Ticker

6/recent/ticker-posts

Pengaruh Pandemi Terhadap Aktivitas Tradisi Lokal

foto dok

Oleh: Randu Sunerta Randu Sunerta. Mahasiswa dari Sastra Daerah Minangkabau, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas. 



Tradisi atau kebiasaan adalah sebuah bentuk perbuatan yang dilakukan berulang-ulang dengan cara yang sama. Sedangkan dalam KBBI V yaitu sebuah kebiasaan yang dilakukan secara turun-temurun yang masih dijalankan dalam masyarakat. Di era pandemi ini pelaksanaan tradisi lokal menjadi sedikit terhambat dengan munculnya istilah lockdown yang dikeluarkan langsung oleh pemerintah. Pandemi sendiri dalam KBBI V memiliki arti yaitu wabah yang berjangkit serempak di mana-mana, meliputi daerah geografis yang luas.

WHO (World Health Organization) secara resmi mendeklarasikan virus Covid-19 sebagai pandemi. Virus ini pun berdampak pada interaksi sosial dalam masyarakat yang mengharuskan setiap individu menghindari kerumunan masa serta menjaga jarak dengan individu lainnya. Dalam hal ini terjadi anomali di berbagai wilayah yang mengakibatkan krisis baik dalam bidang ekonomi, moneter, kebudayaan, dan sebagainya.

Dalam persoalan kebudayaan tepatnya di Minangkabau, banyak tradisi lokal yang membatu akibat dari lockdown sendiri, gelanggang-gelangang yang ditinggalkan para penari, pisau keramat yang kehilangan akrobat, dan hal lainnya yang mencangkup perihal budaya. Meskipun begitu lockdown itu sendiri adalah keputusan yang bijak dilakukan oleh pemerintah untuk keamanan masyarakatnya. Pada masa pandemi ini mungkin pelaksanaan tradisi lokal memang sedikit minim terjadi disebabkan aturan yang dikeluar dari atas (pemerintah), proses ini mungkin akan mengakibatkan tradisi tersebut kehilangan eksistensinya dalam kurun waktu yang sementara.

Persoalan ini pun tiba pada puncaknya yaitu di pertengahan 2020 yang mematikan segala aktivitas masyarakat. Secara perspektif penulis, tradisi basilawek yang terdapat di daerah saya yaitu di Pesisir Selatan, kecamatan Bayang jauh merosot. Basilawek merupakan sebuah tradisi yang dilakukan pada saat ada kemalangan atau lebih tepatnya dilaksanakan sesudah si mayat dikuburkan dengan bertujuan menjalin silaturahmi serta menghibur keluarga almarhum yang di tinggalkan selama-lamanya. Dalam perihal ini masyarakat justru tidak ingin atau takut melakukan aktivitas budaya yang telah diwarisi sejak zaman dulu dikarenakan penyebaran virus tidaklah begitu muskil. Jangankan melaksanakan aktivitas menjenguk pun masih ada keraguan dan dicampur rasa takut akan keberadaan virus tersebut.

Bukan hanya itu kebiasaan yang sering dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga pun ikut terjerumus, seperti berkumpul bersama, pengajian, arisan, rutinan dan hal sebagainya. Dalam konteks ilmu budaya dan hadirnya pandami, situasi ini mungkin menjadi pemikiran bercabang bagi segelintir golongan masyarakat dan budaya yang berbeda-beda dengan demikian, masyarakat mungkin saja canggung terhadap kebudayaan yang telah mereka wariskan dari nenek moyang hingga generasi selanjutnya seketika mati dalam sekejap, di sisi lain mereka juga takut akan keberadaan virus ini yang berdampak buruk pada kesehatan mereka serta hal ini pun justru juga bisa memicu budaya asing menyongsong masuk ke dalam suatu budaya yang bersangkutan. Berupa itu dalam masa pandmi ini, penulis merangkai beberapa poin yang di antaranya memiliki satu dampak dan dua lainnya yaitu pencegahan serta hal yang memiliki sangkut paut tentang kebudayaan.


Terjadinya Anomali Dalam Kebudayaan


Hal ini justru merujuk pada kebiasaan yang sering dilakukan masyarakat pada umumnya meliputi aktivitas mereka sendiri. Dalam hal ini kebudayaan yang sering mereka lakukan barangkali akan jauh dari prospek yang telah mereka rangkul selama bertahun-tahun, dalam ruang lingkup pandemi bisa saja terjadi anomali dalam kebudayaan itu sendiri. Memang seiring berjalannya waktu pasti akan ada suatu perubahan sebagaimana yang dikemukakan oleh Nanang Martono, yaitu pada dasarnya tidak ada masyarakat yang tidak berubah, walaupun dalam tarap yang paling kecil sekalipun, masyarakat (yang di dalamnya terdiri atas banyak sekali individu) akan selalu berubah. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan kecil sampai pada taraf perubahan yang sangat besar yang mampu memberikan pengaruh yang besar pada aktivitas atau perilaku manusia. Perubahan dapat mencakup aspek yang sempit maupun yang luas. Aspek yang sempit dapat meliputi aspek perilaku dan pola pikir individu. Aspek yang luas dapat berupa perubahan dalam tingkat struktur masyarakat yang nantinya dapat mempengaruhi perkembangan masyarakat di masa yang akan datang.

Selain itu kita sebagai masyarakat yang berbudaya justru harus memperkuat akan keyakinan itu sendiri untuk menegakkan keaslian tanpa terjadinya asimilasi dalam kebudayaan. Hal ini mungkin akan mencegah terjadinya anomali dalam masa pandemi yang pada dasarnya air tetaplah air dan minyak tetaplah minyak masyarakat harus mencegah itu terjadi dan tetap menjadi air walaupun satu wadah dengan minyak (kebudayaan asing).


Hilangnya Kebudayaan


Dalam hal ini yaitu tentang hilangnya suatu kebudayaan akibat dari pandemi yang menyerang suatu negeri tersebut begitu kecil ruangnya (sangat kecil persentasenya), namun hal sedemikian rupa barangkali bisa terjadi. Hari terus berlalu dan waktu terus berputar orang tertua di suatu wilayah mulai berkurang dan jiwa kebudayaan itu sendiri pun masih belum menyatu dengan jiwa muda sekarang, hal ini justru yang akan mendatangkan dampak hilangnya suatu kebudayaan tersebut. Pada masa pandemi ini pula terhambatnya interaksi kebudayaan dengan pewarisnya yang menjerumuskan seorang individu (pewaris kebudayaan) mencari-cari kebiasaan baru dan meninggalkan kebiasaan lama. Di rumah contohnya kebiasaan yang dilakukan generasi zaman sekarang tidak lain hanya bermain hand phone dan menonton televisi. Kebiasaan inilah yang akan menumbuhkan benih baru yang membuat generasi tersebut bermalas-balas atau hal lain seperti ia menonton suatu hal lain yang bernilai atau menumbuhkan kebudayaan dunia Barat. Tanpa mereka sadari media online telah mempengaruhi mereka tahap demi tahap menghadirkan kebudayaan baru.

Pada masa pandemi ini masyarakat terutama golongan muda harus taat akan aturan lockdown yang telah ditetapkan pemerintah, yang mewajibkan setiap individu atau kelompok untuk tetap di rumah atau mengurung diri (shut himself). Pada masa inilah kita sebagai masyarakat yang berbudaya harus berhati-hati akan ancaman dari luar yang bisa menghilangkan eksistensi kebudayaan itu sendiri.


Solusi Menanggulangi


Sebagai manusia yang berbudaya pada masa pandemi ini ada baiknya aktivitas kebudayaan yang telah dipelajari tetap dijalankan walaupun hanya sebatas kemampuan. Kita sebagai generasi penerus kebudayaan itu sendiri harus tetap mengokohkan jiwa dari tradisi lokal yang telah diwariskan dari pangkalnya. Sebagai generasi milenial yang hidup pada era teknologi kita harus memanfaatkan hal itu untuk mengembangkan kebudayaan sendiri serta budaya-budaya lain yang dapat di pelajari baik meliputi eksternal mau pun internal. Mengulang adalah suatu perkembangan yang terjadi tanpa sebuah kesadaran, seperti angin yang tak henti-hentinya mengembara tanpa ada satu pun yang ditemui. Dalam perihal ini generasi muda bisa dengan mudah menanggulangi akan adanya anomali atau pun hilangnya suatu kebudayaan tersebut dengan cara "mengulang" dan seterusnya.

Cara yang lebih ampuh lagi barangkali adalah belajar kepada orang tua kita. Di saat guru dari golongan tertua itu tengah melawan lockdown masih ada orang tua (ibu dan bapak) yang bisa membimbing anak-anaknya sosialisasi tentang kebudayan itu senidir. Karena memang kita bisa berguru ke siapa pun asalkan ia tahu, sebagaimana pepatah dari Minangkabau "Alam takambang jadi guru" kita tidak perlu canggung akan pandemi ini dan harus tetap mewaspadai.

Kesimpulannya tidak lain hanya saja, pada masa pandemi ini kita sebagai masyarakat yang berbudaya harus tetap akan berbudaya karena pandemi sekali pun tidaklah menjadi suatu penghambat untuk terlaksananya tradisi kearifan lokal itu sebab kalau memang tidak ada orang dari luar atau pun perantau untuk apa kita takut. Kita juga bisa menerka-nerka bagaimana susah payahnya nenek moyang terdahulu (terkaan) mengkokohkan kebudayaan itu sendiri dan ketika sampai ke kita sebagai generasi muda malah membatu hanya karena pandemi. Hal ini barangkali menjadi pelajaran yang mungkin sedikit-banyaknya, barangkali akan ada pandemi selanjutnya atau hal lain, akan tetapi kita tidak boleh goyah akan kebudayaan kita (kecuali situasinya memang parah atau memang di daerah kita) dan akan tetap berbudaya sampai lain waktu.


Bayang, 2020

















Randu Sunerta. Mahasiswa dari Sastra Daerah Minangkabau, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas. 

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS