Ticker

6/recent/ticker-posts

TRADISI MAANTA PABUKOAN DI MINANGKABAU






Disusun Oleh

WULANDARI PERMATASARI

SASTRA MINANGKABAU

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS ANDALAS

 





Maanta pabukoan adalah suatu tradisi acara kunjungan dalam adat Minangkabau untuk berbagi makanan dari seorang menantu (keluarga pihak istri) kepada mertuanya (keluarga pihak suami) yang dilakukan pada bulan Ramadhan. Kunjungan biasanya membawa makanan dengan ragam pangan khas Minang.

Di antara makanannya ada lapek bugih, lapek kampuang aro, katupek tapai katan, mangkuak badeta, ondeh-ondeh, sala lauak dan ada juga gulai ayam, goreng ikan balado, gulai kambing, pangek dagiang dan lainnya. Semua dikemas dalam bentuk bungkusan, rantang yang dijinjing atau jamba yang dijujuang di atas kepala.

Ini merupakan salah satu khasanah sosial budaya Minang yang ada di tengah masyarakat. Dipenuhi dengan nilai-nilai gotong royong, saling berbagi dengan rasa kekeluargan yang kental. Suasana tersebut penuh dengan nuansa menjunjung tinggi nilai-nilai filosofi adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah (ABS-SBK).

Tradisi maanta pabukoan ini merupakan tradisi lama Minang yang sarat dengan nilai-nilai silaturahmi dan saling berbagi di antara dua keluarga yang lahir melalui sistem perkawinan eksogami.

Yang dimaksud dengan eksogami adalah seorang suami akan tinggal di rumah keluarga istri setelah menikah. Maka di saat bulan Ramadhan datang, sang menantu (istri) berkewajiban secara adat Minang pergi ke rumah mertua (orang tua suami) membawa makanan dalam bentuk rantang dan jamba dengan ritual adat yang tinggi.

Jika dimaknai secara harfiah, maanta pabukuoan ini merupakan wujud kecintaan menantu (pihak keluarga istri) kepada mertua. Bentuk penghormatan dalam sikap berbakti pada mertua (pihak keluarga suami). Sehingga di saat menantu maanta pabukoan, mertua pun akan merasakan ada kebahagian dan kebanggaan tersendiri di tengah keluarga, karena telah menjalankan tradisi Minang tersebut.

Ditambah lagi bila rantang (sia, bahasa Minang) dan jamba sang menantu penuh makanan dan beragam kue yang bisa dibagi-bagikan pada tetangga kampung. Hal ini barang tentu akan menjadikan eksistensi penghargaan tersendiri bagi keluarga lelaki dan bisa mengangkat derajat sosial dalam kekerabatan Minang.

Pada saat ini kebiasaan budaya menantu maanta pabukoan tidak lagi ramai dilakukan seperti dahulu. Secara tradisi dahulu ketika menantu akan maantaan pabukoan tersebut ada acara mamasak basamo pihak keluarga istri dengan semua kerabat datang ke rumah gadang. Mereka memasak bersama. Semua keluarga istri akan berkumpul di rumah membantu membuat masakan.

Setelah rantang dan jamba selesai, baru dilakukan proses “ritual” mengantar secara ramai-ramai juga. Sambil diiringi dengan pemukulan anggua/agung (gong) yang berbunyi dentum semarak dalam perjalanan menjadi simbol rombongan menantu datang maanta pabukoaan.

Dengan perkembangan zaman maanta pabukoan sudah mulai tergerus akibat dampak perkembangan budaya global informatika. Saat ini telah munculnya sikap-sikap individual yang lebih mengutamakan kegiatan privasi, sehingga budaya maanta pabukoan tidak lagi menarik dan sudah disepelekan oleh keluarga dan kaum suku.

Secara tradisi maanta pabukoan sangatlah sederhana dilihat dari konteks yang terjadi, yaitu mengantar makanan. Tapi dilihat dari nilai-nilai Islam sangatlah besar maknanya. Seperti ada nilai-nilai berbagi, ketaatan dan kecintaan kepada mertua atau orang yang lebih tua. Sekaligus cerminan ketaatan serta kecintaan istri pada suaminya.

Tapi jika ingin diperluas dan diprogram secara umum, semuanya bisa diperluas, jika masyarakat Minangkabau berkeinginan. Maka maanta pabukoan pada dasarnya bisa dikembangkan menjadi suatu budaya masyarakat bertujuan menjalin silaturahmi antarsuku atau antarkaum. Bahkan, sesama masyarakat Minang untuk menekan angka kemiskinan bisa diprogramkan.

Dalam arti kata berbagi dari yang berkelebihan (kaya harta) kepada yang berkekurangan (miskin harta). Seperti konsep zakat yang dilaksanakan dalam Islam untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan yang terjadi di tengah umat.

Pertanyaannya mengapa budaya maanta pabukoan tidak diaplikasikan pada budaya Ramadhan yang lebih luas? Seperti dalam bentuk orang berkelebihan (kaya harta) memberikan harta dalam bentuk donasi dan zakat kepada orang berkekurangan (miskin harta). Dengan mereka langsung memberikan sebahagian hartanya dalam bentuk sumbangan, hibah dan donasi pada orang miskin seperti wujud tradisi maanta pabukoan lebih luas.

Jika budaya maanta pabukoan tersebut diaplikasikan dalam kehidupan orang kaya memberi kepada orang miskin, tentu betapa bahagia dan senangnya orang miskin tersebut diberikan zakat, hibah dan donasi tadi. Atau orang berkecukupan memberikan makanan, dana kepada orang miskin yang langsung diantarkan ke rumahnya yang reot, ke rumah di gang-gang sempit yang kumuh. Betapa besarnya nilai budaya maanta pabukoan kalau diaplikasikan dan dikembangkan seperti itu.

Kehidupan sosial budaya yang ada di Minangkabau semenjak dulunya tidak hanya sebatas sebuak kontek lahiriyah. Tapi konteks yang ada pada dasarnya bisa diperluas atau diuniversalkan, semua ninik mamak, masyarakat bisa mengembangkan nilai-nilai yang lebih luas kegunaan dan aplikasinya di tengah masyarakat. Tapi tidak sesederhana yang kita pahami maanta pabukoan saat ini saja.

Mempertahankan sosial budaya Minangkabau yang baik perlu dilakukan untuk kelestariannya. Tapi betapa lebih bermaknanya, jika sosial budaya Minangkabau tersebut diaplikasikan dalam bentuk yang luas dalam kehidupan yang lebih besar.

Seperti ilustrasi orang kaya harta, memberikan sebahagian kekayaannya kepada orang miskin untuk pemerataan kesejahteraan, mengapa tidak? Di dalam budaya Minangkabau, jika budaya itu baik sesuai dengan ABS SBK, maka boleh mengembangkannya. Termasuk budaya maanta pabukoan ini. Semua kita tahu bahwa ini merupakan budaya Minang “yang tidak lakang dek paneh, dak lapuak dek hujan” sepanjang masa.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS