Ticker

6/recent/ticker-posts

Istilah Di Minangkabau Tentang "SIKOLA LAPAU"



Oleh : Putri Nopaliza



Sejak beberapa tahun yang lalu Bung Marzul Veri menggagas dan menjalankan suatu kegiatan yang disebut "Sikola Lapau". Sikola Lapau diadakan Marzul Veri dan kawan-kawan di lapau-lapau yang ada di Kabupaten Solok, Pesisir Selatan, Limapuluh Kota, Bukittinggi dan daerah lainnya. Kegiatan ini mendorong fungsi lapau sebagai wadah penambahan pengetahuan dan wawasan. 


Lapau dapat dikatakan sebagai salah satu pendidikan informal di ranah Minang. Lapau merupakan salah satu tempat penting dalam kehidupan sosial masyarakat Minang karena memiliki fungsi sebagai berikut ini;  


1) lapau merupakan tempat berbincang-bincang tentang informasi, pengalaman dan pengetahuan.


Di lapau masyarakat bisa memperbincangkan apa saja. Mulai dari perbincangan tentang persoalan sosial, ekonomi, budaya atau adat istiadat, politik, pendidikan serta persoalan pemerintahan mulai dari pusat sampai pemerintahan nagari. Bahkan isu dan masalah internasional dibahas di lapau-lapau. Keberhasilan orang-orang rantau dalam berdagang atau dalam karir juga tak luput dari pembahasan di lapau. Ketika para perantau Minang pulang ke kampung, biasanya mereka juga menyempatkan diri untuk pergi ke lapau mendengar informasi tentang perkembangan kampung halaman.


2) lapau, tempat belajar etika komunikasi. 


Biasanya siapa yang baru hadir, menyapa setiap orang yang sudah duduk di lapau. Kesantunan berkomunikasi dengan basa-basi mengajak mereka yang ada di lapau untuk minum bersama juga menjadi etika tak tertulis yang harus diperhatikan. Tutur kata juga harus dijaga karena orang-orang yang hadir di lapau juga beragam. Dari yang tua sampai yang muda, ada mamak dan kamanakan, ada sumando dan ipa-bisan dan terkadang ada niniak mamak yang juga biasa pergi ke lapau. 


3) lapau sebagai tempat permainan bagi kaum lelaki Minangkabau. 


Mengisi waktu sehabis bekerja di sore hari sampai malam hari dengan permainan domino, catur dan bermain kartu. Kegiatan-kegiatan seperti ini bisa dinilai positif jika hanya sebatas permaianan namun kalau hanya sudah bermain judi sudah berdampak negative. Biasanya lapau-lapau yang membiarkan orang bermain judi juga mendapat citra negatif termasuk mereka yang biasa bermain judi di sana. 


4) lapau tempat belajar menyampaikan pemikiran melalui bercerita dan berdiskusi. 


Orang Minang juga memiliki tradisi lisan. Bercerita atau bertutur. Sehingga dalam tradisi sastra dan tradisi komunikasi dikenal istilah dengan “kaba” dan “ota”. “Kaba” merupakan istilah dalam tradisi sastra lisan Minang dan “ota” merupakan istilah dalam komunikasi orang Minang. Dalam mengekpresikan kebiasaan “maota” itu masyarakat Minang juga selalu membutuhkan tempat seperti lapau.  “Maota-ota” di lapau bagi laki- laki Minang juga dilakukan pada sore hari atau malam hari setelah bekerja. Saat bercerita di lapau seseorang tidak bisa mengarang-ngarang cerita atau dalam istilah orang Minang dikatakan sebagai “Gadang Ota” atau pembual. Mereka yang pembual tidak akan dipercayai orang-orang di lapau karena setiap pembicaraan akan mendapat penilaian dan tanggapan. Pembicaraan atau diskusi di lapau sama dengan focus group discussion (FGD). Setiap informasi yang disampaikan akan dilakukan cross check oleh mereka yang hadir. 


5) Lapau tempat melatih kemandirian dan kemampuan adaptasi dengan lingkungan. 


Keadaan ini berpangkal dari pola pengasuhan anak lelaki Minangkabau. Pada masa lalu, anak laki-laki dipandang kurang tepat selalu berada di dalam rumah keluarganya. Lelaki yang biasa tinggal di dalam rumah cenderung dinilai kurang bagus dalam pergaulan masyarakat. Pandangan ini muncul akibat pengaruh dari pola matrilineal masyarakat Minangkabau yang mewariskan rumah kepada anak perempuan. Karena faktor keadaan tersebut, proses pembinaan kemampuan berinteraksi dan bersosialisasi bagi remaja dan pemuda Minangkabau selanjutnya terjadi di lapau-lapau. Konstruksi ini juga menjadikan anak laki-laki di Minangkabau cepat mandiri dan mampu beradaptasi dengan masyarakat di sekitarnya.


Secara tidak langsung lapau telah menjadi sekolah bagi kaum lelaki Minangkabau. Kekayaan kearifan lokal ini perlu dipertahankan dan perlu direvitalisasi untuk menjadi satu tempat pendidikan masyarakat. Lapau betul-betul dijadikan sebagai wadah transformasi nilai, ilmu, pengetahuan dan pengalaman yang bisa berdampak secara positif dalam memperkuat sumber daya manusia Minangkabau  atau masyarakat Sumatera Barat ke depan.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS