Ticker

6/recent/ticker-posts

Naskah Klasik di Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara

 



Nama : Minas Syajidin

Jurusan : Sastra Minangkabau, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas






Tulisan ini merupakan penelusuran lanjutan naskah klasik di Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara. Pada tahun sebelumnya (2009) telah diinventarisir dan digitalkan sebanyak 48 naskah klasik di Kota Ternated Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara. Pada tahun 2010, telah ditemukan, diinventarisir dan digitalkan kembali sebanyak 125 di Kota Tidore Kepulauan. Naskah-naskah klasik tersebut pada umumnya ditulis pada abad 17-19. Adapun naskah yang ditulis pada abad ke 20 merupakan salin ulang dari naskah klasik yang ada. Naskah-naskah tersebut pada umumnya ditemukan pada masyarakat dan milik warga. Karena naskah klasik yang ada sudah berumur, maka naskah tersebut pada umumnya sudah tidak utuh, bahkan banyak yang hanya berupa lembaran-lembaran yang sudah tidak diketahui susunannya. Selain karena usia, penyebab lapuknya naskah tersebut karena pemeliharaan yang tidak memenuhi standar. Adapun alas tulis yang digunakan berupa kertas Dluwang, Eropa (mempunyai watermark dan countermark). China, dan kertas bergaris dengan tinta lokal (mansi) dan tinta inport. Sedangkan dari segi isi, naskah-naskah tersebut pada umumnya berisi tentang ajaran Tarikat. Selain Tarikat, juga berisi masalah fighi, nahwu sharaf, tajwid, khutbah, surat Sultan, sejarah, jimat, dan lain-lain.

Naskah-naskah keagamaan di Indonesia, terutama naskah keagamaan Islam tampak lebih menonjol, terutama karena terkait dengan proses islamisasi di Indonesia yang banyak melibatkan para ulama produktif di zamannya. Data-data yang dijumpai umumnya memberi penjelasan bahwa naskah-naskah keagamaan tersebut ditulis oleh para ulama terutama dalam konteks transmisi keilmuan Islam, baik transmisi yang terjadi antara ulama. Melayu-Nusantara di mana Indonesia termasuk di dalamnya, dengan para ulama Timur Tengah, maupun antara ulama Indonesia itu dengan murid-muridnya di berbagai wilayah.Transmisi keilmuan yang terjadi di wilayah Indonesia tersebut pada gilirannya membentuk dua pola kelompok bahasa naskah, yaitu naskah-naskah yang ditulis dalam bahasa Arab dan naskah-naskah yang ditulis dalam bahasa-bahasa daerah. Dalam perkembangannya, jumlah naskah tersebut kemudian semakin berkembang dengan adanya tradisi penyalinan naskah dari waktu ke waktu, baik yang dilakukan oleh murid-murid untuk kepentingan belajar, maupun yang dilakukan oleh "tukang-tukang salin" untuk kepentingan komersil.Naskah-naskah kuno yang masih ada pada masyarakat adalah "sisa-sisa" peninggalan dari sekian naskah yang pernah ada. Menurut informasi dari pemilik naskah, naskah yang pernah ada jauh lebih banyak, hanya karena dimakan oleh usia, musibah berupa kebakaran, dan bahkan ada upaya dari penjajah untuk mengambil bahkan menghancurkan semua naskah tulis yang pernah ada, sebagai upaya penghilangan identitas. 


Pernyataan pemilik naskah tersebut di atas, sama dengan pernyataan salah seorang sastrawan Cekoslowakia sebagaimana yang dikutip oleh Hyphatia Cneajna, langkah pertama untuk memusnahkan sebuah bangsa cukup dengan menghapuskan memorinya. Hancurkan buku- bukunya, kebudayaannya dan sejarahnya. Maka tak lama setelah itu, bangsa tersebut akan mulai melupakan apa yang terjadi sekarang dan pada masa lampau. Dunia sekelilingnya bahkan akan lupa lebih cepat.Berdasarkan kenyataan tersebut, maka penelitian-penelitian terhadap naskah-naskah kuno keagamaan telah mendapatkan perhatian, terutama pada akhir-akhir ini. Pelestarian naskah kuno sebagai warisan budaya dirasakan lebih tepat, lebih mudah, dan lebih bermanfaat dengan menggunakan kemajuan teknologi berupa digitalisasi. Sehubungan dengan itu, Puslitang Lektur Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama mulai tahun 2008 telah melakukan inventarisasi dan pemetaan (klasifikasi) dan melengkapi dengan digitalisasi naskah-naskah kuno keagamaan.


Pada tahun 2009, di Maluku Utara telah dilaksanakan inventarisasi, pemetaan dan digitalisasi naskah kuno sebanayak 47 naskah, yakni di Museum Ternate (5 buah naskah, 3 diantaranya adalah Al Qur’an), Museum Tidore (3 buah, 1 diantaranya Al Qur’an), Muhammad Amin Farouq (4 buah), Muhyiddin Hasan (28 buah), dan Mahmud Do Djafar (7 buah).Berdasarkan informasi dan asumsi peneliti, maka tahun 2010 diadakan inventarisasi dan digitalisasi naskah keagamaan tahap kedua, yang lebih menfokuskan pada Kota Tidore Kepulauan. Berdasarkan asumsi dasar bahwa masih banyak naskah-naskah kuno keagamaan yang masih tersimpan di kalangan masyarakat Kota Tidore Kepulauan.Oleh karena penelitian ini bersifat kualitatif, maka pengolahan dan analisis data dilakukan secara kualitatif. Sebagaimana lazimnya pada penelitian kualitatif, pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini dilakukan sejak saat pengumpulan data lapangan. Pengolahan data dilakukan dengan verifikasi, kalasifikasi dan kategorisasi data. Data berupa naskah dilakukan analisis filologi terbatas, baik secara kodikologi maupun tekstologi. Naskah-naskah dianalisis sebagai naskah tunggal, tanpa mengadakan perbandingan dengan naskahlainnya.


Kota Tidore Kepulauan, pada zaman dahulu mempunyai sejarah yang cukup diperhitungkan. Kerajaan Tidore atau kesultanan Tidore masuk dalam empat kerajaan (Moloku Kie Raha) melalui pertemuan Moti, bersama kerajaan yang lain: Kerajaan Jailolo, Kerajaan Ternate, dan Kerajaan Bacan.Kerajaan Tidore merupakan salah satu Kerajaan besar di jazirah Maluku Utara yang mengembangkan kekuasaannya terutama ke wilayah selatan pulau Halmahera dan kawasan Papua bagian barat. Sejak 600 tahun yang lalu Kerajaan ini telah mempunyai hubungan kekuasaan hingga sampai ke Irian Barat (Pesisir Tanah Papua) sebagai wilayah taklukannya. Waktu itu, yang memegang kendali kekuasaan pemerintahan di Kerajaan Tidore, ialah Sultan Mansyur, Sultan Tidore yang ke 12.

Gambaran Umum Naskah Di Maluku Utara 

Naskah kuno yang ada di Provinsi Maluku Utara cukup banyak tersebar di kalangan masyarakat yang jumlahnya tidak diketahui. Sebagian naskah itu telah diinventarisir oleh beberapa lembaga yang memiliki kepedulian terhadap naskah kuno. Di kepulauan Maluku dan Maluku Utara Inventarisasi dilakukan oleh Museum Nasional, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan telah ditebitkan dalam sebuah buku "Katalog Koleksi Naskah Maluku (kala itu propinsi Maluku Utara belum memekarkan diri) pada tahun 1981. Katalog ini memuat informasi tentang beberapa naskah yang dikelompokkan dalam 7 macam naskah, yaitu: 1) geografi, 2) sejarah dan cerita rakyat, 3) penjanjian dan kontrak. 4) laporan catatan surat. 5) pemberitahuan dan pengangkatan, 6) bahasa dan sastra, dan 7) peta."

Inventarisasi naskah kuno dilakukan oleh Proyek Penelitian Keagamaan Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Departemen Agama pada tahun 1995. Inventarisasi dalam bentuk penelitian difokuskan pada naskah kuno yang bernafaskan Islam di Provinsi Maluku dan Maluku Utara. Penelitian tersebut telah diterbitkan dalam bentuk Katalog Naskah Kuno yang Bernafaskan Islam di Indonesia pada tahun 1998/1999. Buku tersebut telah menginventarisir sebanyak 34 buah naskah. Naskah-naskah kuno yang bernafaskan Islam yang terinventarisir dalam katalog tersebut, antara lain: Alquran, Berzanji, Fiqih. Kumpulan Ayat-Ayat Alquran, Kumpulan Hadis, Khotbah Jumat, Khotbah Hari Raya Idul Fitri, Khotbah Hari Raya Idul Adha, Mujarrabat, Matriks Penanggalan Islam, Penuntun Hari Baik, Tafsir Ayat-Ayat Alquran, Tauhid, dan Tahlilan.Melayu serta Arab Tidore dalam menyampaikan berbagai perasaan dan buah pikiran dalam berbagai aspek kehidupan, masalah-masalah keagamaan, kemasyarakatan, perekonomian, pemerintahan, dan lain-lain. Oleh karena itu, hampir semua naskah naskah kuno yang diperoleh di Maluku Utara menggunakan tulisan Arab.

Sebagian besar naskah kuno di Maluku menjadi milik pribadi warga masyarakat dan merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang mereka, dan pada umumnya pemilik naskah tersebut adalah marga yang memiliki kedudukan sebagai pejabat pemerintahan dan tokoh agama seperti para imam-imam di Kepulauan Tidore, keturunan. Qadhi dan sultan. Perpindahan naskah turun-temurun sangat terasa kesakralannya, ini terlihat dari terbatasnya hak melihat, membaca dan mempelajari naskah konu tersebut sehingga hanya boleh dilihat bagi mereka yang bersyarat.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS