Oleh: Windri Liraturahma, Mahasiswi Universitas Andalas Jurusan Sastra Minangkabau
Di Kanagarian Sijunjung, hiduplah seorang Syekh yang bernama Malin Bayan. Beliau adalah pewaris sekaligus pengelola Surau Simawuang yang berlokasi di Nagari Sijunjung, Jorong Tapian Diaro, Lalan, Kecamatan Sijunjung, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat. Keseharian beliau dihabiskan untuk belajar dan mengembangkan dakwah yang bersifat keagamaan. Syekh Malin Bayan dikenal sebagai sosok yang bijak dan dihormati oleh penduduk setempat. Kemampuannya dalam menyebarkan ajaran agama Islam menjadikan beliau sebagai tokoh sentral di daerah tersebut.
Dahulu kala, seorang ulama yang merupakan rekan dari Syekh Malin Bayan memberikan amanat berupa telur buaya. Telur tersebut dititipkan kepada Syekh Malin Bayan dengan pesan untuk dijaga dan dipelihara dengan baik. Syekh Malin Bayan menerima amanat tersebut dengan penuh tanggung jawab. Ketika telur itu menetas, ternyata buaya yang ada dalam telur tersebut adalah Buaya Putih. Buaya Putih tersebut tumbuh besar di bawah pengawasan Syekh Malin Bayan. Dalam perjalanannya, Buaya Putih ini tidak hanya menjadi hewan peliharaan tetapi juga bagian penting dari kehidupan spiritual di daerah tersebut.
Syekh Malin Bayan berpesan kepada Buaya Putih agar tidak mengganggu penduduk yang menetap di Kabupaten Sijunjung. Pesan ini dijalankan dengan baik oleh Buaya Putih. Setelah mendapat amanat dari Syekh Malin Bayan, Buaya Putih hidup menetap di Batang Sukam. Batang Sukam adalah sebuah sungai yang menjadi habitat alami Buaya Putih. Kehadiran Buaya Putih di sungai ini menambah misteri dan kekaguman penduduk setempat terhadap legenda ini.
Sang Buaya Putih bertahan hidup di Batang Sukam. Setiap kali cuaca hujan, Buaya Putih selalu datang, tetapi kehadirannya tidak pernah menampakkan diri ke permukaan. Kehadiran Buaya Putih ditandai dengan derasnya air sungai yang meluap ketika cuaca hujan, dan airnya pun tidak pernah surut atau kembali normal. Ini menandakan kehadiran Buaya Putih di sekitar sungai. Penduduk percaya bahwa fenomena alam ini adalah cara Buaya Putih berkomunikasi dengan dunia luar, meskipun tidak pernah memperlihatkan dirinya.
Buaya Putih akan pergi meninggalkan tempat tersebut apabila diberi makanan berupa kambing atau ayam. Ini menjadi semacam ritual yang dilakukan oleh penduduk setempat untuk menjaga hubungan baik dengan Buaya Putih. Kehidupan sehari-hari penduduk Sijunjung tidak lepas dari pengaruh kehadiran Buaya Putih. Setiap kali hujan deras, mereka akan segera melakukan ritual pemberian makanan agar air sungai kembali normal dan tidak meluap. Tradisi ini telah dilakukan secara turun temurun dan menjadi bagian dari budaya lokal.
Pantangan yang tidak boleh dilakukan ketika berada di tepi sungai adalah meletakkan kaki di ujung tepi sungai, apalagi sampai menyentuh permukaan air sungai. Hal ini dianggap sebagai tindakan yang dapat memancing Buaya Putih untuk melakukan hal yang berbahaya. Penduduk sangat menghormati aturan ini dan selalu berhati-hati ketika berada di sekitar Batang Sukam. Mereka percaya bahwa menghormati Buaya Putih adalah bagian dari menjaga keseimbangan alam dan menjaga keselamatan mereka.
Penulis mengklasifikasikan cerita ini ke dalam legenda karena memiliki urutan peristiwa yang jelas dan berkaitan dengan tokoh nyata serta tempat yang ada di kehidupan nyata. Legenda ini masih menjadi teka-teki apakah benar adanya karena pada saat penelitian tidak ada bukti nyata yang bisa ditemukan. Namun, cerita tentang Syekh Malin Bayan dan Buaya Putih tetap hidup dalam ingatan dan cerita rakyat Sijunjung.
Cerita ini mencerminkan bagaimana kepercayaan masyarakat terhadap alam dan makhluk-makhluk yang dianggap memiliki kekuatan luar biasa. Dalam konteks ini, Buaya Putih bukan hanya sekadar hewan melainkan simbol kekuatan dan misteri alam yang harus dihormati. Syekh Malin Bayan, dengan kebijaksanaannya, berhasil menjaga keseimbangan antara kehidupan manusia dan alam di sekitarnya. Hal ini menunjukkan bahwa dalam budaya lokal, manusia dan alam adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan harus hidup berdampingan dengan harmonis.
Selain itu, legenda ini juga menunjukkan pentingnya amanat dan tanggung jawab. Syekh Malin Bayan yang menerima amanat dari ulama rekannya untuk menjaga telur buaya, melaksanakan tugas tersebut dengan penuh tanggung jawab. Ini mengajarkan kepada masyarakat tentang nilai-nilai kepercayaan, tanggung jawab, dan pengabdian kepada amanat yang diberikan.
Meskipun tidak ada bukti nyata yang mendukung keberadaan Buaya Putih, cerita ini tetap memiliki nilai budaya dan moral yang tinggi. Legenda ini mengajarkan tentang hubungan harmonis antara manusia dan alam, serta pentingnya menjaga keseimbangan dan saling menghormati. Dalam dunia yang semakin modern, cerita-cerita seperti ini penting untuk terus dilestarikan sebagai bagian dari warisan budaya yang kaya dan berharga.
Sebagai kesimpulan, legenda Syekh Malin Bayan dan Buaya Putih di Nagari Sijunjung adalah salah satu contoh bagaimana cerita rakyat dapat mencerminkan nilai-nilai dan kepercayaan masyarakat. Meskipun berada di ranah legenda, cerita ini mengandung pesan moral yang kuat tentang tanggung jawab, amanat, dan hubungan manusia dengan alam. Terlepas dari kebenarannya, legenda ini tetap menjadi bagian penting dari budaya dan identitas masyarakat Sijunjung.
0 Comments