Jakarta, 13 Juni 2023 - Indonesia Fintech Society (IFSOC) memandang bahwa permasalahan Binance dan Coinbase, serta serangkaian permasalahan aset kripto, menjadi peringatan yang serius pada ekosistem dan tata kelola kripto tanah air. Sebagaimana diketahui, guncangan di pasar kripto global tampaknya belum menunjukkan sinyal mereda. Jatuhnya harga Terra LUNA pada pertengahan tahun lalu, disusul penangkapan pendirinya, Do Kwon, dengan dakwaan penipuan keuangan dan sekuritas, hingga runtuhnya FTX akibat kelalaian pengelolaan keuangan disusul oleh penahanan pendirinya, Sam Bankman-Fried, menjadi beberapa peristiwa besar yang mewarnai pasar kripto dalam tiga tahun terakhir.
Terbaru, Securities and Exchange Commission (SEC) Amerika Serikat menggugat
perusahaan pertukaran kripto, Binance dan Coinbase, atas tuduhan penggelapan
dana nasabah dan pelanggaran regulasi sekuritas serius. SEC juga menuduh
Binance telah melakukan penipuan terhadap regulator dan investor, serta
terlibat dalam perdagangan manipulatif. CEO Binance, Changpeng Zhao, diduga
telah memindahkan miliaran dolar ke perusahaan di berbagai negara, yang
merupakan milik pejabat, termasuk pendiri dan kepala eksekutif Binance.
Pemindahan dana tersebut dilakukan melalui Silvergate Bank dan Signature Bank
dimana keduanya telah dinyatakan gagal di awal tahun ini. Berbagai tuduhan dan
dugaan tersebut kemudian menjadi dasar permohonan pembekuan aset Binance oleh
SEC kepada pengadilan. Meskipun begitu Binance bersikukuh tidak bersalah dan
akan melakukan pembelaan.
Menanggapi hal tersebut,
Ketua Steering Committee IFSOC, Rudiantara menjelaskan bahwa menurut Badan
Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) nilai transaksi kripto
sepanjang tahun 2022 mencapai Rp 306 triliun,dimana nilai tersebut menurun 64%
dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp 859 triliun. Meskipun begitu, jumlah
Investor Kripto di Indonesia pada tahun 2022 mencapai 16,7 juta orang,
meningkat 45% dari tahun sebelumnya yang mencapai 11,2 juta orang. Dengan
jumlah investor yang semakin besar, potensi pertumbuhan kripto di Indonesia
tentu masih besar.
“Binance memiliki exposure yang besar di Indonesia.
Peristiwa ini tentu mempengaruhi bagaimana para investor memandang aset kripto
sehingga berbagai upaya preemtif dan preventif harus didorong untuk memastikan
kejadian yang sama tidak terulang di Indonesia” tegas Rudiantara.
Rudiantara juga
mengatakan bahwa Indonesia telah menunjukkan satu langkah konkrit dalam
merespon perkembangan kripto kedepan, dengan terintegrasinya pengaturan kripto
dengan sektor keuangan nasional melalui Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan
Sektor Keuangan (UU PPSK).
“Melalui UU PPSK, apalagi di Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
nantinya akan ada Dewan Komisioner yang mengatur khusus aset kripto, maka ke
depan kita berharap pengaturan dan pengawasan aset kripto akan lebih
komprehensif. Hal ini juga akan mendorong pengembangan pasar kripto dan
mengoptimalkan dampaknya pada sektor keuangan dan ekonomi nasional.”, tambah Rudiantara.
Anggota Steering
Committee IFSOC, Tirta Segara menekankan urgensi adanya regulasi dan skema
perlindungan dana investor. Menurutnya, hal ini akan berperan sebagai tonggak
dan acuan jelas kepada platform mengenai batasan-batasan pengelolaan dana
investor.
“Ini adalah salah satu sumber utama permasalahan
sebagaimana yang kita lihat dalam kasus FTX dan sekarang Binance. Sebagaimana
telah diterapkan di area pasar modal, platform dan pelaku industri kripto
mestinya juga tidak boleh menampung, mengalihkan, dan apalagi menginvestasikan
dana yang dikelola secara serampangan dengan risiko tinggi tanpa izin. Hal ini
sangat krusial dalam meningkatkan aspek perlindungan konsumen di area
kripto," jelas Tirta.
Tirta juga
mengatakan perlunya penguatan aspek kelembagaan di pasar kripto sehingga
fungsi-fungsi yang ada dan dapat mengalami benturan kepentingan dapat
disegregasi dengan baik: peran sebagai pedagang, pialang, kustodian, dll.
“Segregasi fungsi lembaga di pasar kripto ini mendesak
segera dilakukan untuk mewujudkan tata kelola yang baik di pasar kripto,"
kata Tirta Segara.
Anggota Steering Committee IFSOC, Eddi
Danusaputro menjelaskan bahwa kasus Binance dan Coinbase ini menjadi
peristiwa yang semakin membuka mata akan risiko perlindungan konsumen di pasar
kripto yang masih sangat rentan. Menurut Eddi, sebagaimana investasi lainnya,
risiko volatilitas merupakan investor own
risk. Akan tetapi risiko yang muncul akibat kelalaian pengelolaan dana,
pencucian, hingga penggelapan dana, dan risiko lainnya yang terkait tata kelola
pasar kripto harus bisa diminimalisir.
“Ini merupakan moment
of truth bagi pasar kripto. Dari sini kita melihat bahwa regulator seperti
SEC telah mengambil peran dan memberikan perhatian khusus. Tanpa ada regulasi
yang jelas, industri ini akan sulit mencapai pertumbuhan yang kondusif dan
optimal” ungkap Eddi.
Eddi juga
menambahkan bahwa kasus ini menjadi pembelajaran, cepat atau lambat para
regulator di dunia termasuk Indonesia harus segera membentuk berbagai kebijakan
untuk merespon perkembangan kripto.
“IFSOC mendukung pemerintah dan regulator yang saat ini
sedang berupaya menyusun berbagai kebijakan yang memadai dalam rangka
memperkuat pengaturan dan pengawasan pasar kripto. Hal ini akan mendorong
terwujudnya pasar kripto yang aman dan terpercaya”, tutup ketua AMVESINDO ini.
***
Indonesia Fintech
Society (IFSOC), yang didirikan pada November 2020, merupakan forum diskusi
kebijakan terkait fintech dan ekonomi digital yang memiliki misi untuk
memberikan ruang bagi berkembangnya pemikiran, analisis, serta rekomendasi
kebijakan melalui forum diskusi yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
IFSOC juga menjadi mitra regulator, lembaga keuangan, fintech, akademisi,
media, dan pemangku kepentingan lain untuk mendorong pemanfaatan fintech bagi
ekonomi nasional dan mendorong transformasi digital di Indonesia.
0 Comments