Ticker

6/recent/ticker-posts

Petani Kreatif Bukan Pasif, Tetapi Dinamis

 


Oleh:Obral Chaniago



Padang. 

Baru baru ini konsumen beras pasar internasional dan nasional mulai anyar jadi pemberitaan di media publikasi.


Bukan saja diluar negeri dan di dalam negeri pun informasi publik tentang beras mulai 'bersuara keras' bagi pedagang dalam negeri di pasar pasar satelit di ibukota negara ini. 


Tak heran pedagang mulai meradang karena pasokan beras untuk diperdagangkan ke konsumen riteil pun jadi mengeluh dan risau. 


Lalu, bagaimana pula terkait dengan fenomena posisi beras di Daerah Propinsi Sumatera Barat  ? 


Namun, indikasi ini mulai jadi perbincangan beras di tingkat pelaku eksport-inport di level kementerian di Indonesia. 


Sekarang, mari kita melancong dulu ke Sumatera Barat, di lihat dulu benteng 'pertahanan' beras di negeri bundo kanduang ini melalui data luas sawah, cetak sawah, dan atau perluasan areal tanam serta produksi padi Gabah Kering Giling (GKG) di Sumatera Barat. 


Untuk ini pun awak media ini menjumpai secara khusus Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Hortikulturan dan Perkebunan (Dispartahorbun) Sumbar, Febrina Tri Susila Putri, SP, MP, sebagai bahan konfirmasi yang diwakili langsung penyampaian informasi ini melalui Sekretaris Dinas (Sekdin) Dispartahorbun Propinsi Sumbar, Dr. Ferdinal Asmin, S. TP, MP, saat dijumpai awak media ini di ruang kerja khususnya disela  kesibukannya pada Senin 21 Agustus 2023.


Menurut Sekdin Dispartahorbun Propinsi Sumbar, Ferdinal Asmin mengatakan, tentang luas sawah di Sumbar sampai tahun 2022 mencapai 199.988 hektar lebih, dan tahun 2021 sebelumnya luas sawah di Sumbar yang hanya 199.451 hektar lebih. 

Sehingga pertambahan luas sawah ke tahun 2022 mencapai 536, 91 hektar di Sumbar, katanya. 


"Sampai Bulan Juni 2023 luas tanam padi 162.327 hektar, panennya sebanyak 788.063 ton Gabah Kering Giling (GKG), dibandingkan tahun 2022 tanam meningkat 9.579 hektar, produksi meningkat 13. 634 ton GKG, berdasarkan kerangka sampel area", ungkapnya menjelaskan. 


Terkait ini jika diamati, sebenarnya Sumbar sebagai lumbung padi daerah agrari penghasil beras lebih banyak ketimbang daerah Propinsi tentangga Riau, Jambi dan Bengkulu, surplus beras Sumbar menjadi harapan besar bagi Propinsi tentangga. 


Dengan demikian sektor pertanian Sumbar seyogianya dapat 'berlari' kencang dari daerah Propinsi tetangga baik dalam perluasan areal tanam melalui cetak sawah baru, serta percepatan panenan dengan cara mengkebut jaringan irigasi Primer, Skunder dan Tersier, serta meningkatkan produksi padi dengan sistim tanam padi sabatang atau sejenisnya sebagai upaya memenuhi ketersedian pangan nasional, lokal dan daerah yang dapat di pacu oleh program Kementan melalui subsidi pupuk dan festisidi, serta biaya pengolahan lahan agar petani merasa tersugesti berproduksi gabah jenis komoditi padi. 


Disamping ini Kementerian Pertanian dengan pihak Terkait harus turun gunung melihat langsung ke lapangan bahwa ribuan hektar tanah jenis sawah tadah hujan yang letaknya terpisah pisah di masing masing lahan pertanian ini milik petani. 


Lihatlah dari dusun ke kampung dapat dipastikan adanya sawah terlantar, sedikitnya kurang dari setengah hektar, dan lebih dari itu. 

Namun, jika di total dalam masing masing daerah kabupaten dan kota se-Sumbar, saja akan terhimpun data basah sawah terlantar ulah berbagai sebab musababnya akan mencapai ribuan hektar. 

Belum lagi jika kita bicara nasional dari status sawah sebelumnya, tetapi petani dikerubuti keraguan biaya mengolah lahan, beli bibit unggul, pupuk dan festisida hingga petani jenis ini membiarkan sawahnya terlantar yang di tumbuhi rumput, semak steva dan sabana. 

Terkadang masyarakat petani yang punya sapi lebih pilih saja menyuburkan rumput buat konsumsi hewan ternak piaraan seperti sapi, kerbau dan lembu, ketimbang mengolah sawah buat tanam padi. 

Akhirnya, ditengah sawah seperti ini bukan padi lagi yang sedang menghijau tapi melainkan rumput rumput liar yang tumbuh subur ulah rangsangan pupuk pabrikan, rumput dapat menjadi pakan ternak sapi, bahkan rumput pun bernilai uang sekira Rp 25 ribu perkarung buat pakan ternak kurungan. 


Lalu, langkah apa lagi yang harus ditempuh pemerintah melalui Kementerian Pertanian atau Kementan saat ini. 

Selain itu pula tak adanya sumber air untuk membasahi tanah sawah jenis ini. 

Namun, solusinya masih bisa jika program nasional tak bermuatan political will. 

Untuk ini, petani dapat diberi sugesti dengan ajakan membikin embung skala kecil dengan kapasitas dapat mengumpulkan air hujan atau pun air bawah tanah yang disedot melalui saniyo berdaya listrik atau sejenisnya. 

Sehingga, embung skala kecil diatas permukaan tanah sawah dengan ukuran 6x6 meter serta kedalaman embung skala kecil ini mencapai 1 atau sampai 2 meter ini akan cukup membasahi tanah sawah menjelang diolah. 

Serta di dalam embung skala kecil disetiap lahan sawah tadah hujan akan dapat menjadi objek sebagai kolam ikan air tawar jenis lele, mujair, tawas, nila serta jenis ikan air tawar lainnya. 

Kemudian Kementan perlu mensupport petani yang memiliki lahan tadah hujan dengan membantu langsung bibit ikan air tawar serta pakan ikan. Dengan demikian petani padi sawah akan menjadi bergairah mengolah sawah untuk menanam padi. Sistim mina padi dengan perikanan air tawar akan menjadi kabar yang amat menggembirakan petani padi. 


Ayo petani  ? Apa susahnya bikin embung dari bambu dan kayu sebagai rangka penguat plastik penampang gundukan seperti air dalam kolam   ? 

Sistim ini pasti dengan biaya murah lho  ! 

Namun untungnya sangat bagus sekali, karena petani harus punya motto:petani kreatif bukan pasif, tetapi dinamis, salam. (*). 


Penulis:Obral Chaniago, Wartawan.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS