Ticker

6/recent/ticker-posts

Membahas Makna Tersembunyi di Balik Peribahasa “Sataba-taba Pungguang Ladiang, Kok Diasah Tajam Juo

Oleh : Rahul Adelson, Mahasiswa Sastra Minangkabau, Universitas Andalas 


Dalam khazanah budaya Minangkabau yang kaya akan filosofi dan petuah, peribahasa bukan sekadar permainan kata. Ia adalah simbol, petunjuk arah, bahkan cermin kehidupan yang mengajarkan kita bagaimana bersikap dalam dunia yang penuh dinamika. Salah satu peribahasa yang memiliki kedalaman makna luar biasa adalah: “Sataba-taba pungguang ladiang, kok diasah tajam juo.”

Secara harfiah, peribahasa ini menggambarkan bagian belakang ladiang (sejenis alat pemotong atau parang) yang tidak lazim diasah, tetapi jika diasah dengan sungguh-sungguh, tetap bisa menjadi tajam. Namun seperti kebanyakan peribahasa Minangkabau, kekuatan sejatinya terletak bukan pada makna literal, melainkan pada makna simbolik dan filosofisnya. Ia mengajarkan tentang potensi, ketekunan, transformasi, dan nilai kemanusiaan yang sering terabaikan karena terbungkus dalam ketidaksempurnaan.


Dalam kehidupan, banyak orang yang merasa tidak memiliki keistimewaan. Ada yang lahir dalam keterbatasan ekonomi, pendidikan, fisik, atau status sosial. Mereka dianggap “bagian belakang ladiang” oleh standar umum masyarakat, tidak menonjol, bahkan kadang disepelekan. Namun peribahasa ini justru membalik persepsi itu. Ia menegaskan bahwa setiap orang memiliki potensi untuk menjadi "tajam" asal diasah dengan sungguh-sungguh.


Makna ini begitu kuat, terutama di tengah masyarakat modern yang sering terjebak dalam kehidupan yang tidak sempurnaan. Dunia seakan lebih menghargai siapa yang paling terang, paling cepat, paling sukses. Namun peribahasa ini hadir sebagai suara sunyi dari lembah-lembah kebijaksanaan, mengingatkan bahwa ketajaman bukan hak eksklusif mereka yang terlahir di ujung tombak, tetapi juga milik mereka yang berada di belakang, selama ada kemauan untuk diasah.


Pengasahan dalam peribahasa ini bukanlah proses instan. Ia adalah lambang dari kerja keras, kesabaran, dan konsistensi. Tidak ada besi yang tajam tanpa digesek. Demikian pula manusia, tidak ada yang matang tanpa diuji. Dalam pandangan Minangkabau, seseorang akan dihormati bukan hanya karena dia mampu, tetapi karena dia bersedia berproses “manjadi urang” dalam makna yang sejati.

Ketika seseorang yang dianggap “tidak berbakat” mulai belajar, mencoba, gagal, dan bangkit kembali, maka sesungguhnya ia sedang mengasah dirinya. Dan ketika ia akhirnya mencapai titik ketajamannya, dunia akan takjub. Bukan karena ia sempurna dari awal, tetapi karena ia berani menempuh jalan sulit dari keterbatasan menuju kekuatan.

Peribahasa ini juga menyimpan kritik halus terhadap kecenderungan manusia menghakimi dari penampilan luar atau prasangka pertama. Dalam konteks sosial, sering kali seseorang diabaikan karena tidak memenuhi ekspektasi umum: tidak fasih berbicara, tidak bergelar tinggi, tidak berpakaian rapi, atau tidak berasal dari keluarga terpandang.


Namun Minangkabau, dengan kebijaksanaan leluhurnya, menolak sikap seperti itu. Dalam peribahasa ini terkandung seruan: jangan remehkan siapa pun hanya karena ia tampak "tidak biasa." Karena dalam ketidaksempurnaan itulah kadang tersimpan kekuatan yang menunggu untuk diasah dan ditunjukkan.

Relevansi dalam Kehidupan Modern

Di era globalisasi dan kompetisi seperti saat ini, makna dari peribahasa ini semakin relevan. Banyak anak muda yang merasa kecil hati karena tidak lulus dari universitas ternama, tidak viral di media sosial, atau tidak punya jaringan yang kuat. Mereka merasa kalah sebelum bertarung. Namun, peribahasa ini memberikan harapan dan arah: asal mau diasah, semua bisa menjadi tajam. Apapun latar belakangmu, asalkan kamu konsisten belajar, terus berusaha, dan tidak menyerah, kamu tetap bisa menjadi ahli di bidangmu, dihormati oleh lingkunganmu, bahkan membawa perubahan besar.


Dari pandangan pendidikan, peribahasa ini bisa menjadi filosofi dasar dalam proses belajar-mengajar. Guru tidak seharusnya hanya fokus pada siswa yang “pintar secara akademis”. Karena ada banyak siswa yang terlihat pasif atau lemah, namun jika dipahami lebih dalam, mereka memiliki potensi luar biasa. Tugas pendidikan adalah mengasah semua sisi ladiang, bahkan bagian belakangnya. Dengan pendekatan yang tepat, dorongan yang sabar, dan lingkungan yang mendukung, siswa-siswa ini dapat menemukan keistimewaan mereka sendiri. Dan ketika mereka berhasil, maka keberhasilan itu jauh lebih bermakna karena diperoleh dari jalur yang tidak mudah.


Banyak tokoh besar dunia yang dulunya dianggap biasa, bahkan gagal. Thomas Edison pernah dikatakan tidak cocok untuk sekolah. Albert Einstein dianggap lambat berbicara. Oprah Winfrey dipecat dari pekerjaannya karena “tidak cocok tampil di TV.” Namun mereka semua adalah contoh dari bagian belakang ladiang yang diasah hingga akhirnya menjadi sangat tajam, bahkan mampu mengukir sejarah.


Di Indonesia sendiri, banyak tokoh yang lahir dari keluarga sederhana, meniti pendidikan dengan penuh perjuangan, namun akhirnya membawa perubahan besar. Mereka adalah bukti nyata dari filosofi Minangkabau ini bahwa asal diasah, ketidaksempurnaan pun bisa bersinar. 


Peribahasa “Sataba-taba pungguang ladiang, kok diasah tajam juo” bukan sekadar nasihat lama. Ia adalah seruan moral dan sosial yang menggema dari masa lalu untuk masa kini. Ia mengajak kita untuk:

• Tidak cepat menilai orang dari kekurangan atau tampilan luarnya.

• Memberikan kesempatan bagi semua orang untuk bertumbuh.

• Meyakini bahwa potensi bisa muncul dari mana saja bahkan dari tempat yang tak terduga.

• Menghargai proses perjuangan dan kerja keras sebagai inti dari ketajaman sejati.


Ketajaman bukan ditentukan oleh dari mana kita mulai, tetapi oleh seberapa keras kita mau diasah, dan seberapa lama kita bertahan dalam prosesnya.


Dalam dunia yang semakin kompetitif dan penuh tekanan untuk menjadi sempurna, peribahasa ini menawarkan pelipur sekaligus kekuatan: bahwa dari ketidaksempurnaan pun, bila digarap dengan tekun, akan lahir ketajaman yang tidak kalah hebatnya. Maka, mari kita asah diri kita, dan bantu orang lain untuk turut diasah karena setiap pungguang ladiang punya peluang untuk tajam.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS