Ticker

6/recent/ticker-posts

Martabat Tujuh Dalam Konteks Pemikiran Keagamaan di Minangkabau di Naskah Asrar Al-Khafi

 



Ajaran martabat tujuh dalam naskah-naskah klasik keagamaan hampir ditemukan di seluruh wilayah Indonesia. Aliran ini pertama kali di India dan diajarkan oleh Muhammad ibn Fadlullah al-Burhanpuri wafat pada tahun 1020 H/1620 M. Ajaran martabat tujuh mulai berkembang di setiap daerah Indonesia, seperti minangkabau, jawa barat, buton, bahkan diistana buton martabat tujuh di jadikan ideology istana. Pada tulisan ini melihat ajaran martabat tujuh yang ada di Sumatera barat yang terdapat pada naskah Asrar Al-Khafi, pada naskah tersebut terdepat ajaran seperti:

a. Martabat ahadiyah 

Makna ahadiyah dapat dipahami sebagai wujud Allah semata mata yang tidak bisa dilihat dengan indera manusia, akan tetapi bisa dirasakan keberadaannya.

b. Martabat wahdah

c. Martabat wahidiyah

Berbeda dengan martabat awadiyah atau ta’ayyun awwal, di mana Tuhan masih dalam tataran sir al-asrar, maka pada tingkatan wahidiyah, Tuhan sudah memiliki unsur distingsi dan identifikasi nama dan sifat-sifat. Naman ama dan sifat sifat Tuhan berada dalam level wayidiyah karena menyingkap tentang diri-Nya. Hal semacam ini sering disebut dengan ma- sahir al-asma’ atau al-a‘yan

d. Martabat alam arwah

Adapun ‘alam arwah yang dimaksudkan di sini adalah ibarat segala sesuatu dari yang ada di alam ini dalam keadaan murni dan merupakan keutuhan yang atomis zatnya.

e. Martabat alam misal

artabat ‘alam misal adalah ibarat segala sesuatu kebendaan tersusun dalam susunan yang halus tak bisa dipisah pisah bagiannya

f. Martabat alam ajsam

Martabat ‘alam ajsam adalah merupakan alam segala tubuh yang zahir di alam ini. Adapun yang zahir dan batin itu adalah merupakan tajallī Tuhan. Pada tahap ini, masuk ke level kebendaan yang mana kebendaan itu tersusun dan tampak tebal tipisnya, yang bisa dipotong-potong dan dipisah-pisah bagiannya.

g. Martabat alam insan

“martabat ‘alam insan artinya alam segala manusia, yakni pengikat segala manusia yang bernama jāmi‘ artinya berhimpun segala martabat itu. Yaitu menghimpunkan segala cerai berai, maka dinamai insān kāmil, artinya manusia yang sempurna”.

Pemikiran tasawuf yang berkembang di sumatera barat tidak dapat dipisahkan dengan pemikiran tasawuf yang berada di aceh. Hal ini dibuktikan berkembangnya pemikiran tasawuf dan ordo tarekat wilayah sumatera barat. 

Dari fakta ini jelas bahwa pemikiran tasawuf yang berkembang di sumatera barat adanya pengaruh dari pemikiran tasawuf dari aceh. Paham martabat bisa dikatakan hampir ada di seluruh wilayah di Indonesia, mulai dari aceh dengan tokohn utamanya abdur rauf di sumatera barat, Burhanuddin Ulakan, di tatar sunda dikenal abdul muhyi pamijahan dan hasan Mustafa di garut di jawa, ronggo warsito, sampai pada wilayah timur yaitu buton. 

Di sumatera barat adanya penentangan terhadap tarekat dengan ajaran martabat tujuh terjadi pada perseteruan antar kaum tuo dan kaum mudo, yang dimana kaum tuo representasi paham tradisionalis, sedangkan kaum mudo respresentasi kelompok modernis.

berkembangnya martabat tujuh di minangkabau bukan hanya muncul dari kaum mudo tetapi tidak sukai juga oleh tarekat naqsyabaniyah. Sehingga ajaran tersebut di sumatera barat tidak diteruskan dan dikembangkan oleh pengikutkan. Mereka bahkan melucuti ajaran itu dari keseluruhan ajaran syattariyah karena ajaran itu bertentangan dengan prinsip syariah

Tarekat syattariyah bila ditinjau dari syariah, sering menarik perhatian dari berbagai pengamat, karena paham yang dianut tarekat ini jelas berbeda ketika dibandingkan dengan ajaran islam. Sehingga dianggap menyimpan dari syariah islam. Hurgronje dan Schrike mengungkapkan bahwa tarekat Syattariyah oleh golongan Padri dianggap sebagai mistik popular yang bercorak bidah. Di pihak lain ada juga sekelompok ulama yang menganggap aliran tarekat Syattariyah masih dalam batas-batas ajaran Islam.

Relevansi dengan Konteks Kekinian Meskipun ajaran martabat tujuh mendapatkan tantangan dari aliran pemikiram keagamaan lain di Sumatera Barat, tetapi ajaran ini tetap eksis sampai sekarang.

Menariknya, walaupun ajaran martabat tujuh disikapi secara pro dan kontra, tetapi ajaran ini berkembang ke seluruh wilayah nusantara dengan sedikit adaptasi dengan budaya di mana ajaran ini diajarkan. Bahkan penggunaan istilah-istilah yang dipakai dalam ajaran martabat tujuh mengalami modifikasi.

Kesimpulan 

Dari penjelasan tentang ajaran martabat tujuh dalan naskah Asrār Al-Khafī, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: pertama, dilihat dari fisiknya, naskah ini masih baik dan tulisannya secara jelas dapat dibaca. Naskah ini merupakan koleksi dari Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan yang diperoleh dari Surau Bintungan Tinggi Pariaman Sumatra Barat. Kedua, naskah ini berisi tentang ajaran-ajaran martabat tujuh yang terdiri dari: 1) Martabat Ahadiyah; 2) Martabat Wahdah; 3) Martabat wāhidiyah; 4) Martabat ‘ālam arwāh 5) Martabat ‘ālam mithāl; 6) Martabat ‘ālam ajsām; dan 7) Martabat ‘ālam insān

etiga, ajaran ini berasal dari al-Burhanpuri dan masuk ke Aceh melalui Syekh Abdul Rauf Singkil kemudian masuk ke Minangkabau tepatnnya Pariaman. Ajaran martabat tujuh ini ketika digunakan di Sumatera Barat telah mengalami perubahan sebagaimana yang diajarkan as-Singkili. Ini terjadi karena mendapatkan tantangan dari masyarakat sekitarnya dan ditantang oleh kaum mudo yang representasi dari kelompok modernis. Martabat tujuh yang di Minangkabau telah dilucuti dari paham wahdatul wujud. Begitu juga nantinya ketika masuk ke daerah lain martabat tujuh tersebut mengalami perubahan sesuai dengan konteks di mana paham berada.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS