Tradisi Malamang yang selalu dilakukan oleh masyarakat di Kabupaten Padang Pariaman

Oleh: Tiara Eliza

Mahasiswa jurusan sastra daerah Minangkabau, fakultas ilmu budaya, universitas andalas.

Makanan tradional ada berbagai jenis dan banyak jumlahnya, salah satu makanan yang akan selalu ada di dalam acara yang berkaitan dengan agama, makanan ini bernama lamang. Malamang menjadi hal yang harus dilakukan oleh masyarakat di nagari katapiang kabupaten padang pariaman, dimana malamang ini akan dibuat pada hari atau acara tertentu. Malamang selalu ada apapun itu acara yang dilakukan oleh masyarakat seperti pada bulan lamang, maulid nabi, serta mangaji kamatian dalam acara ini saat seseorang yang telah meninggal telah tujuh hari, dua kali manujuah hari, maampek puluah, meratus hari selalu ada lamang dalam kegiatan ini.

Dalam masyarakat pariaman dan sekitarnya, membagi bulan atau menamai bulan berdasarkan beberapa kelompok bulan seperti bulan maulud, bulan sarang bareh, bulan lamang dan lain-lainnya. Salah satu dari bulan ini menjadikan makanan lamang menjadi hidangan utama yaitu bulan lamang. Malamang ini menjadi tradisi tahunan bagi masyarakat pariaman dan sekitarnya, malamang ini awal mulanya dilakukan oleh syekh Burhanuddin yang dimana awalnya syekh pergi atau berkunjung ke rumah-rumah penduduk, dimana penduduk ini menyuguhkan makanan kepada beliau. Tetapi beliau meragukan kehalalan dari makanan tersebut, yang mana dahulu orang memakan babi, binatang berbisa dan lain sebagainya. Kemudian, beliau menyarankan untuk memasak nasi menggunakan ruas bambu yang telah dilapisi oleh daun seperti daun pisang. Akan tetapi, karna nasi tidak bertahan lama, maka beliau mengganti beras dengan beras puluik yang dicampur dengan santan lalu dimasak, itulah muasal dari lamang. Lamang akan selalu ada dalam kehidupan masyarakat nagari katapiang umumnya, hal ini terlihat dari adanya lamang disetiap acara keagamaan disana, seperti berikut :

Malamang akan dibuat pada bulan lamang (menjelang Ramadhan), pada bulan ini adalah salah satu bulan yang menjadikan lamang sebagai menu utamanya, bulan ini berlangsung setiap bulan sya’ban. Setiap keluarga akan membuat lamang di masing-masing rumah dengan tujuan untuk bersedekah atau untuk diberikan kepada ipar serta besan masing-masing disetiap keluarga. Pembuatan lamang ini biasanya membutuhkan banyak tenaga dalam proses pembuatannya, prosesnya ini akan mempererat terjalinnya tali silaturahmi antar keluarga, ipar, dan tetangga disekitar rumah. Jenis dari lamang yang akan dibuat biasanya tidak ditentukan dalam masing-masing keluarga, tergantung bagaimana kondisi keluarga tersebut apakah mampu atau tidak. Namun mayoritas orang membuat lamang sapuluik (ketan) dan lamang pisang, tetapi jika pisang tidak ada ditemukan maka akan diganti menjadi lamang kanji.

Pada maulid nabi lamang menjadi hal yang harus ada dalam kegiatan ini. Lamang ini akan di bawa oleh orang membawa jamba ke surau, namun surau juga menyediakan lamang untuk dibagikan untuk para tamu yang di undang pihak surau. Lamang yang dibuat oleh pihak surau tentu berjumlah sangat banyak, karena ini akan dibagikan kepada tuangku-tuangku yang datang berzikir atau yang diundang oleh pihak surau. Lamang juga akan dibagikan ke masyarakat sekitar surau dan orang yang telah diundang jauh oleh pihak surau. Lamang akan diberikan sesuai status dari orang tersebut, untuk tuangku lamang akan diberikan sekitar empat batang lamang, sedangkan tamu lain yang hanya masyarakat sekitar kampung akan diberikan satu atau dua batang lamang.

Dalam acara kematian juga lamang menjadi hal yang wajib untuk dibuat oleh pihak tuan rumah yang anggota keluarganya meninggal. Lamang yang dibuat pun tergantung sudah masuk ke hari berapa anggota keluarga tersebut meninggal. Jika ia telah meninggal sudah tujuh hari dan duakali manujuah hari lamang maka lamang yang akan dibuat pun berjumlah sedikit, karena hanya diberikan kepada tuangku saja. Sedangkan pada hari maampek puluah hari dan maratuih hari itu tergolong banyak yang akan dibuat, sebab setiap tamu yang datang akan diberikan lamang tersebut.

Lamang yang dimasak tadi akan diberikan kepada para wangsiak yang mengaji, lamang akan dipotong-potong dan diletakkan beberapa ke tempat yang telah disediakan seperti daun pisang dan dibungkus lalu dimasukkan ke dalam plastik. Tetapi ada juga yang memberikannya sebatang-batang lamang itu kepada wangsiak tadi, namun itu tergantung daerah masing-masing. Pada bulan ini para wangsiak akan banyak mendapatkan undangan kerumah-rumah untuk melakukan mangaji bulan lamang, dalam sehari itu ada sampai tiga rumah yang harus mereka datangi. Biasanya mereka akan mengatur jam berapa saja atau rumah pertama mana yang akan meereka datangi lebih dahulu.

Lamang menjadi hal yang penting dalam setiap acara tersebut, karena itulah lamang tidak bisa lepas dari kehidupan orang di nagari katapiang. Dalam proses pengolahan lamang dari awal yaitu mencari talang (bambu), talang ini akan dipotong di bagian dekat ruasnya. Setelah dipotong maka dibawa pulang dan dibersihkan dari kotoran atau bulu-bulu halus yang menempel di talang itu. Kemudian, beras sipuluik akan dimasukan ke dalam bambu yang telah bersih, untuk mengisinya jangan terlalu penuh, jika terlalu penuh maka ia akan meluap keluar saat dimasak nanti. Setelah di isi maka dimasukan santan yang telah diberikan garam atau penyedap rasa, lamang yang telah di isi kemudian dibawa ke tempat perapian yang dibuat di belakang rumah atau perkarangan rumah. Dalam memasak lamang ini membutuhan kesabaran yang lebih, dimana waktu memasaknya yang cukup lama yaitu kurang lebih 6 jam dan menjaga api supaya lamangnya tidak hagus.

Saat tradisi malamang ini dilakukan bukan hanya sekedar dari membagikannya ke orang-orang tetapi juga kebersamaan dari proses pembuatan itu sendiri. Hal ini dapat mempererat hubungan tali silaturrahmi akan terjalin antara dunsanak dan para tetangga sekitar rumah. Proses yang membuat atau memasaknya membutuhkan banyak waktu dan ini juga akan melatih kesabaran untuk menyalakan api dari proses memasak malamang ini.