Sumatera Barat - Untuk mengatasi praktek tambang ilegal Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) sedang mengajukan solusi Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) ke pusat melalui Kementerian Sumber Daya Energi Mineral (ESDM). Kita menunggu penetapan WPR dulu yang ditetapkan sebanyak 301 blok yang terdapat di sejumlah WPR tersebut pada 9 daerah Kabupaten Sijunjung, Dharmasraya, Solok, Solok Selatan, Tanah Datar, Pasaman, Pasaman Barat, Agam dan Mentawai. Dan, pengajuan WPR terbanyak di Kabupaten Sijunjung sebanyak 106 blok, Dharmasraya 95 blok, kemudian Solok Selatan, Pasaman, Pasaman Barat, dan blok WPR yang paling sedikit daerah Agam.
Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sumbar, Helmi Heriyanto, ST, M. Eng menegaskan, sebanyak 301 blok WPR sama sekali tidak melibatkan pengusaha atau investor dan bukan pula dikelola oleh perusahaan seperti PT, tetapi hanya semata WPR diperuntukan pada tambang rakyat, ungkapnya ketika dikonfirmasi di kantornya pada Selasa 18 Nopember.
Helmi Heriyanto berharap penetapan dan pengesahan WPR ini dari Kementerian ESDM menjelang akhir tahun ini, katanya.
"Kita berharap pada Kementerian ESDM, mudah-mudahanlah pengesahan dan penetapan WPR untuk daerah Provinsi Sumbar menjelang akhir Desember ini", ujarnya.
Menurut Helmi Heriyanto, setelah pengesahan dan penetapan WPR oleh kementerian dalam tahun ini juga, sehingga dari awal tahun depan proses WPR dilanjutkan dengan perizinan pemberian Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dengan melengkapi dokumen-dokumen yang terkait dengan proses perizinan yang diperkirakan memakan waktu hingga 4-6 bulan nantinya.
Dijelaskannya, pemberian perizinan WPR dan IPR diperuntukkan pada masyarakat setempat atau kelompok koperasi setempat yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) selain dari melengkapi dokumen dan persyaratan untuk proses atau prosedur pengeluaran perizinan.
Ketika ditanyakan tentang pelaku tambang ilegal bisakah diperbolehkan mendapatkan izin WPR dan IPR ?
"Selagi dia masyarakat setempat, karena IPR itu diberikan kepada masyarakat setempat", ulas Helmi Heriyanto yang mengisyaratkan bahwa IPR bukan diberikan kepada pelaku tambang ilegal atau Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI), kecuali IPR untuk masyarakat setempat.
"Sepanjang mereka pemilik lahan sebagai masyarakat setempat maka izin IPR diberikan pada penduduk setempat", imbuhnya dengan tidak merincikan kategori siapa pun dia sebelumnya memperoleh IPR, tetapi prorioritas IPR untuk masyarakat setempat.
Bila diamati tentang rencana pengesahan blok WPR dan IPR oleh kementerian terkait, dan inilah tujuan pemberian izin blok WPR dan peruntukkan perizinan IPR dari pemerintah guna merubah prilaku masyarakat yang terjebak dengan praktek tambang ilegal sebelumnya.
Sedangkan pelaku tambang ilegal yang utamanya pelaku PETI di Sumbar lebih mengedepankan melakukan eksplorasi dengan menggunakan alat berat seperti excepator guna memburu harta karun.
Mungkinkankah pelaku usaha yang telah terlanjur selama ini melakoni praktek tambang ilegal atau PETI mau kembali berusaha untuk mengikuti aturan yang legal seperti IPR mereka masuk ke rongga blok WPR atau usaha tambang yang tidak diperbolehkan menggunakan alat berat atau sejenisnya guna eksplorasi serta melakukan eksploitasi di lahan IPR ?
Sehubungan dengan perihal ini pula, Kepala Dinas ESDM Sumbar, Helmi Heriyanto lebih menegaskan lagi tentang pemberantasan praktek ilegal maining karena melanggar Undang undang.
Untuk penegakan hukum bagi yang melanggar Undang undang tambang ilegal maining dimintakan kepada Aparat Penegak Hukum (APH) untuk memberantasnya seperti APH sebagai garda terdepanya adalah kepolisian, harap Helmi Heriyanto.
"Sampai sekarang koordinasi kita dengan APH berlangsung baik dan saling koordinasi dalam hal pemberian laporan yang terkait dengan praktek tambang ilegal atau praktek pelaku ilegal yang melanggar Undang undang", jelas Helmi.
Disebutkannya, tentang luas lahan untuk satu blok WPR maksimal 100 hektar, untuk pengelolaan satu blok WPR bagi kelompok koperasi maksimal 10 hektar, dan untuk pengelolaan skema WPR perorangan maksimal 5 hektar. Dan, semua blok WPR yang terdapat pada 9 daerah kabupaten tersebut terlepas dari kawasan hutan lindung, kecuali APL (Areal Penggunaan Lain). Dan, blok WPR apa bila terdapat bersentuhan dengan sungai pihak berwenang akan berkoordinasi dengan pihak yang menangani sungai, terang Helmi merincikan.
Dalam hal ini Helmi Heriyanto menghimbau dan berharap pada masyarakat bagi pelaku usaha yang beraktivitas tambang tanpa izin untuk menghentikan kegiatannya.(Obral Chaniago).
































0 Comments