Pariaman.
Dalam Tradisi Bajapuik, Sebelum upacara akad nikah digelar, anak daro atau mempelai perempuan melibatkan diri dalam ritual penting yang disebut majapuik, menjemput marapulai atau mempelai laki-laki, sambil membawa uang japuik. Uang japuik yang dibawa oleh calon mempelai perempuan bukanlah sekadar jumlah sembarangan. Sebaliknya, jumlahnya ditentukan berdasarkan status sosial calon mempelai laki-laki, yang disepakati melalui diskusi dan kesepakatan dengan mamak atau paman dari pihak mempelai laki-laki yang berasal dari pihak ibu. Adanya uang japuik adalah sebagai bentuk penghargaan terhadap posisi sosial mempelai laki-laki.
Semua perencanaan dan negosiasi terkait nominal uang japuik ini diatur dalam sebuah acara bernama Batimbang Tando. Acara menjadi wadah untuk merajut kebersamaan antara kedua keluarga, menghormati tradisi, dan merayakan persatuan yang akan terjalin.
Dalam rangkaian Tradisi Bajapuik, terdapat beberapa tahapan menuju pernikahan. Tahap pertama, Maantaan Asok atau Marantak Tanggo, bertujuan untuk memperkenalkan keluarga dari kedua belah pihak mempelai. Kunjungan keluarga dari pihak mempelai perempuan ke rumah mempelai laki-laki menjadi momen berharga dalam membangun kedekatan antar-keluarga.
Setelah tahap ini, dilanjutkan dengan menentukan waktu pernikahan yang dikenal sebagai Bakampuang Kampungan. Tahapan ini menandai kesepakatan bersama untuk melangsungkan pernikahan, mengukuhkan komitmen antar-keluarga. Tahap akhir adalah acara pernikahan, di mana uang japuik yang telah disepakati dari kedua belah pihak diserahkan. Upacara ini bukan hanya menjadi puncak dari keseluruhan tradisi, tetapi juga melambangkan penerimaan dan penghargaan atas ikatan yang akan terbentuk.
Seperti yang diketahui, masyarakat Minangkabau menganut sistem materilineal, yang artinya adalah sistem garis keturunan berasal dari pihak ibu. Keberlanjutan tradisi ini mengajarkan kita untuk memuliakan peran ibu dan perempuan dalam masyarakat. Menariknya, dalam adat Minangkabau, anak perempuan memegang peran sentral dalam menerima warisan. Ini mencakup tanah, harta warisan, rumah gadang, dan kekayaan lainnya. Sebaliknya, anak lelaki tidak memiliki hak apapun atas warisan tersebut. Peran mereka lebih kepada menjadi penjaga dan pemelihara warisan keluarga.
Dalam budaya Minangkabau, peran lelaki yang telah menikah sangat terlihat dalam posisinya sebagai urang sumando, yang secara harfiah berarti orang yang tinggal di rumah istri. Posisi ini, meskipun dianggap lemah seperti "abu di ateh tunggua" atau "seperti debu di atas alas", tetap dihormati dengan tinggi oleh keluarga dari pihak istri. Makadariitu tradisi menghormati yang disebut majapuik ini ada. Uniknya, adat ini tidak dimaksudkan untuk merendahkan lelaki, tetapi justru untuk meninggikan derajatnya. Ini menjadi perwujudan penghargaan dari pihak perempuan terhadap pihak lelaki.
Majapuik, dalam konteks ini, dapat dipahami sebagai bentuk menghormati dan memberikan nilai lebih pada peran lelaki. Menurut cerita setempat hal ini terinspirasi dari pernikahan Rasulullah SAW dengan Siti Khadijah, di mana Khadijah memberikan sebagian hartanya kepada Rasulullah sebagai bentuk penghormatan dan peningkatan derajatnya. Dalam pepatah Minang yang bijak, "adaik basandi syarak, syarak basandi kitabullah" menjadi pedoman. Artinya, adat Minangkabau seluruhnya didasarkan pada prinsip-prinsip syariat Islam. Ini menunjukkan bahwa tradisi majapuik bukan hanya sekadar warisan budaya, tetapi juga sesuai dengan nilai-nilai Islam yang mengajarkan penghormatan dan saling mengangkat derajat sesama.
Dengan demikian, melalui majapuik, masyarakat Minangkabau tidak hanya merayakan kebersamaan keluarga, tetapi juga melestarikan nilai-nilai luhur dan keseimbangan dalam pernikahan. Ini menjadi bukti konkret bahwa dalam keberagaman budaya, harmoni antara adat dan agama dapat terjaga dengan baik.
0 Comments