Ticker

6/recent/ticker-posts

Kepala Dinas Pendidikan Sumbar, Barlius: Masih Terdapat Kekurangan Guru 20 Persen, 1.150 Guru PPPK Diangkat Tahun Depan

 


Kepala Dinas Pendidikan Sumbar, Barlius: Masih Terdapat Kekurangan Guru 20 Persen, 1.150 Guru PPPK Diangkat Tahun Depan


Oleh: Obral Chaniago



Padang. 

Rekrutmen guru dilingkungan Sekolah Menengah Atas-Sekolah Menengah Kejuruan, Pengangkatan Pemerintah Perjanjian Kerja (SMA-SMK, PPPK) dibawah naungan Dinas Pendidikan Propinsi Sumatera Barat (Sumbar), tahun 2022 untuk pengangkatan tahun 2023 terdapat sebanyak 1.800 orang guru PPPK. 


Sedangkan rekrutmen guru tahun 2023 untuk pengangkatan tahun 2024 nanti sudah pula diajukan lagi sebanyak 1.150 orang calon guru PPPK. 


Ungkapan ini dikatakan Kepala Dinas Pendidikan Propinsi Sumbar, Drs. H. Barlius, MM ketika dikonfirmasi awak media ini di kantornya Rabu 13 Desember 2023.


Menurut Kepala Dinas Pendidikan Sumbar ini mengatakan, sementara kondisi totalitas jumlah guru dilingkungan Sekolah Menengah Atas-Sekolah Menengah Kejuruan (SMA-SMK) yang ada di 19 daerah kabupaten dan kota se-Sumatera Barat (Sumbar) sampai akhir tahun 2023 ini mencapai sebanyak 13 ribu orang guru, dengan rincian 11 ribu orang guru ASN/PNS, 2 ribu orang lebih guru pengangkatan melalui jalur PPPK, serta masih banyak lagi guru honorer dengan pembiayaan anggaran dana bos sekolah dan dana komite Sekolah. 



Terkait fenomena kebutuhan guru di masing-masing daerah kabupaten dan kota di Sumbar terdapat plus-minus kekurangan guru. 

Namun, untuk terpenuhinya kebutuhan jumlah guru di masing-masing sekolah bersangkutan itu sendiri, tergantung lagi kemampuan dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk pembayaran gaji guru yang diangkat melalui jalur PPPK oleh daerah kabupaten dan kota itu, ungkapnya. 


Kekurangan guru masih dapat dikatakan setiap tahun berjalan dengan adanya masa transisi guru yang memasuki masa pensiunan, sebutnya. 


"Artinya, data realitas pemenuhan jumlah guru bukan semata karena terlambatnya pengangkatan guru, tetapi plus-minus tercukupinya jumlah guru diakibatkan, adakalanya pula disaat guru senior masuk masa pensiunan dan lemah/minimnya pembiayaan dari sumber APBD guna pengangkatan guru melalui PPPK", imbuhnya. 


"Siklus pengangkatan guru PPPK sejak tahun 2019, dan pada pengangkatan guru PPPK tahun 2019 ini juga terdapat sebanyak 1.153 orang, tahun 2020 kosong pengangkatan guru PPPK, tahun 2021 pengangkatan guru PPPK sebanyak 701 orang, tahun 2022 pengangkatan guru PPPK sebanyak 1.895 orang/ini yang pengangkatan tahun 2023 ini, dan untuk pengangkatan tahun depan 2024 kita telah ajukan sebanyak 1.150 orang guru yang prosesnya calon guru PPPK di tahun 2023 ini juga telah proses testing-lah. Serta masih terdapat lagi kekurangan guru sekira 20 persen sampai akhir tahun ini", 

pungkasnya. 


Diamati terkait ini, peluang dan kesempatan pengangkatan guru PPPK, ternyata berada ditangan masing-masing kepala daerah kabupaten dan kota pada daerah bersangkutan. 


Persoalan guru honorer menuju pengangkatan PPPK tergantung dari kemampuan finansial APBD. Namun, bukan berada pada komitment pemerintah pusat semata. Sedangkan melalui pemerintah pusat melahirkan regulasi aturan yang dibidani oleh Mempan-RB. 


Lalu, kemanakah para guru honorer ini menyambungkan permohonannya secara universal  ? 


Tentu, jawabnya adalah kepada komitment pemerintah daerah kabupaten dan kota, bahkan di belahan daerah kabupaten dan kota pada propinsi lain pun demikian. 


Sedangkan pungsi organisasi guru, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di masing daerah akan dapat menjadi penyambung 'lidah' para guru honorer yang berharap pengangkatan PPPK. 


Sekarang, para guru honorer ini pun tentu lebih bisa melihat dengan kazatmata politik lokal dan daerah. 

Manakah walikota dan bupati, serta bahkan gubernurnya yang berkomitmen penting menegaskan penganggaran pengangkatan guru honorer menuju guru PPPK. 


Siklus percaturan politik lokal dan daerah sangat nyata adanya disini. 

Sejak sistim otonomi daerah dikembalikan pada daerah kabupaten dan kota serta pemerintah propinsi bersangkutan sebagai regulasi penyambung komitment aturan ke pusat. 


Tentu para guru honorer yang lebih tau pasti, bila mana kepala daerahnya yang memiliki komitmen penting atas pembelaan hak-hak guru yang masih berstatus honorer. 


Nuansa politik lokal dan daerah, memang teramat kental disini. 

Seyogianya, kepala daerah bersangkutan menyandingkan kepentingan politik diatas kebutuhan pemenuhan jumlah guru yang digaji pemerintah. 

Maka taruhannya, kualitas mutu peningkatan pendidikan akan sesuai dengan rentang waktu tahun berjalan. 


Justru APBD yang digunakan bagi daerah bersangkutan akan menjadi taruhan akan ikut mencerdaskan kehidupan bangsa dan rakyatnya melalui jenjang dunia pendidikan. Semoga saja, salam.**

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS