Ticker

6/recent/ticker-posts

Saluang Bagurau Yang Dihadiri Mahasiswa Unand di Desa Ngalau, Payakumbuah


Oleh : Lezia Maharani

Penulis Merupakan Mahasiswa Sastra Daerah Minangkabau, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas


Seni tradisional merupakan salah satu komoditi wisata di daerah yang wajib dilestarikan seperti di Sumatra Barat, Kota Payakumbuh berupaya melestarikan seni tradisional Minangkabau dengan cara yang unik. Dengan hadirnya kelompok semi tradisional dapat dijadikan sebagai upaya untuk mengangkat atau menggeliatkan kembali kesenian tradisional kepada masyarakat khususnya generasi muda. Di Kota Payakumbuh, selain penampilan seni, banyak kegiatan yang ditampilkan bukan hanya sajian pergelaran seni budaya tradisi dan kreasi, tapi juga penganan tradisi dari nagari-nagari yang ada di kota Payakumbuj ini. Saat jni kesenian Baguraulah yang dipertunjukan saat ini.

Bagurau merupakan salah satu sastra lisan minangkabau yang tersebar luas di hampir wilayah minangkabau salah satunya di kota Payakumbuah. Bagurau dalam bahasa Indonesia yaitu “Bergurau” dalam bahasa minangknya “Badendang” . Bagurau berbentuk pendendangan pantun-pantun lepas dengan iringan saluang. Pada bagian pemusik dan pendendangpun menjadi hal penting dalam pertunjukan bagurau. Istilah bagurau diambil dari masyarakat yang hobi bercerita dengan melemparkan sindiran dan cemoohan namun dengan dialogis yang akrab sehingga mempererat solidaritas di tengah masyarakat. Menurut masyarakat setempat bagurau juga dianggap sebagai dialog yang dilakukan dengan bahasa kiasan, penuh ibarat dan adanya pepatah- petitih. Masyarakat yang seperti itulah menjadikan  tradisi  ini sebagai  refleksi  masyarakat yang penuh keakraban  dengan konsep kekeluargaan yang kuat. 

Sastra lisan ini bertujuan untuk bergurau atau berkelakar dengan tema-tema seperti keluh-kesah, kedudukaan, sindiran, ajakan dan rayuan. Bagurau memiliki irama dan irama itu disebut sebagai lagu. Lagu ini bermacam-macam, sebagian besar bersifat sentimental. Baguruau terdapat dua lagu didalamnya yaitu ratok di daerah Solok, Singgalang di daerah Agam dan sekitarnya. 


Secara umum bagurau dipertunjukan dan dilakukan oleh dua orang atau lebih, satu pemain saluang dan satu atau dua orang pendendang. Di pertunjukan ini, bagurau dilakukan oleh orang-orang sepergaulan yang sedang bekerja bersama-sama. Dendang ini dilakukan secara bergantian karena bukan sebagai pertunjukan, kegiatan bagurau tetapi dapat diiringi saluang dan kadang tidak. Saat ini budaya bagurau mulai jarang ditemui di ranah Minangkabau, pada 14 Juni 2022 mahasiswa Sastra Daerah Minangkabau, Universitas Andalas melakukan kuliah lapangan dan menyaksikan pertunjukan “Saluang Bagurau” yang digelar oleh Group Talang Sarueh Live musik. Group Talang Sarueh dari Payakumbuh terdiri dari Mar­ketek Kayu Tanam, Santi, Si’i, dan Anas sebagai peniup sa­luang. Sedangkan tukang ho­yak Malin dari Padang Tarok Agam. Tinjauan ini dilakukan sebagai tugas akhir mata kuliah sastra lisan acara tersebut bertempat di Desa Ngalau, Kota Payakumbuh mulai pada Jam 22.00- 04.00. Pertunjukan ini  dihadiri oleh para Ninik Mamak (Penghulu Adat), tokoh masyarakat dan Mahasiswa Universitas Andalas. . 

Menurut masyarakat setempat bagurau dilakukan oleh empat wanita mengiringi musik yang dikeluarkan dari sepotong bambu (Saluang). Alat musik ini merupakan alat musik tradisional Minangkabau yang terbuat dari bambu tipis atau talang. Memilimki ukuran panjang dan bervariasi serta menyerupai seruling. Masyarakat minangkabau percaya bahwa bahan yang paming bagus untuk dibuat saluang berasalah dari talang untuk jemuran kain atau takang yang ditemukan hanyut di sungai. Saluang ini termasuk dari golongan alat musik suling, tetapi lebih sederhana pembuatanya, cukup dengan melubangi talang dengan empat lubang. Adapun kegunaan lain dari talang adalah wadah untuk membuat lamang (lemang), salah satu makanan tradisional Minangkabau. Saluang ini dibuat pada bagian atas dan bawahnya terlebih dahulu, untuk menentukan pembuatan lubang, kalau saluang terbuat dari bambu, bagian atas saluang merupakan bagian bawah ruas bambu. Pada alat musik ini terdiri dari empat lubang lada alat musik tradisional ini, saluang ini dimulai daei ukuran 2/3 dari panjang bambu, yang diukur dari bagian atas, dan untuk lubang kedua dan seterusnya berjarak setengah lingkaran bambu. Dan bagian besar lubang agar mengahasilkan suara yang bagus, haruslah bulat dengan garis tengah 0,5 cm. Sesuai dengan cara pembuatannya yang kreaktif maka terciptalah alunan yang indah dari Saluang tersebut. Alunan khas saluang inilah yang membuat masyarakat terhibur. 

Suara tiupan saluah itu terdengar mendayu-dayu memecahkan ruangan lapiak di Talang Sarueh Live Musik. Bagurau bertujuan untuk sosialisasi, menghibur atau bisa untuk mengumpulkan dana bagurau bisa berhari- hari, dan pertunjukan bagarau tidak diperbolehkan setelah tiga hari

Pertunjukan bagurau memiliki unsur-unsur yang saling berkaitan satu sama yang lainnya. Seperti penonton dengan penampilan tentu saling memenuhi keduanya. Jika si penonton tidak ada dilapangan, maka pertunjukan bagurau bisa saja tidak terlaksana dengan baik. Penontonpun tanpa dibatasi, diperbolehkan request lagu yang mereka inginkan setelah mengisi blanko pesan lahi dengan melampirkan uang pesanan. Menurut  Pemain, pesanan lagu terdiri dari “pe-sanan toll” dengan harga diatas Rp. 50 ribu, tetapi bagi para remaja boleh seikhlasnya.  Kemudian lampiran catatan dan uang tersebut diletakkan kedalam sebuah kotak didepan para pemain ini dilakukan sebagai bentuk partisipas terhadap budaya tradisional Minangkabau sekaligus untuk pembubaran panitia yang telah sukses. 

Menurut mahasiswa dari Universitas Andalas, kesenian tradisional ini diadakan secara berkala agar kesenian daerah semakin terjaga kelestariannya. Dan sangat mengapresiasi atas digelarnya saluang bagurau sebagai suatu bentuk atas pelestarian budaya tradisional Minangkabau dan besar harapan para mahasiswa agar budaya ini terus berkembang kedepannya. Kesenian saluang, randai, salawat dulang merupakan tradisi zaman dahulu. Saat nasib seni tradisi Minangkabau ke depannya adalah seni tradisi Saluang Dendang yang saat ini terancam punah.  

“Untuk itu sebaiknya Saluang Dendang ini tidak tergilas zaman, sebaiknya dilakukan penambahan pelaku seni, seperti ditambahnya pedendang serta peniup saluang” Ujar Lezia Maharani, Mahasiswa Universitas Andalas. 

Ada tiga arena atau lapiak Mega yang berada di jalan lingkar Utara, Pakan Sinayan, Payakumbuh Barat, dan Lapiak Ayu Lestari di plataran perkotoan pasar Payakumbuh. 


#Penulis Merupakan Mahasiswa Sastra Daerah Minangkabau, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS