Oleh
Sherli Ivani
Saat
sekarang ini banyak timbul permasalahan terkait kerusakan pada ekosistem perairan sungai, seperti pencemaran oleh
limbah rumah tangga, limbah industri, sampah plastik, penambangan dan berbagai
kerusakan lainnya yang timbul akibat
ulah manusia. Selain itu, penangkapan ikan secara berlebihan dan penggunaaan
alat tangkap ikan yang tidak tepat,
seperti menggunakan alat sentrum dan bom, juga dapat menjadi penyebab rusaknya
ekosistem perairan sungai. Jika ekosistem sungai rusak dan tercemar, maka hal
ini juga akan berdampak pada kehidupan kita, karena sungai merupakan salah satu
sumber air yang banyak digunakan dan tak jarang sungai juga menjadi salah satu
tempat mata pencaharian masyarakat disekitarnya.
Kelestarian sungai dapat terjaga jika semua elemen
masyarakat paham akan pentingnya peran sungai dan ikut serta dalam menjaganya,
karena kerusakan dan pencemaran sungai justru timbul akibat ulah dari
orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan merasa bahwa sungai itu tidak
penting. Meskipun sudah ada peraturan yang dibuat pemerintah terkait
pelestarian sungai, namun jika masyarakat itu sendiri yang tidak sadar dan
tidak paham cara menjaga sungai, maka upaya pelestarian sungai pun tidak bisa
berjalan dengan baik. Salah satu upaya dalam menjaga ekosistem di sungai adalah
dengan membuat sistem
Lubuk Larangan. Cara ini dapat dianggap cukup bagus mengingat bahwa masyarakat
Indonesia merupakan masyarakat yang suka bergotong-royong dan memutuskan
sesuatu secara musyawarah dan mufakat, serta masyarakat Indonesia memiliki
pemahaman kearifan lokal yang sudah ada sejak turun temurun.
Lubuk
larangan merupakan suatu
kawasan pada bagian daerah aliran sungai yang telah disepakati bersama sebagai
kawasan terlarang untuk mengambil ikan dalam kurun waktu tertentu, baik dengan
cara apapun, apalagi dengan cara yang dapat merusak lingkungan sungai.
Kesepakatan ini tertuang dalam aturan adat (hukum adat yang berlaku) dengan
dikuatkan melalui peraturan nagari. Pengelolaan lubuk larangan biasanya dapat
ditemukan pada masyarakat di daerah Sumatra Utara, Sumatra Barat, Jambi dan
Riau. Dalam pengelolaan lubuk larangan, baik secara sadar atau tanpa disadari,
masyarakat telah berusaha melakukan kegiatan pelestarian dan menjaga
keseimbangan ekosistem perairan sungai.
Pada ekosistem perairan sungai yang
menerapkan sistem lubuk larangan atau ikan larangan dapat terjaga, karena
penangkapan ikan biasanya dilakukan sekali dalam setahun dan alat yang
digunakan untuk menangkap ikan pun, yang diperbolehkan adalah alat tangkap yang
ramah lingkungan seperti jala, bubu dan kail pancing. Dengan hal ini
kelestarian jenis-jenis ikan lokal dan biota perairan lainnya dapat terjaga, sesuai
dengan konsep konservasi yaitu pemanfaatan secara berkelanjutan dengan cara
menjaga untuk persediaan yang akan datang. Selain itu, pada saat pembukaan atau
pemanenan ikan larangan, ikan yang boleh diambil adalah ikan yang ukurannya
besar, minimal ukuran ikan yang boleh diambil sekitar empat jari atau sekitar 250 gram, hal ini bertujuan agar ikan yang
berukuran kecil dapat berkembang biak untuk meneruskan regenerasi dan ikan
diperairan tersebut pun tidak habis.
Secara ekologis, penerapan tradisi
ini, selain berdampak dalam pencegahan kerusakan ekosistem sungai, juga dapat
memberi dorongan pada masyarakat disekitar aliran sungai untuk tidak mencemari
sungai dan menjaga kebersihan sungai. Ikan hasil tangkapan lubuk larangan yang
beratnya dibawah satu kilogram, biasanya akan dibagikan kepada masyarakat,
sedangkan untuk ikan yang beratnya lebih dari satu kilogram, biasanya akan
dilelang dan uang hasil pelelangan digunakan untuk pendanaan pembangunan fasilitas
sosial, santunan untuk anak yatim dan fakir miskin, kegiatan pemuda, dan lain
sebagainya. Agar hasil tangkapan ikan larangan tetap banyak tiap tahunnya,
tentunya masyarakat akan berusaha dalam menjaga kelestarian lingkungan sungai
dan tidak akan mencemari perairan, karena mereka sadar bahwa jika sungai
tercemar maka ikan yang akan mereka konsumsi pun pasti tidak baik untuk
kesehatan.
Tidak hanya memiliki nilai kearifan
lokal dari segi ekologis dan ekonomi, lubuk larangan juga memiliki nilai
kearifan lokal dari segi sosialnya, yaitu dengan adanya tradisi ini dapat
memperkuat rasa persaudaraan, meningkatkan semangat gotong royong, menciptakan
kekompakan dalam masyarakat, dan menumbuhkan rasa peduli terhadap kampung yang
dapat berdampak pada kesadaran masyarakat dalam peran dan rasa tanggungjawabnya
untuk menjaga kelestarian sumber daya alam, terutama di perairan sungai. Dengan
adanya lubuk larangan, harapannya masyarakat bisa menjaga keseimbangan
ekosistem dan kelestarian sungai dengan caranya tersendiri dalam bentuk tradisi
dan budayanya.
Lubuk larangan dikelola dengan
mengacu pada nilai-nilai bersama, norma, sanksi dan aturan-aturan tertentu,
yang melibatkan seluruh komponen masyarakat dalam pengawasannya. Jika ada
pelanggaran terhadap aturan dan norma (pantangan) yang berlaku pada lubuk
larangan, maka akan dilakukan pengadilan ninik mamak atau pengadilan adat untuk
menentukan sanksi bagi si pelanggar. Aturan-aturan yang dikembangkan pada
tingkat komunitas lokal biasanya lebih ditaati dibandingkan dengan
aturan-aturan dari pemerintah, karena kontrol aturan dan norma dalam komunitas
lokal lebih kuat dan sanksi yang diberikan pun biasanya berupa sanksi sosial.
Sehingga orang yang akan melanggar pasti berpikir dua kali untuk melakukan
pelanggaran, karena hal tersebut akan berpengaruh pada kehidupan sosialnya di
masyarakat.
Selain itu, terdapat juga keyakinan
pada masyarakat bahwa jika ada yang menangkap dan memakan ikan larangan kecuali
pada saat pembukaan larangannya, maka orang tersebut dipercaya akan menderita
sakit yang tidak bisa diobati atau hidupnya akan terkena musibah. Keyakinan ini
timbul dan tertanam dalam masyarakat, karena dalam penetapan lubuk larangan
terdapat prosesi ritual khusus. Walaupun keyakinan tersebut belum diketahui
kebenarannya, hal tersebut juga termasuk
sebagai sebuah kearifan lokal yang dapat membuat masyarakat lebih menjaga dan
patuh terhadap aturan serta pantangan yang berlaku pada lubuk larangan.
Lubuk
larangan dapat menjadi salah satu upaya dalam pelestarian ekosistem perairan
sungai berbasis kearifan lokal, dengan cara menerapkan aturan berdasarkan
tradisi dan budaya lokal dalam teknis dan sistem pelestariannya. Baik dari sisi
ekologis lingkungan, ekonomi dan sosial masyarakat, lubuk larangan memiliki
dampak yang positif. Oleh karena itu, penerapan lubuk larangan dalam upaya
pelestarian sungai, diharapkan dapat menjadi solusi yang baik dalam
permasalahan kerusakan lingkungan
perairan sungai, sehingga ekosistem sungai pada daerah pemukiman warga dapat
terjaga kebersihan dan kelestarian biotanya.
0 Comments