Ticker

6/recent/ticker-posts

Generasi Z dan Identitas Seksual: Memahami Perspektif, Tantangan, dan Implikasinya terhadap Hak Warga Negara di Padang


LAPORAN       
PROJECT MKWK KEWARGANEGARAAN

Oleh:

Nama No BP Ketua/Anggota

Ketua : Unique Arya Anggota: Muharani, 

Anggota Naura Hilyatul Aulia, 

Anggota: Naura Zahrani

Anggota: Irma Yunita, 

Anggota: Arga Vibrano


MKWK KEWARGANEGARAAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG 2025


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR BAGAN iii

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang.....1

1.2 Rumusan Masalah .....5

1.3 Tujuan Project...... 12

1.4 Manfaat Project... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.... 14

2.1 Tinjaun Pustaka....14

BAB III METODE PELAKSANAAN.....30

3.1 Metode Pelaksanaan....... 30

3.2 Lokasi dan waktu Pelaksanaan....31

3.3 Tahapan Pelaksanaan..... 31

DAFTAR PUSTAKA...38



BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Generasi Z, yang umumnya didefinisikan sebagai individu yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, memiliki karakteristik unik yang menempatkan mereka sebagai agen penting dalam perubahan sosial, terutama terkait isu identitas seksual. Sebagai "digital natives," mereka tumbuh dalam era internet dan media sosial, yang memberikan akses tak terbatas ke informasi dan memungkinkan terhubung dengan beragam perspektif di seluruh dunia. 

Keterpaparan ini membentuk pandangan dunia yang cenderung lebih inklusif, progresif, dan terbuka terhadap keberagaman. 

Gen Z aktif dalam memanfaatkan platform digital untuk menyuarakan pendapat, mengorganisir gerakan sosial, dan menantang norma-norma yang dianggap diskriminatif atau tidak adil. 

Mereka tidak ragu untuk mempertanyakan konstruksi sosial tradisional tentang gender dan seksualitas, dan mendorong masyarakat untuk menerima spektrum identitas yang lebih luas. Misalnya, kampanye-kampanye online yang dipelopori oleh Gen Z seringkali berfokus pada isu-isu seperti hak-hak LGBTQ+, kesetaraan gender, dan penghapusan stigma terhadap individu dengan orientasi seksual atau identitas gender non-normatif.


Keterbukaan dan penerimaan Generasi Z terhadap keberagaman menjadi kekuatan pendorong utama di balik perubahan norma sosial. 


Mereka tidak hanya menerima perbedaan, tetapi juga aktif merayakan dan memperjuangkannya. Gen Z menuntut agar masyarakat menghormati identitas individu dan menciptakan lingkungan yang aman dan inklusif bagi semua. Sikap ini mendorong perubahan dalam berbagai bidang, mulai dari bahasa yang digunakan hingga kebijakan yang diterapkan di tempat kerja dan lembaga pendidikan. Selain itu, representasi yang lebih luas dari berbagai identitas seksual di media dan budaya populer, yang didorong oleh penerimaan Gen Z, membantu meningkatkan visibilitas dan penerimaan terhadap keberagaman di masyarakat luas. 


Memahami perspektif Gen Z sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang benar-benar inklusif, di mana setiap individu merasa dihargai dan diakui, terlepas dari orientasi seksual atau identitas gender mereka.

 

Meskipun terdapat peningkatan penerimaan global terhadap keberagaman identitas seksual, tantangan di tingkat lokal, terutama di kota seperti Padang, tetap signifikan. Padang memiliki konteks sosial yang kaya dengan nilai-nilai budaya Minangkabau yang kuat dan norma-norma agama Islam yang dianut secara luas. Norma-norma ini seringkali menekankan pada peran gender tradisional dan heteronormativitas, yang dapat menciptakan kesenjangan dengan pandangan Gen Z yang lebih progresif dan terbuka terhadap keberagaman. Kesenjangan ini termanifestasi dalam berbagai bentuk, termasuk kurangnya pemahaman dan penerimaan terhadap konsep identitas seksual non-biner atau orientasi seksual selain heteroseksual, serta adanya stigma dan diskriminasi terhadap individu yang dianggap menyimpang dari norma. Misalnya, ekspresi gender yang tidak sesuai dengan norma "laki-laki" dan "perempuan" yang berlaku mungkin dipandang negatif, dan individu LGBTQ+ dapat menghadapi penolakan dari keluarga, teman sebaya, atau masyarakat sekitar.

  Kesenjangan antara kemajuan global dan konteks lokal di Padang memiliki dampak yang serius terhadap kesejahteraan dan hak-hak Gen Z. Individu yang merasa bahwa identitas mereka tidak diakui atau diterima dapat mengalami tekanan psikologis, isolasi sosial, dan kesulitan dalam mengembangkan diri secara autentik. Hal ini dapat mempengaruhi kesehatan mental, partisipasi dalam kegiatan sosial, dan kualitas hidup secara keseluruhan. Selain itu, kesenjangan ini menghambat kemajuan menuju masyarakat yang inklusif dan adil di Padang, di mana setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk dihormati dan dihargai. Oleh karena itu, penelitian ini menjadi sangat penting untuk memahami secara mendalam bagaimana isu identitas seksual dipersepsikan dan dialami oleh Gen Z di Padang, dengan mempertimbangkan konteks budaya dan agama yang spesifik. Pemahaman yang mendalam ini akan menjadi dasar untuk mengembangkan intervensi yang tepat sasaran, mendorong dialog yang konstruktif, dan mempromosikan kebijakan yang lebih inklusif di kota ini.

 Diskriminasi dan stigma terkait identitas seksual melanggar hak-hak dasar warga negara yang dijamin oleh konstitusi dan hukum. Di Padang, pengaruh kuat norma sosial dan agama menyebabkan individu dengan identitas seksual non-normatif seringkali menghadapi ketidakadilan. Diskriminasi ini bermanifestasi dalam berbagai bentuk, dari penolakan keluarga dan pengucilan komunitas hingga pembatasan akses pendidikan serta kekerasan verbal/fisik. Stigma sosial juga berdampak negatif pada kesehatan mental, partisipasi sosial, dan kualitas hidup Gen Z, meningkatkan risiko stres, kecemasan, dan depresi, serta menyebabkan penarikan diri dari interaksi sosial dan menghambat pengembangan diri.

 Padang merupakan kota yang kaya akan identitas budaya Minangkabau dan nilai-nilai agama Islam yang sangat kuat, yang memainkan peran penting dalam membentuk norma-norma sosial yang berlaku. Budaya Minangkabau yang menganut sistem kekerabatan matrilineal dan nilai-nilai adat yang luhur, serta agama Islam yang menjadi pedoman utama dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, menciptakan suatu kerangka sosial yang menekankan pada kesopanan, kepatuhan terhadap norma, dan peran gender yang cenderung tradisional. Pemahaman dan penerimaan terhadap keberagaman identitas seksual dapat menjadi isu yang kompleks, karena norma-norma sosial yang dominan mungkin tidak selalu sejalan dengan konsep-konsep modern tentang gender dan seksualitas. Misalnya, ekspresi gender yang tidak sesuai dengan peran tradisional laki-laki dan perempuan, atau orientasi seksual yang berbeda dari heteroseksualitas, mungkin menghadapi tantangan dalam hal penerimaan dan pemahaman dari masyarakat sekitar.

  Padang mengalami perubahan sosial signifikan seiring globalisasi dan modernisasi. Arus informasi dan budaya eksternal, terutama melalui internet dan media sosial, memperkenalkan nilai dan pandangan yang berbeda dari nilai tradisional setempat. Hal ini memicu potensi konflik nilai, khususnya antara pandangan Gen Z yang lebih terbuka dan progresif tentang identitas seksual, dengan nilai tradisional yang menekankan peran gender biner dan heteronormativitas. Contohnya, pandangan Gen Z tentang kebebasan berekspresi, kesetaraan gender, dan penerimaan komunitas LGBTQ+ mungkin berbenturan dengan norma sosial yang kuat di sebagian masyarakat Padang. Perubahan sosial ini berpotensi menimbulkan ketegangan, terutama dalam keluarga, pergaulan, dan ruang publik.

  Penelitian spesifik tentang identitas seksual di Padang masih terbatas. Perhatian akademis dan penelitian lokal belum komprehensif mengeksplorasi dinamika unik di kota ini, meski isu ini semakin relevan secara global. Keterbatasan data ini menciptakan kesenjangan pengetahuan signifikan, menghambat pemahaman mendalam tentang perspektif, tantangan, dan pengalaman Gen Z terkait identitas seksual di Padang. Contohnya, data tentang prevalensi diskriminasi terhadap individu LGBTQ+, dampak stigma pada kesehatan mental remaja, atau efektivitas intervensi pendukung keberagaman mungkin minim. Project ini bertujuan mengisi kesenjangan pengetahuan dengan menyediakan data empiris yang relevan. Hasilnya diharapkan dapat digunakan untuk mengembangkan intervensi tepat sasaran, program pendidikan efektif, dan kebijakan inklusif di Padang, yang responsif terhadap kebutuhan dan realitas Gen Z, serta menciptakan lingkungan yang lebih mendukung, aman, dan adil.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana perspektif Generasi Z di Padang terhadap konsep identitas seksual (termasuk LGBTQ+) dan implikasinya terhadap pemahaman mereka tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara?

2. Bagaimana tingkat pemahaman Generasi Z di Padang terhadap berbagai identitas seksual dan gender (LGBTQ+)?

3. Apa saja pandangan dan sikap Generasi Z di Padang terhadap isu-isu yang dihadapi oleh individu LGBTQ+ dalam konteks sosial dan budaya lokal?

4. Tantangan-tantangan apa saja yang dirasakan atau diyakini oleh Generasi Z di Padang terkait dengan penerimaan dan pengakuan hak-hak individu LGBTQ+ sebagai warga negara?

5. Bagaimana media (sosial, daring, konvensional) dan lingkungan sosial (keluarga, teman sebaya) memengaruhi perspektif Generasi Z di Padang terhadap identitas seksual dan hak kewarganegaraan?

6. Sejauh mana Generasi Z di Padang menyadari dan memahami keterkaitan antara isu-isu LGBTQ+ dengan prinsip-prinsip kewarganegaraan seperti kesetaraan, non-diskriminasi, dan hak asasi manusia?

7. Bagaimana harapan dan aspirasi Generasi Z di Padang terkait dengan perlakuan dan pengakuan hak-hak individu LGBTQ+ sebagai bagian integral dari masyarakat dan negara di Padang?

1.3 Tujuan

1. Mengidentifikasi dan memahami bagaimana Generasi Z di Padang memandang konsep identitas seksual, termasuk LGBTQ+, serta bagaimana pandangan tersebut memengaruhi pemahaman mereka tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara.

2. Menilai tingkat pengetahuan dan pemahaman Generasi Z di Padang terhadap berbagai identitas seksual dan gender, khususnya isu LGBTQ+.

3. Menganalisis sikap dan pandangan Generasi Z terhadap tantangan sosial dan budaya yang dihadapi oleh individu LGBTQ+ dalam konteks lokal Padang.

4. Menggali tantangan yang dirasakan atau diyakini oleh Generasi Z terkait penerimaan dan pengakuan hak-hak individu LGBTQ+ sebagai warga negara di masyarakat Padang.

5. Meneliti peran media (sosial, daring, dan konvensional) serta lingkungan sosial (keluarga, teman sebaya) dalam membentuk perspektif Generasi Z terhadap identitas seksual dan hak kewarganegaraan.

6. Memahami sejauh mana Generasi Z di Padang menyadari keterkaitan antara isu LGBTQ+ dengan prinsip-prinsip kewarganegaraan seperti kesetaraan, non-diskriminasi, dan hak asasi manusia.

7. Mengungkap harapan dan aspirasi Generasi Z terkait perlakuan dan pengakuan hak-hak individu LGBTQ+ sebagai bagian integral dari masyarakat dan negara di Padang.

1.4 Manfaat

Manfaat dari penulisan laporan projek ini adalah untuk memahami sikap dan pemahaman Generasi Z di Padang terhadap identitas seksual, termasuk LGBTQ+, dalam konteks budaya lokal. Penelitian ini membantu mengidentifikasi tantangan sosial dan budaya yang dihadapi individu LGBTQ+, serta peran media dan lingkungan sosial dalam membentuk pandangan generasi muda. Hasilnya dapat menjadi dasar pengembangan kebijakan dan program edukasi yang inklusif, mendorong kesetaraan, non-diskriminasi, dan penghormatan hak asasi manusia. Dengan demikian, rumusan masalah ini penting untuk menciptakan masyarakat Padang yang lebih adil dan menerima keberagaman.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Perilaku adalah suatu tanggapan terhadap hambatan dari luar, namun tanggapan yang diberikan sesuai dengan karakteristik atau faktor-faktor orang tersebut (Rokhmah, 2015). Seksual dalam pengertiannya merupakan hal yang berkaitan dengan alat kelamin atau sesuatu yang berkaitan dengan hal intim antara laki-laki dan perempuan (Rokhmah, 2015). Perilaku seksual sendiri merupakan segala bentuk tingkah laku seseorang berdasarkan hasrat seksual, baik dengan lawan jenis ataupun sesama jenis. Sedangkan perilaku seksual dikatakan berisiko apabila perilaku seksual tersebut bersifat merugikan atau mengakibatkan hal yang tidak diharapkan sehingga berdampak negatif pada remaja seperti halnya pada peningkatan angka aborsi, kehamilan tidak dinginkan, penyakit menular seksual (PMS), free sex, dan juga drug abuse. Dikatakan perilaku seksual berisiko adalah touching, kissing, necking, petting, sexual intercourse, masturbasi, Berpacaran, dan melakukan hubungan seksual merupakan contoh perilaku seksual berisiko yang dapat membawa dampak negatif bagi pelakunya. Akibat dari perilaku seksual berisiko tidak sedikit remaja laki-laki yang mengidap penyakit kelamin dan bagi perempuan umumnya mengalamiperasaan trauma hingga depresi.

Penyimpangan seksual secara umum merujuk pada perilaku seksual yang dianggap menyimpang dari norma sosial, budaya, atau agama yang berlaku. Dalam literatur psikologi dan sosiologi, penyimpangan seksual mencakup berbagai bentuk perilaku seperti ekshibisionisme, voyeurisme, fetisisme, sadomasokisme, pedofilia, dan lainnya. Namun, klasifikasi perilaku seksual sebagai "menyimpang" sering kali dipengaruhi oleh konteks budaya dan nilai-nilai masyarakat tertentu, sehingga terjadi pergeseran definisi seiring waktu. Dalam konteks Indonesia, misalnya, perilaku homoseksual, seks bebas, dan konsumsi pornografi masih banyak dipandang sebagai penyimpangan, terutama jika bertentangan dengan norma agama dan hukum yang berlaku (Hidayat, 2019).

Perilaku seksual berisiko dipengaruhi beberapa faktor seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, peranan keluarga, pengaruh peran teman sebaya, paparan media pornografi (Mahmudah dkk, 2016). Beberapa faktor – faktor tersebut merupakan komponen dari sosiodemografi pada kehidupan remaja. Sosiodemografi berasal dari kata sosio dan demografi. Sosio artinya ilmu yang mempelajari manusia sebagai makhluk yang mempunyai naluri untuk hidup dengan sesamanya, sedangkan demografi artinya ilmu yang mempelajari penduduk suatu wilayah terutama mengenai jumlah, struktur, dan perkembangannya. Faktor penyebab penyimpangan seksual pada Gen Z sangat kompleks, melibatkan aspek biologis, psikologis, dan sosial. Salah satu faktor yang banyak disoroti adalah pengaruh media digital. Media sosial, situs pornografi, dan konten eksplisit yang tersebar bebas menjadi sumber utama informasi sekaligus potensi pembentukan perilaku seksual yang menyimpang (Setiawan & Nurhasanah, 2022). Selain itu, kurangnya pendidikan seks yang komprehensif di sekolah dan lingkungan keluarga turut memperparah keadaan. Remaja yang tidak mendapat informasi yang benar tentang seksualitas cenderung membentuk pemahaman yang salah dan mencoba bereksperimen tanpa mempertimbangkan risiko psikologis dan hukum (Utami, 2020).

Penyimpangan seksual yang tidak terkendali dapat menimbulkan dampak negatif pada kesehatan mental Gen Z, seperti kecemasan, depresi, dan ketergantungan seksual. Lebih lanjut, pelaku penyimpangan seksual yang melibatkan korban lain (misalnya ekshibisionisme atau pelecehan seksual) juga berhadapan dengan konsekuensi hukum dan sosial, seperti dikucilkan dari lingkungan sosial atau dikenai sanksi pidana (Ramadhani & Firmansyah, 2023). Oleh karena itu, intervensi dari keluarga, sekolah, dan pemerintah dalam bentuk pendidikan seksual, konseling, dan pengawasan media sangat dibutuhkan guna meminimalisasi perilaku menyimpang dan menjaga kesejahteraan seksual Gen Z.

Mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan memiliki peran strategis dalam membentuk karakter dan moral mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa. Dalam konteks penyimpangan seksual yang kian marak di kalangan remaja dan mahasiswa, pendidikan kewarganegaraan menjadi instrumen penting untuk membentengi peserta didik dari pengaruh negatif globalisasi yang dapat merusak tatanan sosial dan nilai budaya. Menurut Nasution (2017), Pendidikan Kewarganegaraan bukan hanya sebatas memahami hak dan kewajiban sebagai warga negara, tetapi juga sebagai sarana internalisasi nilai-nilai Pancasila, termasuk norma kesusilaan dan etika sosial yang menjadi fondasi perilaku masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, melalui pembelajaran ini, mahasiswa dapat memahami batasan moral dan hukum yang mengatur perilaku seksual di masyarakat.

Mahmudah et al. (2016) menegaskan bahwa pendidikan karakter yang terintegrasi dalam mata kuliah Kewarganegaraan dapat meningkatkan kesadaran moral individu terhadap pentingnya menjaga martabat diri dan keluarga. Pendidikan ini juga menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial dan mendorong mahasiswa untuk menjadi agen perubahan yang mampu menolak perilaku menyimpang dan menyuarakan nilai-nilai luhur bangsa. Pendidikan Kewarganegaraan yang disampaikan secara kontekstual, dengan mengangkat kasus-kasus aktual penyimpangan seksual serta dikaitkan dengan norma Pancasila dan hukum positif, akan mampu menginternalisasi nilai-nilai yang benar dan menjadi kompas moral bagi generasi muda. Dengan demikian, keberadaan mata kuliah ini bukan sekadar formalitas akademik, tetapi menjadi kunci dalam membentuk pribadi yang tangguh, bermoral, dan bertanggung jawab di tengah krisis nilai yang melanda generasi muda saat ini.

Perilaku penyimpangan seksual, seperti seks bebas, LGBT tanpa pemahaman konteks hukum dan budaya, hingga pornografi, sering kali dipicu oleh kurangnya pemahaman terhadap nilai-nilai kebangsaan dan norma sosial. Pendidikan Kewarganegaraan memberikan kerangka normatif dan etis yang dapat digunakan mahasiswa untuk merefleksikan perilaku mereka. Sebagaimana dijelaskan oleh Rokhmah (2015), perilaku seksual remaja yang menyimpang seringkali dipengaruhi oleh lemahnya kontrol diri dan kurangnya pemahaman mengenai implikasi sosial dan hukum dari tindakan mereka. Dengan demikian, pembelajaran kewarganegaraan dapat menjadi ruang reflektif untuk menyadarkan mahasiswa bahwa perilaku seksual menyimpang tidak hanya berdampak pada kesehatan, tetapi juga pada tatanan sosial dan hukum negara.

BAB III

METODE PELAKSANAAN

3.1 Metode pelaksanaan

Metode yang dilaksanakan terhadap penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis konten media sosial atau platform daring yang relevan dengan isu LGBTQ+ di kalangan Gen Z di Padang

3.2 Lokasi dan Waktu pelaksanaan

Lokasi pelaksanaan berada di rumah masing dengan tetap berdiskusi kelompok secara daring dan waktu pelaksanaan yang diperlukan dalam penelitian ini berkisar 1-2 minggu.

3.3. Tahap pelaksanaan

1. Tahap pertama, yaitu persiapan. Pada persiapan anggota kelompok berdiskusi untuk menentukan judul projek yang akan dibahas serta menentukan rumusan masalah yang timbul berdasarkan analisis konten di media sosial.

2. Tahap pengumpulan data

Tahap kedua yaitu pengumpulan data. Pada tahap pengumpulan data yang dilakukan pada analisis konten dia media sosial mengenai penyimpangan seksual kelompok 7 merekap semua permasalahan yang timbul dan mencatat informasi penting yang akan di bahas.

3. Penyusunan Laporan.

Tahap terakhir, yaitu penyusunan laporan. Laporan disusun dan disimpulkan berdasarkan informasi penting yang pada konten tersebut. 


Tahap ini juga kami gunakan untuk membuat perbaikan atau evaluasi jika ada kekurangan dalam proses pengumpulan data.

BAB IV (Khusus Laporan akhir)

HASIL PELAKSANAAN PROJECT

4.1 Pengantar

4.2 Hasil pelaksanaan project

Padang mengalami perubahan sosial signifikan seiring globalisasi dan modernisasi. Arus informasi dan budaya eksternal, terutama melalui internet dan media sosial, memperkenalkan nilai dan pandangan yang berbeda dari nilai tradisional setempat. 


Hal ini memicu potensi konflik nilai, khususnya antara pandangan Gen Z yang lebih terbuka dan progresif tentang identitas seksual, dengan nilai tradisional yang menekankan peran gender biner dan heteronormativitas. Contohnya, pandangan Gen Z tentang kebebasan berekspresi, kesetaraan gender, dan penerimaan komunitas LGBTQ+ mungkin berbenturan dengan norma sosial yang kuat di sebagian masyarakat Padang. 


Perubahan sosial ini berpotensi menimbulkan ketegangan, terutama dalam keluarga, pergaulan, dan ruang publik.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS