Ticker

6/recent/ticker-posts

Dari 1928 ke Era Digital: Transformasi Makna Sumpah Pemuda di Kalangan Generasi Z Indonesia

 


Oleh : NELA PUTRIGA SARI.                       Prodi Pendidikan Bahasa IndonesiaUniversitas Adzkia



Tanggal 28 Oktober 1928 menjadi salah satu tonggak sejarah paling penting dalam perjalanan bangsa Indonesia. Pada hari itu, para pemuda dari berbagai daerah, suku, dan latar belakang bersatu untuk mengucapkan tiga ikrar yang kemudian dikenal sebagai Sumpah Pemuda. Mereka tidak hanya menyatakan cinta terhadap tanah air, tetapi juga mengikrarkan kesatuan bangsa dan menjunjung Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.

Kini, hampir seabad kemudian, Indonesia hidup dalam zaman yang jauh berbeda. Dunia telah berubah menjadi ruang tanpa batas, di mana komunikasi berlangsung secepat sentuhan layar. Generasi muda, khususnya Generasi Z, hidup di tengah derasnya arus digitalisasi dan globalisasi. Mereka bisa berinteraksi lintas negara, mengakses budaya luar, dan membentuk identitas baru di dunia maya. Pertanyaannya, apakah semangat Sumpah Pemuda masih memiliki tempat di hati generasi muda digital ini?

1. Makna Persatuan yang Berubah Wujud, jika kita melihat ke masa lalu, persatuan pada 1928 lahir dari semangat melawan penjajahan dan mewujudkan kemerdekaan. Namun bagi Generasi Z, perjuangan tidak lagi berhadapan dengan penjajah bersenjata, melainkan dengan tantangan zaman: perpecahan sosial, polarisasi media, dan hilangnya rasa kebersamaan. Menariknya, generasi muda justru mulai membentuk pola baru dalam memaknai persatuan. Di dunia digital, mereka berkolaborasi lintas daerah tanpa sekat geografis. Banyak komunitas muda bermunculan di media sosial yang membahas isu sosial, lingkungan, dan budaya lokal.

Gerakan kolaboratif seperti kampanye donasi digital, penggalangan dana bencana, hingga gerakan #BanggaBuatanIndonesia menunjukkan bahwa semangat “satu bangsa” kini hadir dalam bentuk baru lebih modern, kreatif, dan global. Persatuan tidak lagi hanya berarti berkumpul secara fisik, tetapi juga terhubung secara digital untuk tujuan yang sama. Dunia maya menjadi ruang baru bagi semangat Sumpah Pemuda untuk hidup dan berkembang.

2). Bahasa Indonesia di Tengah Campuran Global, butir ketiga Sumpah Pemuda menegaskan pentingnya Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Namun kini, tantangan itu berubah. Generasi muda sering menggunakan campuran bahasa dalam percakapan sehari-hari misalnya Bahasa Indonesia yang dicampur dengan istilah Inggris. Fenomena ini sering dianggap sebagai tanda lunturnya nasionalisme, padahal tidak selalu demikian. Generasi Z justru mengembangkan cara baru dalam berbahasa. Mereka memadukan unsur formal dan non-formal, menciptakan ekspresi khas yang menunjukkan kreativitas dan keunikan identitas mereka. Bahasa Indonesia tetap menjadi dasar komunikasi, hanya saja tampil dalam bentuk yang lebih santai dan kontekstual.

Yang perlu dijaga adalah kesadaran untuk tetap bangga terhadap bahasa sendiri. Sebab, Bahasa Indonesia bukan sekadar alat komunikasi, tetapi juga lambang persatuan. Di tengah derasnya pengaruh budaya luar, menjaga bahasa berarti menjaga jati diri bangsa.

3) Nasionalisme di Era Digital, bagi pemuda 1928, nasionalisme berarti berjuang untuk kemerdekaan. Namun bagi pemuda digital masa kini, nasionalisme berarti berkontribusi bagi bangsa dengan cara yang sesuai dengan zamannya. Generasi muda menunjukkan bentuk nasionalismenya melalui banyak cara: mengembangkan startup lokal, menjadi kreator konten yang membawa nilai budaya Indonesia, hingga aktif dalam kegiatan sosial berbasis digital. Nasionalisme tidak lagi sebatas upacara dan simbol, tetapi tentang tindakan nyata yang memberikan dampak positif bagi masyarakat. Misalnya, anak muda yang membuat konten edukatif tentang sejarah Indonesia di TikTok atau YouTube sebenarnya sedang melanjutkan semangat Sumpah Pemuda menginspirasi, menyatukan, dan menyebarkan semangat kebangsaan melalui platform yang relevan dengan generasinya.

 4) Menjaga Semangat Sumpah Pemuda di Tengah Tantangan Zaman, generasi Z memiliki peran penting sebagai penerus nilai-nilai Sumpah Pemuda. Namun mereka juga dihadapkan pada tantangan yang berbeda dari generasi sebelumnya. Dunia digital yang serba cepat bisa menciptakan keterhubungan, tapi juga bisa menimbulkan jarak sosial. Informasi yang berlimpah bisa membuka wawasan, tapi juga bisa menimbulkan perpecahan jika tidak disikapi bijak.

Oleh karena itu, penting bagi generasi muda untuk memiliki kesadaran sejarah dan menanamkan nilai Sumpah Pemuda dalam kehidupan sehari-hari. Caranya bisa sederhana: saling menghargai perbedaan, menggunakan media sosial untuk hal positif, mendukung karya anak bangsa, serta menjaga bahasa dan budaya sendiri. Semangat Sumpah Pemuda bukan hanya untuk diingat setiap 28 Oktober, tetapi untuk dihidupkan setiap hari. Karena di tangan generasi muda-lah masa depan Indonesia akan dibentuk — baik di dunia nyata maupun di dunia digital.

Sumpah Pemuda adalah simbol kekuatan pemuda dalam membangun bangsa. Nilai-nilainya tidak lekang oleh waktu. Dari 1928 hingga era digital, maknanya terus bertransformasi mengikuti perkembangan zaman. Jika dulu semangat itu diwujudkan melalui kongres dan pertemuan fisik, kini semangat yang sama hidup melalui jejaring digital, kolaborasi lintas daerah, dan gerakan sosial berbasis teknologi.

Generasi Z memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga dan menyesuaikan semangat Sumpah Pemuda agar tetap relevan. Menjadi pemuda Indonesia hari ini berarti berpikir global, tetapi tetap berakar pada nilai-nilai nasional. Dengan cara inilah semangat Sumpah Pemuda akan terus hidup — bukan hanya sebagai bagian dari sejarah, tetapi sebagai kekuatan moral yang menuntun arah bangsa ke masa depan.


Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS