Ticker

6/recent/ticker-posts

Lubuk Larangan: Upaya Pelestarian Sungai Berbasis Kearifan Lokal

 



Oleh Sherli Ivani

 

 

Saat sekarang ini banyak timbul permasalahan terkait kerusakan pada ekosistem  perairan sungai, seperti pencemaran oleh limbah rumah tangga, limbah industri, sampah plastik, penambangan dan berbagai kerusakan  lainnya yang timbul akibat ulah manusia. Selain itu, penangkapan ikan secara berlebihan dan penggunaaan alat  tangkap ikan yang tidak tepat, seperti menggunakan alat sentrum dan bom, juga dapat menjadi penyebab rusaknya ekosistem perairan sungai. Jika ekosistem sungai rusak dan tercemar, maka hal ini juga akan berdampak pada kehidupan kita, karena sungai merupakan salah satu sumber air yang banyak digunakan dan tak jarang sungai juga menjadi salah satu tempat mata pencaharian masyarakat disekitarnya.

            Kelestarian sungai dapat terjaga jika semua elemen masyarakat paham akan pentingnya peran sungai dan ikut serta dalam menjaganya, karena kerusakan dan pencemaran sungai justru timbul akibat ulah dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan merasa bahwa sungai itu tidak penting. Meskipun sudah ada peraturan yang dibuat pemerintah terkait pelestarian sungai, namun jika masyarakat itu sendiri yang tidak sadar dan tidak paham cara menjaga sungai, maka upaya pelestarian sungai pun tidak bisa berjalan dengan baik. Salah satu upaya dalam menjaga ekosistem di sungai adalah dengan membuat sistem Lubuk Larangan. Cara ini dapat dianggap cukup bagus mengingat bahwa masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang suka bergotong-royong dan memutuskan sesuatu secara musyawarah dan mufakat, serta masyarakat Indonesia memiliki pemahaman kearifan lokal yang sudah ada sejak turun temurun.

Lubuk larangan merupakan suatu kawasan pada bagian daerah aliran sungai yang telah disepakati bersama sebagai kawasan terlarang untuk mengambil ikan dalam kurun waktu tertentu, baik dengan cara apapun, apalagi dengan cara yang dapat merusak lingkungan sungai. Kesepakatan ini tertuang dalam aturan adat (hukum adat yang berlaku) dengan dikuatkan melalui peraturan nagari. Pengelolaan lubuk larangan biasanya dapat ditemukan pada masyarakat di daerah Sumatra Utara, Sumatra Barat, Jambi dan Riau. Dalam pengelolaan lubuk larangan, baik secara sadar atau tanpa disadari, masyarakat telah berusaha melakukan kegiatan pelestarian dan menjaga keseimbangan ekosistem perairan sungai.

Pada ekosistem perairan sungai yang menerapkan sistem lubuk larangan atau ikan larangan dapat terjaga, karena penangkapan ikan biasanya dilakukan sekali dalam setahun dan alat yang digunakan untuk menangkap ikan pun, yang diperbolehkan adalah alat tangkap yang ramah lingkungan seperti jala, bubu dan kail pancing. Dengan hal ini kelestarian jenis-jenis ikan lokal dan biota perairan lainnya dapat terjaga, sesuai dengan konsep konservasi yaitu pemanfaatan secara berkelanjutan dengan cara menjaga untuk persediaan yang akan datang. Selain itu, pada saat pembukaan atau pemanenan ikan larangan, ikan yang boleh diambil adalah ikan yang ukurannya besar, minimal ukuran ikan yang boleh diambil sekitar empat jari atau sekitar 250 gram, hal ini bertujuan agar ikan yang berukuran kecil dapat berkembang biak untuk meneruskan regenerasi dan ikan diperairan tersebut pun tidak habis.

Secara ekologis, penerapan tradisi ini, selain berdampak dalam pencegahan kerusakan ekosistem sungai, juga dapat memberi dorongan pada masyarakat disekitar aliran sungai untuk tidak mencemari sungai dan menjaga kebersihan sungai. Ikan hasil tangkapan lubuk larangan yang beratnya dibawah satu kilogram, biasanya akan dibagikan kepada masyarakat, sedangkan untuk ikan yang beratnya lebih dari satu kilogram, biasanya akan dilelang dan uang hasil pelelangan digunakan untuk pendanaan pembangunan fasilitas sosial, santunan untuk anak yatim dan fakir miskin, kegiatan pemuda, dan lain sebagainya. Agar hasil tangkapan ikan larangan tetap banyak tiap tahunnya, tentunya masyarakat akan berusaha dalam menjaga kelestarian lingkungan sungai dan tidak akan mencemari perairan, karena mereka sadar bahwa jika sungai tercemar maka ikan yang akan mereka konsumsi pun pasti tidak baik untuk kesehatan.

Tidak hanya memiliki nilai kearifan lokal dari segi ekologis dan ekonomi, lubuk larangan juga memiliki nilai kearifan lokal dari segi sosialnya, yaitu dengan adanya tradisi ini dapat memperkuat rasa persaudaraan, meningkatkan semangat gotong royong, menciptakan kekompakan dalam masyarakat, dan menumbuhkan rasa peduli terhadap kampung yang dapat berdampak pada kesadaran masyarakat dalam peran dan rasa tanggungjawabnya untuk menjaga kelestarian sumber daya alam, terutama di perairan sungai. Dengan adanya lubuk larangan, harapannya masyarakat bisa menjaga keseimbangan ekosistem dan kelestarian sungai dengan caranya tersendiri dalam bentuk tradisi dan budayanya.

Lubuk larangan dikelola dengan mengacu pada nilai-nilai bersama, norma, sanksi dan aturan-aturan tertentu, yang melibatkan seluruh komponen masyarakat dalam pengawasannya. Jika ada pelanggaran terhadap aturan dan norma (pantangan) yang berlaku pada lubuk larangan, maka akan dilakukan pengadilan ninik mamak atau pengadilan adat untuk menentukan sanksi bagi si pelanggar. Aturan-aturan yang dikembangkan pada tingkat komunitas lokal biasanya lebih ditaati dibandingkan dengan aturan-aturan dari pemerintah, karena kontrol aturan dan norma dalam komunitas lokal lebih kuat dan sanksi yang diberikan pun biasanya berupa sanksi sosial. Sehingga orang yang akan melanggar pasti berpikir dua kali untuk melakukan pelanggaran, karena hal tersebut akan berpengaruh pada kehidupan sosialnya di masyarakat.

Selain itu, terdapat juga keyakinan pada masyarakat bahwa jika ada yang menangkap dan memakan ikan larangan kecuali pada saat pembukaan larangannya, maka orang tersebut dipercaya akan menderita sakit yang tidak bisa diobati atau hidupnya akan terkena musibah. Keyakinan ini timbul dan tertanam dalam masyarakat, karena dalam penetapan lubuk larangan terdapat prosesi ritual khusus. Walaupun keyakinan tersebut belum diketahui kebenarannya, hal  tersebut juga termasuk sebagai sebuah kearifan lokal yang dapat membuat masyarakat lebih menjaga dan patuh terhadap aturan serta pantangan yang berlaku pada lubuk larangan.

Lubuk larangan dapat menjadi salah satu upaya dalam pelestarian ekosistem perairan sungai berbasis kearifan lokal, dengan cara menerapkan aturan berdasarkan tradisi dan budaya lokal dalam teknis dan sistem pelestariannya. Baik dari sisi ekologis lingkungan, ekonomi dan sosial masyarakat, lubuk larangan memiliki dampak yang positif. Oleh karena itu, penerapan lubuk larangan dalam upaya pelestarian sungai, diharapkan dapat menjadi solusi yang baik dalam permasalahan  kerusakan lingkungan perairan sungai, sehingga ekosistem sungai pada daerah pemukiman warga dapat terjaga kebersihan dan kelestarian biotanya.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS