Ticker

6/recent/ticker-posts

Tingginya Risiko Bencana dan Fleksibilitas Jam Kerja Tim Rescue Tanggap Darurat Bencana


Penulis: Rahmat Fikri (1810322030)

Ice Lediza (1910322012)

Novita Kurnia Putri (1511420059)

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis yang tinggi akan risiko terjadinya bencana. Bencana tersebut biasanya disebabkan oleh faktor alam dan atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan juga dampak psikologis. Dibentuknya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 adalah sebagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia guna menanggulangi bencana yang sering terjadi di Indonesia (Ihdaa Zulqa, Ratna Herawati, Untung Sri Hardjanto, 2017). Berdasarkan Undang-Undang tersebut, dalam hal penyelenggaraan penanggulangan bencana, diselenggarakan oleh lembaga khusus yang disebut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) (Ihdaa Zulqa, Ratna Herawati, Untung Sri Hardjantom 2017). BNPB merupakan lembaga pemerintah nondepartemen setingkat menteri yang menyelenggarakan penanggulangan bencana pada tingkat nasional, sedangkan BPBD menyelenggarakan penanggulangan bencana pada tingkat daerah (Ihdaa Zulqa, Ratna Herawati, Untung Sri Hardjanto, 2017). Dengan dibentuknya tim penanggulangan bencana tersebut diharapkan dapat memudahkan untuk menghadapi bencana dengan perencanaan yang matang sehingga akan lebih efektif dalam pembagian jam kerja tim dan juga negara akan lebih siap dalam menghadapi bencana itu sendiri.

Bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan / atau non-alam sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Definisi bencana yang berikutnya menurut International Strategy for Disaster Reduction (Nurjanah dkk. 2011) adalah “Suatu kejadian, yang disebabkan oleh alam atau karena ulah manusia, terjadi secara tiba – tiba atau perlahan – lahan, sehingga menyebabkan hilangnya jiwa manusia, harta benda dan kerusakan lingkungan, kejadian ini diluar kemampuan masyarakat dengan segala sumberdayanya”.

Dengan besarnya risiko kerusakan yang akan ditimbulkan bencana, terdapat aktifitas-aktifitas yang bertujuan untuk mengurangi dampak dari bencana yang disebut sebagai penanggulangan bencana. Menurut Paripurano (2007) penanggulangan bencana adalah serangkaian kegiatan untuk mengurangi risiko bencana yang diakibatkan oleh gejala alam dan atau ulah manusia yang diselenggarakan oleh masyarakat sebagai pelaku utama dengan didukung oleh pemerintah dan pihak lainnya. Tahapan dalam penangulangan juga dapat dilakukan secara bertahap yakni dari pencegahan sebelum terjadinya bencana (prevention), penanganan saat bencana telah terjadi (response/intervention) dan pemulihan setelah benjir (recovery). Tahapan-tahapan tersebut dalam sebuah siklus kegiatan penanggulangan bencana yang saling berkesimbungan. 

Saat bencana terjadi fase yang harus dilalui yakni fase kesiapsiagaan merupakan fase dimana harus dilakukannya sebuah persiapan yang matang dengan memikirkan berbagai tindakan untuk meminimalisir kerugian yang ditimbulkan akibat terjadinya bencana serta menyusun sebuah perencanaan agar dapat dilakukan tindakan pertolongan serta perawatan yang efektif dan intensif pada korban bencana saat terjadi bencana tersebut. Menurut PBB ada 9 kerangka tindakan terhadap bencana yakni 1. Pengkajian terhadap kerentanan, 2. Membuat perencanaan (pencegahan bencana), 3. Pengrganisasian, 4. System informasi, 5. Pengumpulan sumber daya, 6. System alam, 7. Mekanisme tindakan, 8. Pendidikan dan pelatihan penduduk, 9. Gladi resik. 

Tahap tanggap darurat merupakan tahap penindakan atau pengerahan pertolongan untuk membantu masyarakat yang tertimpa bencana, guna menghindari bertambahnya korban jiwa. dari sudut pandang pelayanan medis, bencana lebih dipersempit lagi dengan membaginya menjadi “fase akut” dan “fase sub akut”. Dalam fase akut, 48 jam pertama sejak bencana terjadi disebut “fase penyelamatan dan pertolongan/pelayanan medis darurat”. Pada fase ini dilakukan penyelamatan dan pertolongan serta tindakan medis darurat terhadap orang-orang yang terluka akibat bencana. Kira-kira satu minggu sejak terjadinya bencana disebut dengan “fase sub akut”. Dalam fase ini, selain tindakan “penyelamatan dan pertolongan/pelayanan medis darurat”, dilakukan juga perawatan terhadap orang-orang yang terluka pada saat mengungsi atau dievakuasi, serta dilakukan tindakantindakan terhadap munculnya permasalahan kesehatan selama dalam pengungsian. Fase pemulihan merupakan fase dimana individu atau masyarakat dengan kemampuannya sendiri dapat memulihkan fungsinya seperti sedia kala (sebelum terjadi bencana). Tahap pemulihan meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya yang dilakukan pada tahap rehabilitasi adalah untuk mengembalikan kondisi daerah yang terkena bencana yang serba tidak menentu ke kondisi normal yang lebih baik, agar kehidupan dan penghidupan masyarakat dapat berjalan kembali. Tahap rekonstruksi merupakan tahap untuk membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak akibatbencana secara lebih baik dan sempurna.

Aktivitas yang dilakukan saat pengendalian bencana harus aktivitas yang bersifat kongkret atau nyata hal tersebut dikarenakan fase bencana adalah fase dimana dilakukan berbagai aksi darurat yang nyata untuk menjaga diri sendiri atau korban lain yang sedang terkena dampak dari bencana. Adapun aktvitas yang seharusnya dilakukan yakni 1. Instruksi pengungsian, 2. Pencarian dan penyelamatan korban bencana, 3. Menjamin keamanan di lokasi bencana, 4. Pengkajian terhadap kerugian akibat bencana, 5. Pembagian dan penggunaan alat perlengakpan pada kondisi darurat, 6. Pengiriman dan penyerahan barang material, dan yang terakhir 7. Menyediakan tempat pengungsian. 

Saat terjadinya bencana, ada tim rescue yang siap siaga untuk turun langsung ke daerah terjadinya bencana. Dibandingkan dengan pekerjaan lain, tim rescue memiliki jam kerja yang fleksibel, hal ini dikarenakan kemunculan bencana yang tidak dapat diprediksi. Jika tidak terjadi bencana tim rescue bisa rehat sejenak, namun tetap selalu siap dan siaga. Sebaliknya, jika terjadi bencana darurat tim rescue bisa bekerja lebih dari 24 jam sehari dengan menerapkan sistem shift. Menurut penulis hal ini cukup adil bagi tim rescue mengingat intensitas bencana yang cukup tinggi di daerah kita. Di saat bencana terjadi tim rescue dituntut untuk bekerja penuh bahkan tidak tidur semalaman. Untuk mengurangi risiko keletihan penulis menyarankan tetap diberlakukan sistem shift atau jaga bagi tim rescue dari lembaga BNPB atau BPBD.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan / atau non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Dengan besarnya risiko kerusakan yang akan ditimbulkan bencana, terdapat aktifitas-aktifitas yang bertujuan untuk mengurangi dampak dari bencana yang disebut sebagai penanggulangan bencana. Penanggulangan bencana adalah serangkaian kegiatan untuk mengurangi risiko bencana yang diakibatkan oleh gejala alam dan atau ulah manusia yang diselenggarakan oleh masyarakat sebagai pelaku utama dengan didukung oleh pemerintah dan pihak lainnya. Tahapan dalam penangulangan juga dapat dilakukan secara bertahap yakni dari pencegahan sebelum terjadinya bencana (prevention), penanganan saat bencana telah terjadi (response/intervention) dan pemulihan setelah benjir (recovery). Saat terjadinya bencana, ada tim rescue yang siap siaga untuk turun langsung ke daerah terjadinya bencana. Dibandingkan dengan pekerjaan lain, tim rescue memiliki jam kerja yang fleksibel, hal ini dikarenakan kemunculan bencana yang tidak dapat diprediksi. Jika tidak terjadi bencana tim rescue bisa rehat sejenak, namun tetap selalu siap dan siaga. Sebaliknya, jika terjadi bencana darurat tim rescue bisa bekerja lebih dari 24 jam sehari dengan menerapkan sistem shift. 



Daftar Pustaka

American Heart Association.(2010). Pediatric Basic Life Support. http://circ.ahajournals.org/ cgi/content/full/122/18_suppl_3/S685.

Aziz, N. F., Akashah, F. W., & Aziz, A. A. (2019). Conceptual Framework For Risk Communication Between Emergency Response Team and Management Team at Healthcare Facilities: A Malaysian Perspective. Disaster Risk Reduction.

Hagemann, V., Kluge, A., & Ritzmann, S. (2012). Flexibility under complexity: Work contexts, task profiles and team processes of high responsibility teams. Employee Relations.

Tsekourakis, I., Orlis, C., Ioannidis, D., & Tzovaras, D. (2012, October). A decision support system for real-time evacuation management and rescue team planning during hazardous events in public infrastructures. In International Conference on Transport Systems Telematics (pp. 1-9). Springer, Berlin, Heidelberg.

Twigg, J., & Mosel, I. (2017). Emergent groups and spontaneous volunteers in urban disaster response. Environment and Urbanization, 29(2), 443-458.

Underhil, S.L., Wood, S.L., Froelicher, E.S.S., &Halpenny. (2005). Cardiac Nursing. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins 

Zulqa, I., Herawati, R., & Hardjanto, U. S. (2017). Pelaksanaan tugas badan penanggulangan bencana daerah Kota Semarang berdasarkan peraturan daerah nomor 12 tahun 2010 tentang organisasi dan tata kerja badan penanggulangan bencana daerah Kota Semarang. Diponegoro Law Journal, 6(4), 1-16.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS