Oleh :
Fajar Rizal Maulanau
Sastra Daerah Minangkabau
Universitas Andalas
Cerita lisan merupakan salah satu gendre sastra lisan, cerita ini di sampaikan secara mulut ke mulut. Semua orang boleh menceritakannya, karena cerita itu milik kolektif, asal punya kemampuan menjadi penutur. Dalam cerita itu sering kali dinyatakan bahwa kisah ini berasal dari realita. Cerita lisan memiliki ciri-ciri yang disampaikan secara turun-temurun, kaya akan nilai luhur, memiliki banyak versi dan variasi dan mempunyai bentuk-bentuk klise dalam penyampaiannya. Fungsi dari cerita lisan sendiri ialah sebagai sarana hiburan, pendidikan, dan sebagai sarana pengukuhan nilai-nilai sosial budaya yang berlaku dalam masyarakat.
Nah dari penjelasan diatas tentunya Anda sebagai pembaca telah memahami apa itu cerita lisan, kali ini saya akan menjelaskan cerita lisan si panyambah setan bukik tungku tigo sajarangan yang artinya (si penyembah setan bukit tungku tiga sejarangan). Bukik Tungku Tigo Sajarangan atau yang lebih dikenal dengan bukik Nobita, bukit ini berada kelurahan kampung jua. Nah bukit ini mempunyai cerita yang lumayan cukup banyak diketahui oleh masyarakat pengambiran,
Berdasarkan hasil wawancara yang saya lakukan dengan salah satu masyarakat yang bertepat tinggal di bukit ini. Narasumber menceritakan cerita yang masih dipercayai oleh sebagian besar masyarakat yang masih bertempat tinggal di sekitaran lereng bukit ini. Jadi ada cerita yang tersebar di lereng bukit ini, dimana pada dahulunya masyarakat yang bertempat tinggal di sekitaran lereng bukit ini. Jadi di atas bukit ini ada tiga buah batu yang besar mengelilingi pohon besar yang jaraknya itu agak berjauhan, jadi sajarangan ini artinya berjauhan, nah cerita yang berkembang di masyarakat setempat ialah pada dahulunya ada seorang laki-laki paruh baya yang umurnya sudah lebih setengah abad, nah menurut cerita yang beredar laki-laki paruh baya ini tinggal di lereng bukit ini, laki-laki paruh baya ini tidak memiliki pekerjaan yang jelas, kadang pekerjaannya berkebun, kadang menolong orang yang mintak tolong untuk menyabit rumput tentu dengan upah bayaran.
Pernah sekali ada seorang warga masyarakat yang juga tinggal di sekitar lereng bukit ini, jadi orang ini baru pulang dari berkebun, biasanya masyarakat setempat berkebun tidak jauh dari rumah mereka, nah orang yang baru pulang berkebun ini setiap hari selalu lewat di depan rumah laki-laki paruh baya ini, jadi orang yang baru pulang berkebun pada sore hari ini seperti biasanya lewat di depan rumah laki-laki paruh baya itu dan melihat laki-laki tersebut sedang menghadap ke sebuah pohon besar yang ada di belakang rumah laki-laki paruh baya tersebut, laki-laki tersebut sedang mengucapkan sesuatu yang di yakini oleh orang yang baru pulang berkebun tersebut ialah sebuah mantra-mantra, sebab tidak jauh dari kaki laki-laki paruh baya tersebut tergeletak dua ekor ayam hitam jantan yang sudah di sembelih lehernya.
Ketika waktu itu orang yang beru pulang berkebun tersebut meninggalkan begitu saja laki-laki paruh baya tersebut, karena berdiri bulu kuduk orang baru pulang dari kebun tersebut dan di tambah hari sudah semakin gelap sehingga mendatang aura yang dingin.
Pada keesokan harinya orang yang melihat laki-laki paruh baya tersebut melihat lagi apa yang dia lihat kemarin, apa yang dilakukan laki-laki paruh baya tersebut persis sama seperti apa yang dilakukannya kemarin. Dengan mengucap-ucapkan kata-kata yang asing serta adanya dua ekor ayam hitam jantan yang sudah disembelih.
Seiring berjalannya waktu laki-laki paruh baya tersebut terus menerus melakukan apa yang dia lakukannya di sore hari, sampai orang yang selalu lewat di depan rumah laki-laki paruh baya tersebut mengabaikan apa yang dia lihat. Sampailah pada saat orang-orang yang bertempat tinggal di selereng bukit mengetahui apa yang dilakukan laki-laki paruh baya tersebut, dikarenakan persebaran berita mulut ke mulut yang sangat cepat. Tapi masyarakat yang mengetahui hal itu tidak sama sekali menegur bahkan bertanya apa yang di lakukan oleh laki-laki paruh baya tersebut dikarenakan mereka takut akan terjadinya hal-hal aneh kepada keluarga mereka.
Seiring berjalannya waktu tibalah ajal dari laki-laki paruh baya tersebut, barulah masyarakat setempat mengetahui apa yang dilakukan oleh laki-laki paruh baya tersebut pada masa hidupnya, masyarakat pun enggan untuk bertanya kepada keluarga laki-laki paruh baya tersebut. Masyarakat tahu kalau apa yang dikerjakan oleh aki-laki paruh baya itu ialah membaca manto (mantra) di dekat pohon dengan tujuan menyembah setan, entah apa maksud dan tujuan dari laki-laki paruh baya tersebut masyarakat masih belum mengetahuinya.
Setelah kematiannya, arwah laki-laki paruh baya itu bergentayangan di kampung lereng bukit itu, masyarakat mengatakan bahwa arwah laki-laki paruh baya tersebut berkata bahwa arwahnya masih tertahan di bumi dan di tahan oleh setan-setan yang ia sembah semasa hidupnya, sehingga membuat para masyarakat yang tinggal di sekitar itu merasa tidak nyaman karena di gentayangi oleh arwah laki-laki paruh baya itu, karena kejadian tersebut masyarakat yakin bahwa penyebab gentayangan arwah laki-laki itu ialah pohon besar tempat menyembah laki-laki itu belum di potong, dengan kegelisahan itulah masyarakat bergotong royong memotong pohon tersebut. Semenjak di potongnya pohon tersebut masyarakat tidak pernah lagi di ganggu oleh arwah laki-laki paru baya tersebut.
Dengan adanya cerita lisan tersebut menandakan bahwa daerah pengambiran masih memegang teguh nilai-nilai sosial budaya yang berlaku di masyarakat, dan cerita lisan ini juga bisa menjadi sarana pembelajaran untuk anak-anak di sekitaran lokasi cerita lisan yang ada, poin pembelajaran hanya ada satu Tuhan di alam semesta ini yaitu Allah SWT, tidak ada Tuhan selain allah untuk disebah,
0 Comments