Nama : Tiska Dwi Putri
NIM : 2010851005
Subjek : Hukum Perdagangan Internasional
Globalisasi
berkembang dengan pesat dan agenda neoliberal merupakan salah satu katalisator
terbesar globalisasi. Agenda ini mendorong institusi-institusi internasional
seperti WTO, IMF,Bank Dunia, dan institusi lainnya untuk memformulasikan kebijakan atas dasar
keadilan global dan kemakmuran serta bertujuan untuk membuat alur perdagangan
dunia selancar dan sebebas mungkin dan perdagangan bebas adalah jalan yang
dianggap ideal untuk mencapai keadilan global dan kemakmuran. Namun pada nyatanya,
banyak fenomena yang menunjukkan bahwa agenda neoliberal perdagangan bebas
banyak mengeksploitasi negara dunia ketiga (David Harvey, 2007). Salah satunya
adalah Zambia.
Zambia
merupakan negara bekas jajahan Inggris yang merdeka pada tahun 1964. Sebelum
tahun 1970-an, Zambia merupakan salah satu negara terkaya di sub-Sahara Afrika.
Namun, pada awal tahun 1970-an, Zambia menjadi salah satu negara yang terkena
dampak dari adanya fenomena Krisis Minyak yang menyebabkan adanya peningkatan
harga komoditas impor dan juga penurunan harga komoditas relatif yang berakibat
pada penurunan pendapatan dari ekspor negara tersebut. Oleh karena itu, Zambia
harus meminta bantuan kepada International Monetary Fund (IMF) atau Dana
Moneter Dunia dan juga Bank Dunia. Sehingga dimulailah intervensi IMF di dalam
perekonomian Zambia selama kurang lebih 30 tahun (Situmbeko dan Zulu, 2004).
Teori yang Digunakan
Artikel ini
bertujuan untuk menjabarkan dampak negatif dari praktik perdagangan bebas di
Zambia menggunakan sintesis perspektif postkolonialisme dari Edward Said yang
menyatakan bahwa tujuan utama dari penjajahan Barat di Timur adalah untuk
memperkuat dominasi dan identitas Barat melalui wacana dan representasi.
Pemikiran dari Said ini melahirkan sebuah terminology yang disebut dengan
orientalisme, dimana orang Barat berbicara atas nama Timur tentang ciri-ciri dari Timur itu
sendiri. Barat juga menyatakan bahwa Timur tidak beradab, irrasional, inferior,
dan hal negatif lainnya sementara Barat adalah sebaiknya, lekat dengan image
positif (Grovogui, 2003). Orientalisme terkandung di dalam banyak tulisan yang
memungkinkan Timur untuk mengamini wacana tersebut, baik akan persepsi terhadap
Timur, maupun Barat (Hobson, 2006).
Analisis
Sebagai
imbalan atas keringanan utang yang diberikan
oleh IMF, maka Zambia diharuskan untuk melaksanakan Structural Adjustment
Programme (SAP) yaitu perubahan
kebijakan yang diterapkan oleh IMF dan Bank Dunia di negara-negara yang
mengalami krisis ekonomi. Zambia diharuskan untuk mengadopsi SAP yang merupakan
produk dari Eurocentrism dan SAP pertama diluncurkan pada tahun 1983 sampai pada tahun 1987. SAP diterapkan dengan tujuan mengurangi
ketidakseimbangan fiskal dari Zambia dalam jangka pendek dan menengah, serta
menyiapkan ekonomi nasional Zambia untuk pertumbuhan jangka panjang (Situmbeko
dan Zulu, 2004). Namun, pada kenyataannya,
SAP diterapkan di Zambia tanpa melihat bagaimana kondisi ataupun situasi
Zambia sebagai negara berkembang, sehingga program ini sangat tidak kompatibel
dengan kebutuhan Zambia pada saat itu. SAP tidak menguntungkan negara dunia
ketiga seperti Zambia dan SAP hanya menguntungkan para donatur IMF dan negara
Barat yang memformulasikan program-program yang kental dengan agenda neoliberal
yang terdapat di SAP, sehingga bukannya membantu perekonomian Zambia, namun SAP
malah menjadi alat untuk memperlancar eksploitasi Barat terhadap Zambia.
Salah satu
kebijakan di dalam SAP adalah liberalisasi perdagangan yang merupakan salah
satu praktik dalam perdagangan bebas. Liberalisasi Perdagangan sudah menjadi
ancaman bagi manufaktur Zambia. Hal ini disebabkan oleh selama 30 tahun setelah
pembebasan Zambia, mereka tidak memiliki bermacam industry yang bisa menembus
pasar lain. Pada tahun 1993, terjadi penurunan tingkat tarif yang besar di
Zambia dibawah PIRC II Bank Dunia. Tarif rata-rata sekitar 13 persen dengan 21
persen jalur teris sepenuhnya bebas bea. IMF dan Bank Dunia berpandangan bahwa
liberalisasi perdagangan akan meningkatkan jumlah ekspor, karena mampu
meningkatkan harga ekspor yang relatif terhadap impor(Situmbeko dan Zulu,
2004).
Meskipun
pengurangan tarif dapat menguntungkan bagi konsumen produk impor, hal tersebut
dapat mematikan industri lokal seperti yang terjadi di Zambia. Produk-produk
seperti Dunlop, Liver Brothers, dan Colgate-Palmolive memindahkan produksi
mereka ke negara tetangga (Brown, 2002). Penghapusan tarif impor membuat
perusahaan industri kesulitan untuk bersaing dengan produk impor. Hal ini
membuat perusahaan milik pribadi memindahkan usaha mereka ke negara lain untuk
bisa mengimpor produk mereka ke Zambia. Pemerintah kurang memiliki kemampuan
untuk campur tangan karena perusahaan-perusahaan ini diprivatisasi. Ini adalah
kasus klasik interaksi negatif antara liberalisasi perdagangan dan privatisasi
(Situmbeko dan Zulu, 2004).
Runtuhnya
sektor manufaktur di Zambia berhasil membuat puluhan ribu masyarakat Zambia
kehilangan pekerjaan dan pendapatan, Kegiatan ekspor barang dan jasa sebagai
persentase dari PDB turun dari 36 persen pada tahun 1990 menjadi 27 persen pada
tahun 2001 (UNDP, 2003).
Pukulan
ganda terhadap ekonomi dari liberalisasi perdagangan – deindustrialisasi
menyebabkan peningkatan pengangguran dan dengan demikian meningkatkan kebutuhan
belanja sosial ditambah dengan berkurangnya pendapatan pajak pemerintah untuk
membayarnya – membantu melumpuhkan ekonomi Zambia (Situmbeko dan Zulu, 2004).
Kesimpulan
Berdasarkan
jabaran di atas, program liberalisasi perdagangan memberi dampak negatif bagi
Zambia dikarenakan program tersebut diberikan tanpa disesuaikan dengan kondisi
Zambia sebagai negara berkembang yang masih memerlukan trade barriers, dimana sebelumnya trade barriers merupakan sumber pendapatan pemerintah yang penting.
Hal ini menjadi salah satu bukti bahwa SAP sebagai program yang eurocentris tidak cocok digunakan di
Zambia sebagai negara dunia ketiga
dengan ketergantungannya pada dampak positif dari trade barriers. Selain ini, dampak negatif dari adanya SAP adalah
menumpuknya utang luar negeri Zambia, sehingga tujuan keberadaan IMF di Zambia
bukannya membantu perekonomian Zambia, namun malah memperburuk ekonomi Zambia
dan menguntungkan pihak asing dengan adanya program liberalisasi perdagangan
serta diikuti dengan adanya privatisasi BUMN di Zambia.
0 Comments