Nama : Hasanah Yolanda
Prodi : Sastra Minangkabau Universitas Andalas
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya dengan adat dan budayanya. Masyarakatnya terdiri dari berbagai etnik, suku, bahasa, agama dan lain sebagainya. Suku bangsa yang mencapai puluhan ribu menjadi aset yang sangat penting dan berharga sehingga Indonesia menjadi negara yang kaya dengan budayanya.
Dari banyaknya suku di Indonesia salah satu suku suku Minang yang berasal dari Sumatra Barat. Suku Minangkabau memiliki adat dan budaya yang beragam pula salah satunya pepatah petitih. Pepatah petitih bukan hanya sekedar tradisi dan budaya, tapi lebih dari itu di dalamnya terkandung nilai-nilai universal, termasuk juga nilai budaya.
Petatah petitih adalah salah satu bentuk sastra lisan Minangkabau yang berbentuk puisi dan berisi kalimat atau ungkapan yang mengadung pengertian yang dalam, luas, tepat, halus dan kiasan.Kata yang digunakan dalam petatah-petitih merupakan kata yang mengandung makna kiasan, perumpamaan dan perbandingan yang mengandung suatu makna tertentu.Petatah- petitih ada kalanya diungkapkan dalam kalimat pendek dan ada kalanya berbentuk pantun.
Petatah adalah patokan hukum adat yang menjadi sumber dari peraturan yang mengatur segala hubungan dalam masyarakat Minangkabau. Petatah mengatur hubungan antar manusia, antar manusia dengan alam, dan antar manusia dengan lingkungan sosialnya. Petatah dapat disimpulkan sebagai hukum dasar atau pedoman utama dalam masyarakat Minangkabau. Petitih adalah aturan yang mengatur pelaksanaan adat dengan seksama. Petitih merupakan peraturan operasional, pelaksanaan dan batasan peraturan di dalam masyarakat. Jadi, petatah adalah pedoman hukum adat, sedangkan petitih berfungsi sebagai peraturan pelaksana, artinya antara petatah dan petitih ini memiliki hubungan atas bawah (hirarki).
Seperti pepatah petitih di bawah ini. “Anjalai tumbuah di munggu, sugi sugi di rumpun padi. Supayo pandai rajin baguru, supayo tinggi naiak kan budi”. Artinya pengetahuan hanya didapat dengan berguru, kemuliaan hanya didapat dengan budi yang tinggi.
Siapa saja seharusnya berguru kepada orang yang memiliki kesempurnaan, baik sempurna ilmunya, sempurna sifat-sifatnya, maupun sempurna akhlaknya. Hanya saja semua manusia, tidak terkecuali guru, tidak ada yang memiliki kesempurnaan. Sebaliknya, manusia selalu menyandang kekurangan. Oleh karena itu, siapapun yang hanya mau berguru kepada orang sempurna, maka selamanya tidak akan pernah belajar. Sebab mencari guru yang memiliki kesempurnaan itu tidak akan pernah ketemu.
Umpama pendidikan dimaknai sekedar sebagai upaya mendapatkan atau mengumpulkan informasi, pandangan, pikiran, hasil penelitian, maka sebenarnya tidak perlu ada sekolah atau lembaga pendidikan lagi. Sebab, tidak saja buku, jurnal, atau media lain yang sudah semakin mudah didapat, tetapi berbagai jenis informasi sudah sedemikian gampang diperoleh. Mencari informasi tentang apa saja, dalam waktu yang amat singkat, dapat diperoleh melalui e-book, internet, dan lain-lain. Guru sudah disaingi oleh media komunikasdi yang sedemikian murah dan mudah didapat.
Tidak hanya kepada manusia kita berguru tapi kepada alam kita juga bisa berguru. ALAM adalah guru terbaik. Begitulah barangkali kesan sebagian kita tentang kekuatan alam. Alam adalah ibarat buku yang indah, yang mengajarkan manusia apa artinya saling mendengar, saling bergantung, hidup bersama dalam keanekaragaman, saling mengasihi, mengupayakan agar tidak punah dan keadilan antar generasi. Dengan kata lain alam menawarkan paradigma dan kearifan tertentu dalam menjamin kehidupan yang baik, harmonis dan berkelanjutan. Nah kurang lebih seperti itulah makna dari pepatah petitih “Anjalai tumbuah di munggu, sugi sugi di rumpun padi. Supayo pandai rajin baguru, supayo tinggi naiak kan budi”.
0 Comments