Nama : SHADDAM JADID AKBAR NIM : 2210832011
Peran Kekuatan Masyarakat Dan Gerakan Sosial Dalam Pemberantasan Nepotisme Di Indonesia: Studi Kasus Pencalonan Kaesang Pada Pilkada Jakarta 2024
Indonesia merupakan sebuah negara demokrasi. Yang mana penjabaran demokrasi sendiri secara singkat yang sama sama kita ketahui adalah negara dengan sistem kekuasaan tertinggi dipegang oleh rakyat. Rakyat sebagai unsur utama dalam sebuah negara memegang kekuasaan tertinggi yang mana kekuasaan tersebut tentu diwakilkan oleh beberapa wakil dan pemimpin terpilih yang telah di sepakati oleh rakyat tersebut dalam sebuah negara. Berbicara soal demokrasi, tentu tidak lepas dari proses proses yang menunjang sampainya tujuan rakyat Indonesia dalam menjadi negara yang demokrasi. Contoh penyelenggaraan demokrasi di Indonesia adalah dengan pelaksanaan Pemilihan Umum dalam menentukan Individu individu atau wakil rakyat yang akan menyuarakan dan menjadi pemimpin bagi masyarakat sendiri. Tidak mungkin rasanya seluruh elemen dan individu individu memimpin atau menyuarakan kepentingan rakyat secara keseluruhan, maka dari itu dilaksanakanlah sebuah Pemilihan Umum agar nantinya dapat tercipta suatu sistem kepemimpinan dan sistem pemerintahan yang terstruktur dan adil harapnya.
Sama sama kita ketahui bahwasannya Pemilu 2024 telah usai terlaksana pada 14 Februari 2024 yang lalu, dan juga sama sama kita ketahui bahwasannya telah terpilih juga Pasangan Nomor Urut Dua Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih Republik Indonesia tahun 2024-2029. Tentu besar harapan Rakyat Indonesia kepada Presiden dan Wakil Presiden terpilih agar dapat membawa Indonesia ke tahap yang lebih maju lagi dan pastinya tetap adil makmur dan sejahtera bagi seluruh rakyat Indonesia. Berbicara seputar negara demokrasi, tentu tidak bisa lepas dari beberapa masalah dan hal hal negatif yang seringkali terjadi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Masalah dalam lingkup pemerintahan seperti praktik korupsi yang dilakukan oleh pemerintah, pejabat dan wakil rakyat. Lalu juga ada masalah kolusi dan nepotisme yang juga menjadi sebuah PR yang harus di selesaikan oleh negara ini agar dapat maju dan berada di tingkat yang lebih baik lagi.
Dalam opini media ini, penulis ingin berfokus kepada sebuah permasalahan yang disebut dengan Nepotisme. Apa itu Nepotisme? Definisi nepotisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalahkecenderungan untuk mengutamakan atau menguntungkan sanak saudara sendiri, terutama dalam jabatan, pangkat di lingkungan pemerintah. Nepotisme merupakan praktik yang tidak adil dalam memberikan pekerjaan dan keuntungan lain kepada kerabat. Nepotisme dapat terjadi di semua jenis tempat kerja dan bidang, tetapi sering dikaitkan dengan favoritisme dalam bisnis dan politik. Selanjutnya mengutip pendapat ahli, yang mana Nepotisme juga dapat diartikan sebagai upaya dan tindakan seseorang (yang mempunyai kedudukan dan jabatan) menempatkan sanak saudara dan anggota keluarga besar, di berbagai jabatan dan kedudukan sehingga menguntungkannya (Pope, 2003). Nepotisme biasanya dilakukan oleh para pejabat atau pemegang kekuasaan pemerintah lokal sampai nasional, pemimpin perusahan negara, pemimpin militer maupun sipil, serta tokoh-tokoh politik. Mereka menempatkan para anggota atau kaum keluarganya tanpa mempertimbangkan kapasitas dan kualitasnya
Faktanya, praktek nepotisme masih kerap dilakukan di Indonesia, bahkan sudah menjadi rahasia umum Di Indonesia sendiri. Praktik nepotisme jelas merugikan dan menyakitkan, karena bertentangan dengan asas keadilan dan hak asasi manusia. Secara prinsip, setiap warga negara berhak untuk memperoleh pekerjaan yang layak untuk bisa menghasilkan pendapatan yang layak pula sehingga mampu memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarga. Namun, jika untuk mendapat pekerjaan yang layak harus terganjal oleh adanya praktik nepotisme, maka pastilah banyak rakyat yang harus hidup di bawah standar sejahtera. Dari berdasarkan beberapa penjelasan dan penjabaran yang telah penulis buat seputar Nepotisme, selanjutnya penulis ingin mengaitkan dengan sebuah fenomena yang menggemparkan masyarakat dalam beberapa waktu terakhir yang menjurus ke nepotisme seperti rencana pencalonan Kaesang Pangareb, Putra Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo pada Pilkada Jakarta mendatang. Sesuai dengan konsep Nepotisme yang di sampaikan oleh ahli diatas, menempatkan sanak saudara dan anggota keluarga besar, di berbagai jabatan dan kedudukan sehingga menguntungkannya
Membahas fenomena ini, sama sama kita ketahui bahwasannya MK memberikan rincian ambang batas yang harus dipenuhi partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu untuk dapat mendaftarkan pasangan calon kepala daerah (gubernur, bupati, dan walikota) dalam
putusan tersebut. Selanjutnya, Baleg DPR RI menggelar rapat kerja dengan pemerintah yang dihadiri 28 orang dari 80 anggota dari 9 fraksi. Baleg sebelumnya bersepakat RUU Pilkada dibawa ke paripurna pada Kamis (23/8/2024). RUU itu disetujui delapan dari sembilan fraksi di DPR, hanya PDIP yang menolak Pembahasan RUU Pilkada dilakukan dalam waktu kurang dari tujuh jam. Revisi UU Pilkada juga dilakukan sehari usai MK mengubah syarat pencalonan pilkada melalui putusan nomor 60/PUU-XXII/2024. Namun, DPR tak mengakomodasi keseluruhan putusan itu. Dari kronologi singkat yang di paparkan diatas, tampaklah sebuah proses yang terlalu dipaksakan agar sang anak presiden bisa maju menjadi calon yang akan bertempur pada Pilkada 2024 mendatang. Dari proses yang berjalan ini, penulis beropini bahwasannya terlibat juga campur tangan Joko Widodo dalam penetapan putusan ini agar dapat melancarkan jalan sang anak agar dapat mempunyai jabatan dalam dunia pemerintahan. Kabar rapat paripurna DPR RI yang membahas RUU Pilkada membawa gelombang protes besar dari rakyat Indonesia. Demo besar di sejumlah kota serempak digelar kemarin. Demo ini bagian dari gerakan 'peringatan darurat Indonesia' yang viral di media sosial setelah DPR bermanuver mengabaikan putusan MK.
Dari Fenomena diatas dapat dilihat bahwasannya praktik nepotisme ini benarlah nyata adanya. Namun tentang Kaesang yang akan maju pada Pilkada 2024 ini tidak jadi dikarenakan telah dilaksanakannya pembatalan revisi UU Pilkada, yang mana ini menjadikan Kaesang tidak dapat ikut pada kontestasi Pilkada 2024. Dibalik pembatalan UU Pilkada ini, tentu ada unsur unsur dan kekuatan yang berperan sehingga dapat menciptakan sebuah perubahan sosial yang signifikan. Kekuatan Masyarakat menjadi unsur yang sangat penting sehingga UU Pilkada yang sebelumnya telah diotak atik dapat dibatalkan. Kembali kepada nepotisme, Nepotisme bisa dianggap nepotisme buruk dengan syarat terjadi bermotif keserakahan yang menimbulkan ketidakadilan sehingga mengakibatkan kecemburuan. Nepotisme bisa dianggap nepotisme-baik dengan syarat bisa meningkatkan efisiensi dalam rangka mewujudkan tujuan yang ditetapkan. Sedangkan untuk pencalonan Kaesang ini, masih belum bisa dibilang sebagai nepotisme yang baik, kenapa? Karena disini peneliti beropini bahwasannya masyarakat Indonesia telah sama sama mengetahui pribadi Kaesang Pangareb ini sebelumnya, mulai dari Kaesang yang dulunya merupakan seorang influencer dan sempat juga berbicara tidak akan berkecimpung di dunia politik, namun hal yang terjadi sekarang justru berbanding terbalik dengan apa yang
disampaikannya dahulu. Oleh karena itulah rasanya Kaesang belum memiliki kapasitas yang cukup untuk memimpin Ibu Kota RI untuk saat ini.
Berlanjut kepada kekuatan rakyat dan gerakan sosial, yang mana gerakan sosial sendiri adalah gerakan yang dilakukan oleh sejumlah orang yang sifatnya terorganisir dengan tujuan untuk merubah atau mempertahankan sesuatu unsur tertentu dalam masyarakat yang luas. Gerakan sosial berguna untuk mendukung dan memelihara proses perubahan sosial. Gerakan sosial merupakan upaya kolektif untuk menciptakan perubahan dalam masyarakat, politik, atau ekonomi. Gerakan sosial dapat diorganisir secara rapi maupun secara cair dan informal. Gerakan sosial dapat muncul ketika sejumlah besar orang mengorganisasikan diri untuk memperjuangkan sebuah perubahan mereka telah dirugikan mereka memiliki sumber daya untuk memobilisasi diri ke dalam tindakan,mereka melihat dan memanfaatkan peluang politik. Gerakan sosial dapat terlaksana sukses jika seluruh elemen masyarakat bersatu sehingga menciptakan sesuatu kekuatan masyarakat yang besar dan tidak dapat dihentikan. Sebagai contoh gerakan sosial terhadap kasus Kaesang ini merupakan contoh gerakan sosial yang patut diapresiasi dan dihargai sebesar besarnya, sebab dengan bersatunya seluruh elemen masyarakat Indonesia dalam mengawal Putusan MK, hal yang tidak diinginkan pun tidak terjadi. Pengawalan demi pengawalan di lakukan siang dan malam demi keberlangsungan demokrasi pada negara Indonesia tercinta ini. Namun demikian, jika melihat dari pencalonan Gibran sebagai Cawapres pada Pilpres 2024 justru berbanding terbalik hasilnya. Penulis beropini bahwa kurangnya pengawalan dan protes yang keras terhadap putusan MK waktu itu. Lalu selanjutnya, dari penjabaran Nepotisme, fenomena, dan gerakan sosial, Penulis ingin menyimpulkan bahwasannya praktik yang menjurus ke nepotisme bisa saja dicegah dan stop jikalau terdapat sebuah kekuatan besar masyarakat yang tak tebendung di dalam sebuah gerakan sosial. Tidak ada rasanya yang tidak mungkin jika seluruh elemen masyarakat telah bersatu dan mempunyai sebuah kekuatan masyarakat yang besar.
0 Comments