Ticker

6/recent/ticker-posts

Dikonsumsi sehari-hari, inilah 3 produk yang harus diperhatikan kehalalannya!

 


Nama (BP) : Aulia Rahmi (2010421027)

Kelas : A

Mata Kuliah : Teknik Biologi Analisis Produk Halal


Halal merupakan suatu konsep yang tertanam erat dalam kehidupan umat muslim. Bagaimana tidak, Allah SWT memerintahkan berulang kali dalam Al-Qur’an dan Hadist untuk selalu mengonsumsi dan menggunakan produk yang halal lagi baik. Dalam hal ini, di Indonesia yang bermayoritaskan masyarakat beragama islam, kita memiliki badan hukum yang mengurus perizinan produk halal seperti LPPOM MUI (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia). Badan ini memiliki izin sebagai LPH (Lembaga Pemeriksa Halal) di Indonesia untuk produk pangan, obat-obatan dan kosmetika. Jika BPOM (Badan Pemeriksa Obat dan Makanan) memeriksa makanan dan obat untuk memastikan keamanan dan mendeteksi adanya kandungan berbahaya, maka LPPOM MUI bertugas memeriksa makanan, obat-obatan dan kosmetika untuk memastikan tidak adanya kandungan najis/mutanajis/proses yang membuat suatu produk menjadi tidak halal.

Berangkat dari sana, ada beberapa produk yang kita gunakan sehari-hari namun seringkali luput dari pandangan kita untuk mengecek silang apakah produk-produk tersebut telah memiliki sertifikasi halal dari LPPOM MUI dan sudah terjamin kehalalannya. Berikut beberapa produk tersebut :


1. Permen

Permen adalah camilan kecil yang sering dikonsumsi oleh semua jenis usia, tidak hanya anak-anak. Untuk kaum milenial yang masa kecilnya pada tahun 2000-an mungkin tidak asing dengan permen susu merk White Rabbit. Permen ini populer karena rasanya yang enak dan konsepnya yang menarik, dimana pembungkus dalam permen tersebut bisa dimakan tanpa perlu dikupas dari permennya. Namun ternyata, dikutip dari LPPOM MUI, permen susu ini ternyata memiliki kandungan babi di dalamnya. Produk ini diproduksi dari China dan dipasarkan ke negara mayoritas muslim di Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam dan lain sebagainya. Hal ini tentu saja mengundang protes dan keresahan dari masyarakat. 

Untuk meredam keresahan masyarakat, Perwakilan Kementerian Malaysia, Fuziah Salleh mengeluarkan pernyataan keras dengan mengatakan bahwa permen White Rabbit haram. Pernyataan tersebut dikeluarkan pada 2019, setelah pemerintah setempat melakukan pengujian sampel produk di Laboratorium Kimia Nasional atas permintaan Kementerian Agama Malaysia. Hasilnya, mereka menemukan kandungan protein babi dalam produk permen White Rabbit. Menindaklanjuti hal tersebut, Lembaga Jabatan Kemajuan Islam (JAKIM) juga ikut melakukan pengujian dan mendapati jejak DNA babi dan sapi dalam permen tersebut. 

 Meskipun telah ada larangan keras dari pemerintah untuk tidak memperjualbelikan produk ini, ternyata produk permen susu ini masih bisa ditemui di pasar online dan sekunder dengan mudah. Kemajuan teknologi saat ini juga memudahkan siapa saja dari semua usia untuk menggunakan aplikasi jual beli ini. Dicemaskan akan ada kalangan anak dibawah umur yang belum teredukasi penuh mengenai konsep halal dan membeli produk ini kemudian mengonsumsinya. Disini peran orangtua dan kita yang telah teredukasi terkait produk halal untuk memantau dan memberi arahan tentang produk apa saja yang harus dihindari sebagai umat muslim.


2. Krim wajah

Saat ini produsen produk kecantikan sangat gencar melakukan promosi terhadap produknya. Memakai gimmick seperti ‘mencerahkan kulit secara instan selama 7 hari!’ atau ‘kulit kenyal hingga usia 60 tahun’ dan lain sebagainya. Fokus dari produk-produk kecantikan ini tentu saja berakar dari obsesi masyarakat Indonesia yang menginginkan kulit putih dan awet muda sesuai dengan standar kecantikan yang ada. Salah satu bahan aktif dalam produk kosmetik yang hangat diperbincangkan adalah Hyaluronic acid. Hyaluronic acid biasanya terkandung dalam kosmetik sebagai senyawa yang mampu meningkatkan elastisitas kulit, menjaga kelembaban dan memperbaiki tekstur kulit yang rusak, mengurangi kerutan dan mengatasi produksi minyak berlebih sehingga pada akhirnya dapat menjadi sebuah anti aging yang sangat diandalkan. Manfaatnya yang begitu banyak dan aman bagi semua jenis kulit membuat Hyaluronic acid ini dianggap sebagai salah satu ‘holy grail’ bagi para beauty enthusiast dan produsen kosmetik.

Hyaluronic acid (HA) sendiri sebenarnya sudah ada secara alami dalam tubuh manusia yaitu pada dermis kulit, persendian dan mata. Namun seiring berjalannya waktu jumlah yang dimiliki tubuh kian berkurang sehingga dibutuhkan tambahan dari luar untuk menjaga kecantikan dan elastisitas kulit. Hyaluronic acid bisa distimulasi produksinya dalam tubuh melalui makanan-makanan yang terbuat dari kacang-kacangan seperti dari kacang kedelai atau kacang hijau. Namun untuk kecantikan kulit dan wajah, tentu saja lebih praktis jika mendapatkan senyawanya yang bisa langsung di aplikasikan ke wajah.

Jika menelusuri sumbernya, Hyaluronic acid bisa di dapatkan melalui tumbuhan dan hewan. Jika dari hewan, Hyaluronic biasa di produksi dari babi, sapi, kelinci hingga ayam. Apabila terbuat dari babi tentu saja produk ini haram, namun saat ini banyak juga yang menggunakan HA yang berasal dari ayam yaitu bagian jenggernya. Tapi apabila menggunakan bahan hewan halal maka yang harus dipertanyakan apakah hewan tersebut disembelih secara syariah. Sejak awal penemuannya, HA bahkan diproduksi juga dari tali pusar manusia dimana hal ini tentu juga haram digunakan. Selain dari sumber hewani, ada juga HA yang dihasilkan dari non hewani yaitu melalui fermentasi kedelai atau gandum. 

Lalu menelusuri prosesnya, dalam pembuatan HA tentu saja melalui proses pemurnian dimana dalam prosesnya menggunakan karbon aktif. Karbon aktif akan haram jika menggunakan tulang dari hewan haram seperti tulang babi. Karbon aktif akan halal jika menggunakan bahan tulang hewan halal yang disembelih secara syari misalnya tulang sapi. Karbon aktif juga bisa berasal dari bahan tumbuhan yaitu kayu atau batubara. Umumnya untuk produk yang digunakan pada permukaan kulit terbuat dari bahan nabati, dan untuk produk HA yang berasal dari hewani digunakan untuk produk injeksi. Namun tidak selamanya bahan nabati itu 100% halal karena masih ada proses dan pengemasan yang harus dilihat kehalalannya. LPPOM-MUI menyatakan produk HA ini masuk dalam kategori Mashbooh yaitu produk yang perlu ditelusuri lebih lanjut (questionable) karena biasanya terbuat dari hewan. Karena itu demi menjaga kehati-hatian, kita selalu disarankan untuk membeli kosmetik yang telah memiliki sertifikat halal atau logo halal dikemasannya.


3. Boba

Boba merupakan topping minuman kekinian yang pesonanya masih terus bertahan dalam industri minuman cepat saji. Tekstur kenyalnya yang asyik untuk dikonsumsi, varian rasa yang terus berinovasi dan harganya yang masih nyaman di kantong membuat minuman ini selalu popoler di kalangan konsumen dan produsen. Boba sendiri berasal dari Taiwan, dimana salah satu street vendor disana mempopolerkan minuman dari tepung tapioka ini. Namun tentu saja dalam prosesnya, ada titik-titik kritis yang harus kita perhatikan sebelum mengonsumsi minuman ini tanpa kekhawatiran. Dikutip dari LPPOM MUI, ada 4 titik kritis yang terdapat jika kita ingin menilai apakah suatu produk dengan boba itu halal atau tidak

 Pertama, produk boba biasanya dibuat dengan bahan-bahan sederhana yang sudah terjamin kehahalannya seperti tepung tapioka, air dan gula khusus seperti brown sugar. Adonan biasanya dipanaskan di panci dengan setengah dari jumlah tepung tapioka ditambahkan setelah pemanasan selesai. Adonan kemudian diuleni hingga kalis dan direbus kembali hingga kenyal. Dalam proses ini, produsen terkadang menambahkan bahan seperti gelatin untuk meningkatkan tekstur kenyal pada boba dan mengurangi waktu pemasakannya. Dalam hal ini, gelatin yang digunakan harus berasal dari hewan yang halal dan disembelih dengan cara halal. Apabila produsen menggunakan gelatin dari produk babi, maka otomatis produk boba tersebut menjadi haram.

 Kedua, boba yang kita temui di pasaran biasanya memiliki warna hitam sebagai ciri khasnya. Warna hitam tersebut dicapai menggunakan pewarna makanan yang harus dipastikan kembali kehahalannya. Disamping itu, banyak juga produk boba seperti popping boba yang berwarna-warni cerah. Dalam proses pembuatannya, produsen menggunakan berbagai macam pewarna untuk mendapatkan warna-warni boba yang diinginkan. Pewarna makanan ini harus dipastikan kehahalannya dan tidak membahayakan bagi tubuh.

 Ketiga, varian boba yang dijual di pasaran kian hari kian beragam. Demi menarik perhatian konsumen, produsen menggunakan varian-varian rasa baru yang berbeda dari yang lain. Tidak jarang vaian rasa tersebut memakai produk nonhalal seperti Rum, Baileys, Kahlua dan lain sebagainya. Semua produk tersebut terdeteksi mengandung khamr, membuatnya menjadi tidak halal untuk dikonsumsi. Meskipun hanya dalam bentuk ekstrak atau sirup, penggunaan produk yang nonhalal atau meniru produk nonhalal menjadikan produk tersebut dan turunannya menjadi nonhalal.

 Terakhir, dalam industri makanan dan minuman yang sangat bersaing, produsen memutar otak agar produknya dapat menarik dari segi visual. Produsen minuman terkadang memasarkan produknya dengan kemasan yang menggambarkan babi atau sejenisnya. Desain yang digunakan juga dibuat semenggemaskan mungkin, namun tidak menutup fakta bahwa kemasannya masih menggunakan babi sebagai main visual attraction-nya, membuat produk tersebut menjadi nonhalal karena presentasinya,


Menutup artikel ini, kita sebagai masyarakat yang melek akan produk halal dan titik kritis dalam menentukan produk halal harus menyebarkan dan mengedukasi bagian masyarakat yang sekiranya belum mengetahui apa-apa saja kriteria produk halal. Kebanyakan berpresepsi bahwa selama tidak ada kandungan babi, maka produk tersebut halal; padahal masih banyak lapisan yang harus diperhatikan dari penentuan produk halal. Langkah paling sederhana yang bisa kita lakukan sebelum membeli dan mengonsumsi produk halal adalah mengecek logo halal dari LPPOM MUI pada kemasan produk, sehingga kita bisa menggunakan produk-produk tersebut ‘worry-free’.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS