Ticker

6/recent/ticker-posts

Pudarnya Fungsi Mamak Pada Masa Sekarang Di Lingkungan Keluarga


 Oleh : Fadila Deliankar

Sastra Daerah Minangkabau

Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Andalas

 

 

Suku Minangkabau termasuk salah satu suku terbesar, selain suku Jawa, Sunda Madura dan Bali, dengan jumlah 3 % dari keseluruhan penduduk Indonesia . Perasaan sesuku bagi masyarakat Minangkabau didasarkan atas persamaan dasar bahasa, asal usul pengelompokan suku serta penduduk yang homogen bergama Islam (Budhisantoso,1988 :12). Kehidupan mereka berlandasaskan: adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah (adat bersendikan syarak, syarak bersendikan kitabullah). Masyarakat Minangkabau merasa tercela apabila disebut orang yang tidak beradat dan tidak beragama.

 

Salah satu ciri yang menonjol dari suku Minangkabau adalah kebiasaan merantau dan sistim kekerabatan matrilineal yang menelusuri ikatan kekeluargaan melalui garis keturunan ibu. Sistim kekerabatan matrilineal Minangkabau mempunyai ciri, yaitu, keturunan dan pembentukan kumpulan diperhitungkan menurut garus keturunan ibu, perkawinan bersifat metrilokal, anggota kelompok kerabat merasa bersaudara kandung, senasib, sehina dan semalu,  kekuasaan hakiki pada ibu dan teknis pada mamak dalam kaum, pola tempat tinggal bercorak dwilokal, kesatuan keluarga terkecil adalah paruik yang bersifat geneologis, serta pusaka tinggi dari mamak kepada kemenakan (Malinowsky dalam Rajab, 1969: 17; Kato, 1989:54-55; Mardanas, 1991:9-10). Setiap orang dalam keluarga matrilineal di Minangkabau menjadi anggota dari suatu kelompok yang terdiri dari ibu, ibunya, sadura perempuannya, saudara laki-laki dan perempuan ibunya. Prinsip dasar dalam kekeluarga matrilineal bertumpu pada ikatan keluargaan melalui garis keturunan ibu dan kaum perempuanlah penerus keturunan.

 

Garis keturunan dalam suku Minangkabau mempunyai arti dalam pewarisan harta puska. Sehubungan dengan hal itu, harta warisan terutama barang tetap memurupakan warisan turun temurun, seperti: sawah dan ladang jatuh kepada anak perempuan. Pewarisan harta dalam budaya Minangkabau hanya dalam arti pemanfaatan hasil pengelolaan untuk penghidupan. Pemindahan hak ditentukan syarat-syarat tertentu menurut adat, sedangkan pewarisan gelas pusaka yang disebut dengan sako digariskan kepada kemenakan laki-laki melalui mamak sebagai gelar jabatan dalam keluarga.

 

Meskipun kelompok kekeluargaan di Minangkabau menelusuri keturunan melalui garis keturunan ibu, namun kelompok ini membiarkan laki-laki mengawasi masalah-masalah kelompo keturunan dengan melakukan kontrol sebagai saudar laki- laki ibu yang disebut dengan mamak. Di dalam kehidupan keluarga rumah gadang atau keluarga saparuik, mamak serta anggota keluarga lainnya dikoordinir oleh mamak yang dituakan karena kecerdasasan, umur, serta pandai dari yang lainnya disebut dengan mamak tunggai. Sedangkan dalam kehidupan yang lebih luas seperti suku, mamak dipimpin oleh penghulu bergelar datuk.

 

Secara umum mamak atau sadara laki-laki ibu berperan dalam mengurus kepentingan anggota keluarga yang tinggak bersama di rumah gadang termasuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, membimbing anak saudar perempuan (kemenakan), melaksanakan upacara adat, menyelesaikan masalah serta kepada keluarga yang mewakili keluarga di luar rumah gadang.

Sebagai sumber kehidupan ekonomi keluarga rumah gadang atau keluarga saparuik diambil dari harta pusak dalam bentuk sawah dan ladang yang dikelola serta diurus oleh mamak bersama keluarga lainnya. Mamak dalam masyarakat Minangkabau berkewajiban untuk menambah harta pusaka tersebut demi kesejahteraan kemenakan dan saudara perempuannya. Hubungan antara saudara laki-laki ibu (mamak) dengan anak saudara perempuan (kemenakan), maka tebentuklah kesatuan hubungan bamamak bakamanakan (bermamak berkemenakan). Hubungan tersebut bersifat diagonal, yaitu sebagai mamak dari anak saudara perempuan dan sebagai kemenakan dari sauara laki- laki ibunya yang merupakan kesatuan hubungan keterladanan dalam adat Minangkabau.

Kemenakan dipandang sebagai pelanjut tradisi keluarga atau kaum karena harta pusaka, gelar pusaka (pusako) digariskan kepadanya.

 

Mamak merupakan pelindung dan membina kemenakan sehingga dikemudian hari kemenakan dapat mengantikannya sebagai penanggung jawab dan penerus kelangsungan hidup keluarga. Bimbingan mamak datuk atau kepala suku, mamak tungganai (pemimpin rumah gadang) serta mamak lainnya terhadap kemenakan sangat diharapkan sebagai pewaris anggota rumah gadang kemudian hari. Begitu juga sebaliknya mamak tanpa memeliki kemenakan ibarat tambek nan indak baransang, idjuak nan indak basaga. Maksudnya kemenakan diharapkan sebagai pelindung kaum kerabat, penyambung garis keturunan dan pewaris harta pusaka.

 

Namun Selepas abad 19, lapangan pekerjaan sebagai petani di Minangkabau mulai bergeser ke sektor lain, seperti pedang, pegawai dan sebagai. Hata penghasilan semakin menonjol dibandingkan dengan harta pusaka. Harta pusaka tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarga, karena pertumbuhan penduduk semakin pesat. Keluarga saparuik (satu nenek) memecah diri menjadi keluarga samande (satu ibu) dan kehidupan tergantung dengan harta penghasilan sumando. Mamak mulai melepaskan tanggung jawabnya terhadap saudara perempuan dan kemenakannya.

 

Semenjak berdirinya sekolah di lingkungan masyarakat Minangkabau, surau sebagai pusat pendidikan informal mulai ditinggalkan. Mamak dan kemenakan berkumpul di surau untuk mempelajari adat-istiadat tidak ditemukan lagi. Sebagian besar masyarakat berangkat ke rantau dan tinggal bersama anak dan istinya. Pendidikan anak dilakukan oleh sumando dan saudara perempuan. Apabila anak sudah beranjak dewasa si serahkan ke sekolah. Setelah berdirinya sekolah formal, masyarakat Minagkabau dapat belajar agama di sekolah tersebut. Surau sebagai pusat pendidik agama telah mulai ditinggalkan, mamak danke menakan berkumpul di surau untuk mempelajari agama tidak ditemukan. Surau setelah berubah menjadi musallah dibuka waktu sembahyang datang. Pendidikan agama untuk kemenakan diberikan oleh saudara perempuan dan sumando dalam keluarga samande. Keterbatasan waktu sumando untuk memberikan pelajaran agama kepada kemenakan, maka kemenakan diserahkan ke Ibtidaiyah serta sekolah untuk mempelajari agama. Kemenakan diharapkan oleh sumando dan saudara perempuan taat menjalankan sembahyang lima waktu serta dapat membaca Al Quran dengan lancar. Ada juga Pelajaran silat masa silam diberikan oleh mamak, dewassa ini tidak ditemukan lagi. Kemampuan bersilat dewasa ini jarang dimiliki oleh laki-laki Minangkabau. Bagi kemenakan laki-laki yang berminat untuk mempelajari silat sebagai olah raga bela diri, dipelajari melalui perguruan silat yang dibimbing oleh guru dipandang menguasainya. Untuk melestarikan seni bela diri tersebut, maka setiap tahun pemerintah daerah setempat mengadakan lomba silat yang diikuti oleh perguruan silat yang ada di sekitarnya. Begitu juga pertunjukan randai sebagai seni tradisional Minangkabau. Jarang sekali diadakan disetiap nagari.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS