Ticker

6/recent/ticker-posts

Jerat Babi Salah Sasaran Malah Ancam Upaya Konservasi

 

Oleh : Windi Nofri Yanti


Populasi babi hutan yang semakin meningkat kerap menjadi momok bagi ladang masyarakat. Babi hutan yang kerap mencari makan diladang masyarakat menyebabkan hasil panen masyarakat menurun bahkan gagal. Hal ini membuat masyarakat memilih memasang jerat babi hutan dengan harapan dapat mengurangi populasi babi hutan . Kian hari, kian bertambah pula penggunaan jerat babi hutan. Terdapat dua jenis jerat babai yang populer digunakan yaitu jerat menggunakan jerat tali dan jerat kawat dengan listrik. Namun, jerat babi hutan saat ini tidak hanya menjerat babi hutan saja tetapi juga makhluk hidup lain disekitarnya. Terdapat beberapa kasus dimana jerat babi hutan ini malah membahayakan manusia yang beraktivitas di sekitar jerat yang dipasang. Naasnya jerat babi hutan ini juga mengancam keberadaan hewan yang dilindungi yaitu Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae). Telah terjadi beberapa kasus jerat babi hutan salah sasaran dalam tahun ini dibeberapa daerah diantaranya Kabupaten Pasaman (Sumatera Barat), Kabupaten Simalungun (Sumatera Utara) dan Aceh. 


      Si datuk belang semakin hari semakin menghadapi ancaman dalam menjaga kelestariannya. Tak hanya menghadapi ancaman perburuan liar, tetapi juga ancaman salah target. Aktivitas dan daerah yang akan dijelajahi oleh mamalia besar ini tidak dapat diperkirakan. Secara umum Harimau Sumatera berhabitat di hutan rimba bukit barisan, namun tak menutup kemungkinan sesekali mendekat ke area pemukiman. Saat inilah nasib naas yang menimpa Harimau Sumatera, saat tidak sengaja terperangkap jerat babi hutan. Beberapa kasus yang telah terjadi, Harimau Sumatera yang terkena jerat babi hutan tidak terselamatkan. Hal ini didorong oleh beberapa faktor diantaranya proses evakuasi yang terlambat karena lokasi tidak selalu diakses masyarakat sehingga lambatnya laporan kepada tim konservasi, serta pergerakan harimau untuk membebaskan diri namun semakin menguatkan ikatan jerat pada bagian tubuh harimau yang terjerat. Selain mengkaji berkurangnya jumlah individu Harimau Sumatera yang berkurang karena jerat babi hutan, hal ini ternyata juga berdampak pada aktivitas sehari-hari masyarakat. Kemungkinan kawanan harimau yang berkeliaran di sekitar lokasi kejadian. Kawanan harimau yang mencari keberadaan kawananya juga memiliki potensi bahaya seperti menyerang warga yang sedang beraktivitas di lokasi tersebut. Hal ini tentu saja akan membahayakan nyawa warga serta akan berdampak pada perekonomian. Karena rasa takut warga akan diserang, maka aktivitas dikebun akan dikurangi sampai batas waktu dimana sudah timbul rasa aman dan percaya bahwa harimau tersebut tidak lagi berkeliaran di daerah tersebut. 


     Pada zaman dahulu sebelum jerat babi hutan diperkenalkan, masyarakat menggunakan bekas potongan rambut yang dibakar kemudian di ikatkan pada sebuah kayu atau bambu yang disebut dengan “pancang”. Kemudian kayu-kayu ini ditancapkan sekeliling kebun dan dibakar ulang 1 sampai 2 hari sekali. Bau rambut terbakar yang menyengat dipercaya dapat mengusir babi hutan. Seiiring berjalannya waktu metode ini kini mulai ditinggalkan karena dianggap kurang efektif karena babi hutan bisa saja melewati pancang tersebut. Oleh karena itu, penggunaan jerat dianggap efektif karena jerat dapat mengunci pergerakan babi hutan yang terperangkap, dan akan semakin terlilit jika banyak melakukan pergerakan perlawanan. Namun dibalik kelebihannya, jerat babi hutan juga memiliki justru membahayakan satwa lain yang bukan targetnya serta tak jarang juga terdapat kasus yang membahayakan bagi masyarakat yang beraktivitas disekitar daerah yang dipasang jerat babi hutan.


        Saat ini dalam aturan Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yang tertuang dalam pasal 21 ayat (2) menegaskan bahwa setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup. Serta sanksi terhadap pelanggaran ketentuan Pasal 21 ayat (2) huruf a, menurut Pasal 40 ayat (2) diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000. Namun masih banyak masyarakat yang menggunakan jerat babi hutan karena penggunaannya masih dianggap efektif dalam mengurangi populasi babi hutan yang akan mengganggu ladang masyarakat. Terjeratnya harimau karena jerat babi hutan bukanlah hal yang disengaja, tetapi ketidaksengajaan yang menghambat upaya konservasi Harimau Sumatera. Harimau Sumatera menurut data IUCN Red List yakni terancam punah dengan status kritis (Critically Endangered). Sehingga sangat perlu dijaga kelestariannya agar tidak mengalami kepunahan. Kesadaran masyakat dalam mendukung upaya konservasi serta pemahaman dibekali ilmu pengetahuan dalam konservasi saat ini sangat dibutuhkan.


    Banyaknya dampak negatif dari penggunaan jerat babi hutan masih saja belum menimbulkan efek jera sepenuhnya. Hukuman terhadap pelanggaran juga masih belum cukup untuk menghentikan penggunaan jerat babi hutan sepenuhnya. Hal ini diduga karena informasi yang belum mencapai seluruh lapisan masyarakat atau memang kepedulian masyarakat terhadap konservasi yang masih rendah. Agar tercapainya tujuan konservasi maka diperlukan aksi dan reaksi. Dimana dibutuhkannya aksi dari tim dan orang-orang yang ahli dalam konservasi dalam memberikan edukasi, pemahaman, serta bagaimana pentingnya konservasi terhadap satwa liar yang dilindungi. Dan reaksi dari masyarakat untuk meningkatkan kesadaran, menambah ilmu pengetahuan serta menanamkan dalam diri masing-masing bagaimana pentingnya konservasi akan satwa liar. Selain berhentinya penggunaan jerat babi hutan, dari aksi ini juga diharapkan terhentinya segala kegiatan yang akan menghambat upaya konservasi seperti perburuan liar, pengkoleksi hewan langka, serta perdagangan hewan yang dilindungi. Mari kita bersama-sama sukseskan kegiatan konservasi, karena kalau bukan kita siapa lagi!.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS