Ticker

6/recent/ticker-posts

Mewujudkan Inklusivitas Demokrasi: Transformasi Sistem Pencalonan Presiden Indonesia



 Penulis : Fazila Adifia Sahal

Mahasiswa Ilmu Politik, Universitas Andalas


Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 4 ayat 1 yang berbunyi "Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar" menjelaskan bahwasannya bentuk sistem pemerintahan Indonesia adalah sistem presidensial. Dengan sistem presidensial ini, presiden memimpin negaranya sebagai kepala negara dan juga kepala pemerintahan, serta dalam menjalankan pemerintahan presiden dibantu oleh wakil presiden dan juga menteri-menteri. 


Indonesia merupakan negara yang menerapkan prinsip demokrasi, maka dari itu dalam pemilihan presiden dan wakil presidennya dilakukan dengan pemilihan umum oleh rakyat secara langsung. Hal tersebut telah diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa "kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar". Atas dasar prinsip negara republik yang berdemokrasi membuat rakyat bisa mencalonkan dirinya sebagai calon presiden Indonesia dengan ketentuan sudah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). 


Sementara itu, jika dilihat dari sistem pemerintahan Indonesia yang menerapkan sistem presidensial dengan prinsip demokrasi, seharusnya seseorang dapat mencalonkan dirinya sebagai presiden secara independen tanpa harus ada partai yang mengusungnya. Tetapi, hal tersebut tidak dapat dilaksanakan karena Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 6A ayat 2 mengatur bahwasannya calon presiden dan calon wakil presiden harus diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik. Undang-undang ini dimaksudkan untuk menciptakan sistem presidensial yang kuat dan efektif, dimana presiden dan wakil presiden terpilih tidak hanya mendapatkan legitimasi dari rakyat saja, namun juga untuk mendapatkan dukungan dari Dewan Perwakilan Rakyat demi mewujudkan efektivitas pemerintahan dalam mencapai tujuan nasional.


Berkaitan dengan undang-undang tersebut, maka dibuatlah kebijakan yang mengatur tentang ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau yang biasa disebut dengan Presidential Threshold. Tentang Presidential Threshold ini tertuang dalam Undang-Undang pasal 222 Tahun 2017 tentang pemilihan umum (Pemilu) yang berisikan bahwa partai politik dapat mengusung calon presiden dan wakil presiden, partai politik atau gabungan partai politik memperoleh minimal 15% jumlah kursi DPR atau 20% dari perolehan suara sah nasional dalam pemilihan umum anggota DPR periode sebelumnya. Presidential Threshold ini berguna untuk mengurangi jumlah peserta calon presiden dan wakil presiden, agar tidak menyulitkan pemilih dalam memilih karena terlalu banyak calon nantinya. Namun, kebijakan ini bisa dianggap sebagai masalah besar karena adanya potensi hanya menguntungkan partai besar dalam pemilu sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan mayoritas partai politik akan tetap mempertahankan koalisi sebelumnya untuk lebih memperkuat fondasi dalam pelaksanaan pemilu.


Keberadaan kebijakan ini tentu saja dapat menghalangi pilihan alternatif rakyat untuk memilih pasangan calon yang ideal. Contohnya saja saat pemilihan umum 2024 ini banyak masyarakat yang menginginkan Anies Baswedan berpasangan dengan Mahfud MD, namun hal tersebut tidak terwujudkan karena pada akhirnya Anies berpasangan dengan Muhaimin Iskandar atas keinginan dari partai koalisi pengusung Anies. Terkait kebijakan tersebut beberapa masyarakat beranggapan bahwasanya, kebijakan tersebut dibuat demi kepentingan partai politik saja. Hal tersebut terjadi karena, untuk menjadi seorang calon presiden kemungkinan ada terjadinya kegiatan lobbying dan pembuatan kesepakatan dengan partai politik, sehingga partai politik dapat memperoleh kekuasaan. 


Memungkinkan pencalonan presiden secara independen dapat menjadi langkah besar menuju inklusivitas demokrasi yang lebih luas. Mengizinkan individu tanpa afiliasi partai politik untuk mencalonkan diri dapat membuka peluang bagi perwakilan yang lebih beragam dan mencerminkan spektrum pandangan masyarakat yang lebih luas. Dengan memberikan peluang untuk pencalonan independen, calon presiden tidak terlalu terikat pada kepentingan partai politik. Hal ini dapat memungkinkan calon lebih fokus pada visi dan programnya tanpa terbelenggu oleh dinamika partai politik. Pencalonan independen ini juga dapat mengurangi risiko korupsi dan nepotisme, karena calon tidak harus mempertimbangkan kepentingan partai politik atau kelompok tertentu dalam pengambilan keputusan


Selain itu, ada juga kelompok masyarakat yang berpendapat bahwasannya pembuatan kebijakan tersebut dilandaskan atas dasar teknis, mengingat pasti akan ada banyak masyarakat yang ingin mencalonkan dirinya dan itu akan menyulitkan dalam pembuatan surat suara, perhitungan suara, dan juga pemilih. Dalam menjalankan pemerintahan, seorang presiden perlu mendapatkan dukungan dari parlemen agar kebijakannya dapat disahkan, dan biasanya dukungan dari parlemen tersebut datang dari partai ataupun koalisi pengusung presiden tersebut.


Meskipun konsep pencalonan independen memiliki potensi besar, implementasinya memerlukan pemenuhan syarat yang tegas, upaya edukasi pemilih yang maksimal, dan mekanisme penyaringan yang efektif. Pengaturan yang cermat diperlukan untuk menghindari fragmentasi pemilih dan menjaga integritas pemilihan.


Pertimbangan untuk merumuskan sistem pencalonan yang ideal harus melibatkan aktivitas kolaboratif antara pemerintah, lembaga pemilihan, dan masyarakat sipil. Diskusi terbuka, konsultasi publik, dan evaluasi rutin perlu dilibatkan dalam proses perubahan ini.


Sebagai langkah positif, masyarakat dan pemangku kepentingan perlu meninjau kembali aturan yang ada dan membuka ruang bagi perubahan yang lebih inklusif. Proses ini harus mendengarkan aspirasi rakyat dan menemukan keseimbangan antara memastikan bahwa proses pemilihan umum tetap stabil dan memberikan kesempatan setara bagi semua individu yang memiliki potensi untuk menjadi pemimpin negara.


Dengan demikian, Indonesia dapat maju sebagai negara demokratis yang lebih inklusif dan memberikan wadah bagi berbagai pandangan serta aspirasi rakyatnya. Pencalonan independen dapat menjadi langkah menuju sistem politik yang lebih dinamis dan mewakili keberagaman masyarakat.


Penulis : Fazila Adifia Sahal

Mahasiswa Ilmu Politik, Universitas Andalas

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS