Ticker

6/recent/ticker-posts

EFESIENSI HUKUM DALAM PENANGAN KORUPSI





LAPORAN

PROJECT MKWK PANCASILA/ KEWARGANEGARAAN


Oleh:    Ketua/Anggota

Ketua : Silsabila Agustiana 2310422025

Anggota :    Zazka 2210951025 

 Anggota :    Nasha Hanifah 23104220

MKWK PANCASILA / KEWARGANEGARAAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG- 2025



DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 

DAFTAR TABEL II 

DAFTAR BAGAN. III

BAB I PENDAHULUAN..... 1

1.1 Latar Belakang...... 1

1.2 Rumusan Masalah..... 5

1.3 Tujuan Project.....12

1.4 Manfaat Project......12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....14

2.1 Tinjaun Pustaka......14

BAB III METODE PELAKSANAAN.....30

3.1 Metode Pelaksanaan......30

3.2 Lokasi dan waktu Pelaksanaan.....31

3.3 Tahapan Pelaksanaan.....31

DAFTAR PUSTAKA........... 38




BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

   Dilansir dari situs PKBH Fakultas Hukum UAD, Penegakan hukum merupakan proses dilakukannya upaya untuk tegak atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata. Norma hukum selanjutnya menjadi pedoman perilaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

 Di Indonesia, penegakan hukum masih menghadapi berbagai tantangan. Salah satu tantangan utama adalah rendahnya kesadaran hukum Masyarakat atau kepatuhan Masyarakat terhadap hukum. Masyarakat masih sering mengabaikan hukum, baik karena kurangnya pemahaman maupun karena faktor budaya. Tantangan lain yang dihadapi penegakan hukum di Indonesia adalah adanya intervensi dari pihak-pihak yang berkuasa. Intervensi ini dapat berupa tekanan dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan dalam suatu perkara, atau adanya pengaruh politik dalam proses penegakan hukum. Meskipun menghadapi berbagai tantangan, penegakan hukum di Indonesia juga telah mengalami beberapa kemajuan. Salah satu kemajuan yang telah dicapai adalah adanya reformasi hukum yang dilakukan oleh pemerintah. Reformasi hukum ini bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme lembaga penegak hukum, serta meningkatkan akses masyarakat terhadap keadilan.

      Menurut Kamu Besar Bahasa Indonesia oleh Poerwadarminta, korupsi adalah perbuatan buruk, seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya. Korupsi dalam sistem hukum di Indonesia tidak dijelaskan secara to the point dalam peraturan perundang-undangan yang ada. Sehingga, untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan korupsi, dapat dilihat dalam Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tindak pidana korupsi, yaitu:

1. Pasal 2 Ayat (1) :

Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

2. Pasal 3 :

Setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana penegakan hukum berlangsung di Indonesia?

2. Bagaimana kondisi hukum terkini terkait dengan kasus korupsi saat ini?

3. Bagaimana lembaga penegak hukum menyelesaikan permasalahan terkait kasus korupsi?

4. Apa saja kebijakan pemerintah dalam mengatasi korupsi yang terjadi di Indonesia?

1.3 Tujuan

1. Untuk menemukan solusi permasalahan pada penegakan hukum saat ini

2. Untuk mengatasi kasus korupsi yang terjadi di Indonesia

1.4 Manfaat

Manfaat penulisan makalah project ini untuk memenuhi persyaratan tugas mata kuliah kewarganegaraan.




BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penegakan hukum

Apeldoorn (2004) mendefinisikan “Hukum adalah skema yang dibuat untuk menata (perilaku) manusia, tetapi manusia itu sendiri cenderung terjatuh di luar skema yang diperuntukkan baginya. Ini disebabkan faktor pengalaman, pendidikan, tradisi, dan lainlain yang mempengaruhi dan membentuk perilakunya”. Dari pengertian tersebut, dapat digarisbawahi bahwa manusia tidak selalu menaati peraturan yang berlaku. Selain yang sudah disebutkan, ada beberapa faktor yang membuat manusia melakukan penyimpangan terhadap hukum, antara lain; faktor sosial, faktor ekonomi, faktor lingkungan, kesempatan dan keterpaparan. Jika hukum tidak ditaati, maka kemungkinan besar dapat menimbulkan kericuhan, ketidaknyamanan dalam masyarakat, mendapat konsekuensi hukum, mendapat stigma sosial, dan lain sebagainya.

Penegakan hukum adalah salah satu fondasi utama dalam menjaga ketertiban, keadilan, dan keamanan dalam suatu negara, termasuk Indonesia. Peran pemerintah dalam penegakan hukum sangat penting karena pemerintah memiliki kewajiban untuk melindungi hak-hak dan kepentingan warga negara serta menjaga stabilitas sosial. Dalam konteks Indonesia, penegakan hukum melibatkan berbagai lembaga dan unsur, yang bertugas menjalankan fungsi penegakan hukum sesuai dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penegakan hukum merupakan proses penjabaran dari ide dan cita cita hukum yang mengandung nilai-nilai moral seperti keadilan dan kebenaran dalam bentuk yang konkrit. Di mulai dari era orde lama, orde baru, hingga reformasi, permasalahan korupsi di Indonesia seakan sudah menjadi “Budaya”. Praktek korupsi telah menyebar ke sektor bisnis dan dapat ditemukan disetiap lapisan birokrasi, baik legislatif, eksekutif, maupun yudikatif(Arief, 2006) a Jika tidak dilakukan penegakan hukum yang jelas dan pemberian efek jera kepada para pelaku tindak pidana korupsi, maka akan menimbulkan kelumpuhan bagi sistem hukum Indonesia. Mengatasi permasalahan tersebut dibutuhkan ketegasan para aparat penegak hukum, diantaranya kepolisian, jaksa, dan hakim, serta seluruh lapisan masyarakat untuk ikut mengawasi penegakan hukum tindak pidana korupsi di Indonesia.

2.3 Konsep Korupsi

Korupsi merupakan kata yang tidak asing kita dengar, Hal ini nampak pada pada intensitas pemberitaaan media masa terkait korupsi yang tiada pernah matinya. Korupsi tidak hanya menjadi permasalahan yang kompleks di Indonesia, namun telah berkembang menjadi permasalahan global. Definisi sebenarnya dari korupsi adalah, kata “korupsi” mempunyai akar etimologis dalam istilah Latin “Corruptio” atau “corruptus”, yang berarti “kebusukan, kejahatan, atau penipuan”. Dalam bahasa Belanda, kata “Corrupt” berarti kurangnya kejujuran, sedangkan “corruptie” secara khusus mengacu pada kegiatan penipuan. Selain itu, kata korupsi digunakan di beberapa negara untuk menunjukkan keadaan yang memburuk dan perilaku tidak etis. Korupsi seringkali dikaitkan dengan rendahnya integritas individu dalam bidang keuangan. Berbagai negara menggunakan terminologi berbeda untuk menggambarkan korupsi. Misalnya, di Muangthai, korupsi disebut sebagai “gin moung” yang artinya “memakan bangsa”. Di Tiongkok, korupsi disebut “tanwu” yang berarti “ternoda keserakahan”, sedangkan di Jepang dikenal dengan “oshoku” yang berarti “pekerjaan kotor”(Pandu et al., 2020). Tindak pidana korupsi di Indonesia cukup menjalar dari mulai tingkat yang paling pusat pemerintahan sampai ke tingkat yang paling bawah di pemerintahan yaitu Pemerintahan Desa. Sebagai upaya negara untuk mendukung kesejahteraan, kemajuan dan kemandirian desa, desa mengalami perubahan yang sangat drastis sejak di undangkannya Undang-Undang No.6 Tahun 2014 Tentang Desa yang saat ini di revisi menjadi Undang-Undang No.3 Tahun 2024 membuat desa memeliki kemandirian untuk mengelola pemerintahan yang tidak lagi bergantung penuh kepada Pemerintah Daerah.

2.3. Kondisi Hukum Di Indonesia

Hukum dianggap sebagai sesuatu yang bersifat formalistik, yaitu hukum terkait erat dengan teks hukum yang ada. Pendekatan hukum positivistis ini memiliki dampak yang signifikan pada proses pembuatan undang-undang dan pelaksanaan hukum oleh aparat penegak hukum seperti polisi, hakim, jaksa, dan lainnya. Karena hukum sangat bergantung pada teks hukum yang eksplisit, proses pembuatan undang-undang harus memperhatikan dengan cermat penyusunan dan interpretasi teks hukum. Penegakan hukum juga sangat dipengaruhi oleh interpretasi yang ketat terhadap ketentuan hukum yang tertulis. Oleh karena itu, pengaruh dari pendekatan formalistik ini dapat memengaruhi bagaimana undang-undang dibentuk dan bagaimana hukum diterapkan dalam kasus-kasus konkret. Secara singkat, Indonesia masih mengikuti tradisi hukum positivistis yang melibatkan penggunaan teks hukum yang jelas dan tegas dalam proses perundang-undangan dan penegakan hukum. Pendekatan ini memiliki kelebihan dalam memastikan kejelasan hukum, tetapi juga bisa menimbulkan tantangan dalam interpretasi dan fleksibilitas hukum terutama dalam situasi yang kompleks atau berubah-ubah.

Kondisi hukum di Indonesia saat ini tidak baik-baik saja. Terlihat dari seringnya hukum diabaikan dan bahkan tidak dianggap keberadaannya oleh kalangan-kalangan tertentu. oleh karena itu bertebaran kasus sabotase, diskriminasi, korupsi, dan pengistimewaan bagi seseorang yang memiliki kekuasaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hukum di Indonesia atau di negara kita ini adalah “tumpul ke atas dan tajam ke bawah.” maknanya bahwa hukum di Indonesia dapat dibeli oleh penguasapenguasa atau seseorang yang memiliki jabatan tinggi dan seseorang yang memiliki kekayaan yang berlimpah akan senantiasa aman dari aturan atau hukuman yang akan membelenggu mereka. Sebaliknya hukum bagi masyarakat di bawah bagaikan sebuah bilah besi tipis yang sangat tajam.

2.4 Peraturan Dan Kebijakan Yang Diterapkan Dalam Mengatasi Korupsi Di Indonesia

Indonesia telah mengadopsi berbagai peraturan dan kebijakan untuk mengatasi korupsi. Beberapa peraturan dan kebijakan yang diterapkan dalam rangka mengatasi korupsi di Indonesia meliputi: Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor):

a. UU Tipikor adalah undang-undang yang mengatur tindak pidana korupsi di Indonesia. Undang-undang ini menyatakan tindak pidana korupsi sebagai kejahatan luar biasa dan memberikan dasar hukum untuk mengejar dan menghukum pelaku korupsi.

b. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (UU PPNBKKN): Undang-undang ini mengharuskan pihak yang bertanggung jawab dalam pemerintahan untuk melaksanakan tugas mereka tanpa melibatkan tindakan korupsi, kolusi, atau nepotisme. UU ini membentuk dasar hukum bagi administrasi yang sehat dan tata kelola pemerintahan yang efektif. c. Pembentukkan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi): Berdasarkan UU No. 30 Tahun 2002, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terbentuk. KPK memiliki tugas koordinasi, penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan supervisi. d. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban: Berdasarkan UU tersebut, pemerintah bisa memberikan perlindungan kepada individu yang melaporkan tindak pidana korupsi, hal ini untuk mendorong masyarakat agar lebih berani melaporkan korupsi. e. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang: Undang-undang ini mengatur upaya untuk mencegah dan menghilangkan tindakan pencucian uang yang terkait dengan dana hasil korupsi.

BAB III

METODE PELAKSANAAN

3.1 Metode pelaksanaan

Metode pelaksanaan dalam project ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis studi literatur dan analisis dokumen sebagai bagian dari proses penyusunan artikel ilmiah berjudul “Efisiensi Hukum dalam Penanganan Korupsi”. Pendekatan ini dipilih karena tema yang diangkat membutuhkan telaah mendalam terhadap aspek normatif hukum, implementasi perundang-undangan, serta evaluasi praktik penegakan hukum di lapangan.

Studi literatur dilakukan melalui pengumpulan dan analisis sumber primer seperti UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, putusan Mahkamah Konstitusi, serta regulasi turunan lainnya. Selain itu, sumber sekunder seperti buku, jurnal hukum, artikel media massa, dan laporan lembaga antikorupsi menjadi bahan utama dalam menyusun kerangka argumentatif artikel ini.

Dengan kombinasi kedua sumber tersebut, artikel ini dirancang untuk memberikan tinjauan kritis terhadap efektivitas sistem hukum Indonesia dalam menangani korupsi secara efisien. Selain itu, metode ini memungkinkan tim untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi penghambat atau pendukung dalam penegakan hukum korupsi di tingkat operasional maupun struktural.

3.2 Lokasi dan Waktu pelaksanaan

Project ini dilaksanakan di Kota Padang, Sumatera Barat, sebagai lokasi utama kegiatan. Pemilihan lokasi didasarkan pada keberadaan institusi penegak hukum seperti Kejaksaan Negeri Padang, Pengadilan Tipikor Padang, serta akses yang relatif mudah terhadap data dan informasi terkait kasus korupsi yang ditangani di wilayah ini.

Selain itu, banyaknya kasus korupsi yang telah diselesaikan secara hukum di wilayah Sumatera Barat menjadikan daerah ini sebagai contoh yang representatif dalam menganalisis efisiensi proses penegakan hukum. Wilayah ini juga memiliki dinamika sosial dan politik yang cukup kompleks, sehingga menjadi konteks yang ideal untuk mengkaji implementasi hukum dalam realita lokal.

Pelaksanaan project direncanakan selama empat pertemuan, yaitu mulai dari bulan Mei hingga Juni 2025. Alokasi waktu tersebut mencakup tahap persiapan, pengumpulan data, analisis, dan penyusunan artikel final. Dengan alokasi waktu yang cukup, diharapkan dapat dilakukan riset yang mendalam dan hasil yang maksimal dalam bentuk artikel ilmiah yang layak dipublikasikan.

3.3. Tahap pelaksanaan (jelaskanlah tahap pelaksanaan)

Tahapan pelaksanaan project dibagi menjadi tiga fase utama, yaitu tahap persiapan, tahap pengumpulan data, dan tahap analisis serta penyusunan artikel. Pada tahap persiapan, tim melakukan identifikasi topik utama, menyusun outline artikel, membagi tugas antar anggota, serta menyiapkan instrumen pengumpulan data seperti daftar referensi, database literatur, dan daftar pertanyaan panduan wawancara (jika diperlukan).

Tahap kedua merupakan pengumpulan data yang dilakukan melalui kunjungan ke perpustakaan universitas, instansi pemerintah, serta pencarian literatur digital dari situs-situs jurnal hukum dan lembaga anti korupsi. Data yang dikumpulkan meliputi regulasi hukum, putusan pengadilan, serta laporan tahunan KPK dan instansi terkait. Proses pengumpulan data dilakukan secara sistematis agar memenuhi prinsip validitas dan relevansi dalam penyusunan artikel ilmiah.


Setelah data terkumpul, tahap ketiga dilakukan berupa analisis kualitatif untuk merumuskan argumen terkait efisiensi hukum dalam penanganan korupsi. Analisis ini mencakup telaah atas mekanisme penuntutan, putusan hakim, kendala administratif, serta dampak dari putusan tersebut terhadap upaya pencegahan korupsi. Hasil analisis kemudian disusun dalam bentuk artikel ilmiah yang sistematis, runtut, dan relevan dengan konteks hukum nasional.





DAFTAR PUSTAKA

Apeldoorn. 2004. Pengantar Ilmu Hukum. Prafnya paramita, Jakarta

Arief. 2006. Tindak Pidana Mayantara:Perkembangan Kajian Cyber Crime Di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Pandu. 2020. I Made, Korupsi Desa, Ruas Media: Yogyakarta



Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS