Ticker

6/recent/ticker-posts

Nama-nama bulan yang unik di Kabupaten Padang Pariaman

 

Foto dok

Oleh: Tiara Eliza

Mahasiswi sastra daerah Minangkabau, fakultas ilmu budaya, universitas andalas


Penyebutan bulan pada penanggalan Masehi sudah sering didengar oleh orang banyak. Seperti halnya Bulan Januari yang merupakan nama awal bulan di tahunnya dan Bulan Desember adalah bulan akhir di penanggalan Masehi. Dalam penanggalan Masehi ini terdapat hari-hari penting atau khusus yang mengharuskan menjadi tanggal merah, seperti hari kemerdekaan suatu bangsa, hari raya agama-agama tertentu dan hari-hari besar lainnya. Hal ini berbeda dengan di Kabupaten Padang Pariaman dalam penyebutan bulan pada penanggalan Masehi. Penyebutan bulan ini terdengar unik dan juga aneh, dalam penyebutannya ini masih menggunakan nama-nama lokal dalam masyarakat. Keunikan ini menggambarkan suatu tradisi yang dilakukan pada masing-masing bulan.

Dalam penyebutan bulan bagi masyarakat terbilang 12 (dua belas) yang dimulai dari Bulan Sura, Bulan Sapa, Bulan Muluik, Bulan Adiak Muluik, Bulan Adiak Muluik Kaduo, Bulan Caghai, Bulan Sumbareh, Bulan Lamang, Bulan Puaso, Bulan Gayo, Bulan Adiak Gayo, dan Bulan Gayo Haji. Penyebutan nama-nama bulan ini hanya akan ada di Kabupaten Padang Pariaman. Di bulan-bulan ini akan terdapat tradisi, perayaan-perayaan dan larangan yang harus di jalankan, dipatuhi dan ditaati oleh masyarakatnya. Hal ini tentu tidak terdapat dalam sistem penanggalan Masehi, tetapi perayaan-perayaan ini hanya ditandai dalam pemikiran masyarakat pemilik tradisi tersebut. 

Pada Bulan Sura sendiri diambil berasal dari Bahasa arab Syahrulloh (bulan Allah) yang berarti bulan yang disucikan oleh Allah, bisa dilihat bahwa bulan ini identik dengan kesunyian dan peribadatan. Sebab pada awal bulan ini masyarakat akan melakukan kegiatan mandoa, karena kesucian bulan ini masyarakat dilarang melakukan pernikahan dan pesta perkawinan. Bulan ini juga merupakan awal tahun dalam kedender islam, yang mana dalam bulan ini terdapat sejarah lampau yang selalu diperingati atau dilaksanakan yaitu tradisi tabuik. Tradisi ini dilakukan untuk memperingati cucu nabi Muhammad SAW.  Perayaan tersebut juga merupakan wujud syukur dan perayaan datangnya bulan muharam.

Kemudian Bulan Sapa mengacu pada Bulan Safar dalam kelender islam. Seperti kebiasaan pada bulan ini yaitu selalu mengadakan basapa di Ulakan Tapakis. Basapa dengan maksud untuk merayakan bulan sapa dalam bentuk pergi berziarah ke makam syekh Burhanuddin yang bermakam di ulakan tapakis. Syekh Burhanuddin merupakan sosok ulama yang berpengaruh dan berjasa dalam mengembangkan agama islam di Minangkabau. Untuk mengenang jasa-jasa dari sang syekh maka generasi tarekat sataryah melaksanakan suatu tradisi yang biasa disebut wisata rohani yang kemudian dikenal oleh masyarakat luas dengan Basapa.

Penyebutan Sapa Ketek dan Sapa Gadang dilihat dari bagaimana kondisi dari penziarah yang datang, untuk Sapa Ketek, hanya masyarakat dilingkungan terdekat yang pergi dan untuk Sapa Gadang, akan banyak yang berdatangan dari luar daerah. Hal yang menarik dari Basapa ini adalah setiap penziarah memiliki suraunya masing-masing, surau ini sengaja didirikan oleh penziarah itu sendiri dan nama-nama surau itu mencirikhaskan dari mana asal dari penziarah

Lalu Bulan Muluik merupakan proses penyambutan dengan kegembiraan melimpah ruah atas kelahiran Nabi Muhammad SAW. Karena kegembiraan inilah masyarakat mengadakan acara untuk memperingati kelahiran Nabi. Pada bulan ini akan dilakukan sebuah tradisi yang bernama Muluik, Muluik akan dilakukan selama dua hari. Dalam dua hari ini masyarakat akan membuat lamang dan minum kopi pada hari pertama. Tradisi ini akan dilakukan pada saat malam harinya di surau atau musajik. Minum kopi merupakan menghidangkan makanan seperti kue-kuean, buah-buahan, dan makanan dalam bentuk lainnya untuk disajikan kehadapan rang siak. Malam harinya juga akan diceritakan bagaimana Nabi Muhammad SAW lahir sampai akhir hayatnya dalam mengembangkan ajaran islam. Lalu untuk hari kedua masyarakat akan membawa makan bajamba, selama sebulan penuh muluik akan dilaksanakan disetiap surau yang ada dinagari itu secara bergantian.

Selanjutnya Bulan Adiak Muluik, pada bulan ini masih sama dengan bulan sebelumnya dimana pada bulan ini juga akan dilaksanakan Muluik di surau-surau disetiap Korong di daerah tersebut. Muluik akan dilaksanakan secara bergantian dan ada berapa banyak surau maka akan dilaksanakan juga muluik disana, walaupun surau itu kecil. Kemudian bulan adiak muluik kaduo, yang mana bulan ini akan melaksanakan muluik disurau kaum. Prosesinya masih sama dengan tradisi muluik pada umumnya, seperti membuat lamang, minum kopi, dan makan bajamba. Untuk tamu yang diundang pun terdiri dari kaum yang berbeda, hal ini untuk mempererat tali silahturahmi antar kaum.

Untuk selanjutnya ada Bulan Caghai dianggap bulan kosong, bulan ini menjadi pemisah antara Bulan Muluik dengan bulan menjelang puasa. Sebagai bulan pemisah atau bulan perpisahan, maka pada bulan ini dilarang untuk melakukan pernikahan. Lalu Bulan Sumbareh berkaitan dengan membuat makanan yang disebut sumbareh. Sumbareh merupakan makanan yang mirip dengan kue serabi dan disantap dengan manisan yang terbuat dari gula atau saka anau. Seperti biasa, di Kabupaten Padang Pariaman dalam membuat makanan khas ini akan ditutup perayaan dengan mandoa. Tradisi yang dilakukan pula dalam bulan ini yaitu maanta ka rumah bisan, dengan membawa makanan dan juga tidak lupa pula sumbareh.

Kemudian Bulan Lamang, yang bisa dilihat dari nama bulan ini sudah tentu makanan khas lamang menjadi tradisi yang dilakukan masyarakat di Kabupaten Padang Pariaman ini. Lamang akan dibuat sebanyak apa yang kita mampu dan akan ada mangaji menjadi bentuk mandoa kepada Allah SWT. Untuk keselamatan orang yang telah meninggal. Orang-orang akan datang kerumah dan akan diberikan lamang kepada mereka sebagai buah tangan dari pihak keluarga dan untuk rang siak yang di undang akan di berikan pula lamang untuk mereka. Di bulan ini walau tidak dilarang masyarakat untuk melakukan pernikahan, tetapi bulan ini disebut bulan tangung karna sebentar lagi memasuki bulan puasa.

Untuk Bulan Puaso masyarakat sangat menantikan malam 27 hari puasa atau malam Lailatul Qadar, pada mala mini masyarakat akan membakar lilin dihalaman mereka dan akan dilanjutkan kesurau untuk melaksanakan sholat badabuak. Selanjutnya ada Bulan Gayo, pada bulan ini akan dihitung setelah sholat hari raya idul fitri hingga sebulan penuh. Masyarakat akan melakukan tradisi menyembelih kerbau, penyembelihan akan dilakukan oleh labia atau tuangku surau dan pembagian akan di lakukan secara gotong royong. Daging akan di ongok-ongok kan dan akan dibeli oleh masyarakat yang hendak membelinya. Pada hari kedua hari raya akan dilaksanakan tradisi makan gulai baga bagi pengantin baru. Pada hari ketiga masyarakat akan pergi berziarah ke makam-makam keluarga mereka.

Pada Bulan Adiak Gayo, erat kaitannya dengan bulan sebelumnya. Dalam hal ini masyarakat lebih banyak melakukan aktifitas dirumah saja, karena kerabat yang dirantau pulang maka mereka akan menghabiskan waktu dengan kerabat atau dunsanak yang dikampung untuk melepas kerinduangn diantara mereka. Bulan ini juga termasuk bulan suci yang penuh dengan semarak dan kegembiraan. Lalu bulan selanjutnya yaitu gayo aji atau bulan haji, bulan ini juga hampir mirip dengan bulan gayo, orang-orang akan pergi ke musajik untuk melaksankan sholat idul adha. Setelah selesai sholat masyarakat akan menyembelih hewan kurban dan dibagikan kepada masyarakat secara Cuma-Cuma.

Jadi itu lah penyebutan bulan-bulan di kabupaten padang pariaman. Nama-nama bulan ini telah ada sejak nenek moyang mereka. Kearifan lokal yang disuguhi menjadi daya Tarik yang unik dan disetiap bulannya terdapat tradisi yang akan dilaksanakan.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS