Ticker

6/recent/ticker-posts

Melirik Tradisi Maelo Pukek Nelayan Sumatera Barat

Oleh:
Siti Juhaira Fitri
Mahasiswa Sastra Minangkabau Unand


Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia. Sebanyak 17.499 pulau dari Sabang sampai Merauke serta memiliki luas total wilayah 7,81 juta km² yang terdiri dari 2,01 juta km² daratan, dan 3,25 juta km² lautan serta 2,55 juta km² Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Indonesia juga disebut sebagai Negara Maritim karena memiliki luas wilayah perairan lebih besar dari pada daratan. Tak heran kalau nenek moyang Indonesia dikenal sebagai pelaut yang hebat dan cucu-cucu generasinya banyak juga sebagai nelayan. Apalagi dengan letak Indonesia yang sangat strategis yang diapit oleh dua benua dan dua samudera yaitu benua Asia & benua Australia dan samudera Hindia dan Pasifik yang menjadikan Indonesia memilki banyak sumber kekayaan alam yang melimpah.
Masyarakat Indonesia khususnya yang tinggal di pesisir pantai, banyak sebagian dari mereka yang sumber mata pencahariannya sebagai nelayan. Nelayan adalah sebutan bagi orang-orang yang bekerja menangkap ikan dan biota lainnya yang hidup di perairan. Tepat pada hari ini, tanggal 6 April 2020 Indonesia memperingati Hari Nelayan Indonesia sebagai apresiasi jasa para nelayan Indonesia dalam upaya pemenuhan kebutuhan protein dan gizi bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Untuk tahun ini Hari Nelayan diperingati untuk ke-60 kalinya. Dengan segala daya dan upaya nelayan Indonesia memberikan hasil tangkapannya untuk rakyat Indonesia.
Ada berbagai macam cara dan teknik yang dilakukan oleh nelayan-nelayan di Indonesia untuk menangkap ikan di laut. Salah satunya ada di wilayah pesisir pantai Sumatera Barat yaitu Pantai Purus Padang. Masyarakat nelayan disana memilki salah satu tradisi unik untuk menangkap ikan di laut, yaitu Tradisi Maelo Pukek. Tradisi ini sudah ada dari nenek moyang dahulunya dan sampai hari ini masih ada yang melakukannya. Maelo Pukek dalam bahasa Indonesia disebut juga dengan Menarik Jala. 
Cara ini dilakukan dengan membentangkan pukek (jala) yang luasnya sekitar 1 km.  Mulai dibentangkan dari titik pertama kapal berlayar menuju ke tengah lautan hingga membentuk setengah lingkaran dan sampai ke titik kedua kembali lagi ke tepi pantai. Pada titik pertama sekitar 10 orang yang memegang dan menarik pukek (jala) itu dan titik kedua yang akan menyambut ujung talinya kira-kira 10 orang  juga dan di tengah-tengah pukek (jala) yang berbentuk setengah lingkaran itu  semua ikan-ikan terperangkap.
Tradisi Maelo Pukek ini bersifat gotong royong dan siapa saja boleh ikut menarik pukek (jala) dan tidak semua pukek (jala) menggunakan jumlah anggota yang sama. Semakin banyak orang yang ikut menarik pukek (jala) maka semakin mudah dan cepat pula selesai di tarik. Biasanya Maelo Pukek ini dilakukan kira-kira pukul 7 pagi hingga jam 11 an. Cara menangkap ikan yang unik ini juga melatih kesabaran dan ketekunan serta membutuhkan kerja keras & kerja sama. 
Biasanya nelayan melihat pertanda dari laut, jika banyak terlihat burung Camar di sekitar jala itu tandanya akan mendapat ikan yang banyak. Jika tidak, mungkin hasil tangkapannya sedikit dan bahkan kosong. Jika  pertanda itu ada, hasil tangkapan dari Maelo Pukek ini banyak, maka siapa yang ikut menarik pukek (jala) akan mendapatkan satu kantong plastik kira-kira 1 kg sebagai upahnya dari pemilik Pukek (jala) dan sisanya akan di jual ke pasar oleh pemilik Pukek (jala).
 Kehidupan nelayan sebagai penarik jala ini juga mengalami suka duka nya karena ini juga tergantung kepada keadaan cuaca. Jika cuaca tidak mendukung maka nelayan juga tidak bisa mencari ikan. Tantangan dalam Maelo Pukek juga ada yaitu panasnya terik mentari, kaki yang di injakkan ke pasir juga sangat terasa panas di samping itu kita juga mengeluarkan tenaga sekuat-kuatnya untuk menarik pukek (jala). Akan tetapi dengan suara sorakkan bersama semua itu bisa luluh dan terasa bersemangat. Semangat untuk memberi nafkah untuk anak dan isteri di rumah.
Menangkap ikan dengan Tradisi Maelo Pukek ini merupakan teknik yang ramah lingkungan dan tidak merusak biota laut. Ya, cara ini merupakan traditional dan bukanlah  dengan peralatan modern. Semoga tradisi ini masih dilakukan dan tidak di lupakan oleh para nelayan yang ada di pesisir pantai Sumatera Barat. Dan yang terpenting adalah kehidupan para nelayan juga bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia yang terciptanya kesejahteraan.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS