Ticker

6/recent/ticker-posts

UCAPKANLAH KEPADA MEREKA PERKATAAN YANG MULIA, KARENA RIDHA ALLAH TERLETAK PADA RIDHANYA DAN MURKA ALLAH JUGA TERLETAK PADA MURKANYA*


Prof.Dr.H.Asasriwarni Guru Besar UIN IB/Ketua Dewan Pertimbangan MUI Sumbar



*_A. Dalil Rujukan :_*


*1. Firman Allah SWT :*


وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّـاهُ وَبِالْوَلِدَيْنِ إِحْسَـناً إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيمًا (23) وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِى صَغِيرًا(24)


*Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia* (QS. Al-Isra’ Ayat :23-24)


*2. Sabda Rasulullah SAW :*


عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – “?رِضَى اللَّهِ فِي رِضَى الْوَالِدَيْنِ وَسَخَطُ اللَّهِ فِي سَخَطِ الْوَالِدَيْنِ?” ( أَخْرَجَهُ التِّرْمِذِيُّ)


*Diriwayatkan dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata, Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam menuturkan : Ridha Allah terletak pada ridha kedua orang tua, dan murka Allah juga terletak pada murka kedua orang tua* (HR. Tirmidzi).


*_B. Implementasi Dalam Kisah : Dialog Antara Anggota Keluarga_*


*1. Anak Kandung (Wanita) :*


Sudah dua tahun ini Emak ikut tinggal di rumahku, Emak yang sudah sepuh dan berusia tujuh puluh  tahun lebih. Dulu Emak tinggal berdua dengan Bapak di desa, tapi semenjak Bapak pergi mendahului Emak, aku gak tega meninggalkannya sendirian, kuajak Emak ke rumahku di kota. 


Awalnya Kakak tertuaku sempat mengajak Emak tinggal bersamanya tapi gak lama,  karena istrinya keberatan dengan Emak yang makin hari makin rewel dan banyak maunya. 


Kata Kakak tertuaku, Mbakmu sering  menahan hati atas kelakuan Emak..., Dek, cerewetnya minta ampun,  keluh Kakakku ketika mengantar Emak ke rumahku. 


Semakin lanjut usia, tingkah Emak seolah sedang  melampiaskan rasa terpendam ketika muda dulu. Emak dahulu terlalu penurut pada bapak dan gak pernah ada maunya, sekarang ketika tua rasa yang  dahulu  ia tahan dengan mudah, kini ia ungkapkan semuanya. 


Nasi goreng pakai bumbu instan kayak gini gak enak


Pakaian jangan di-laundry, gak bersih, enak nyuci sendiri.


Anakmu itu jajan terus, gak sehat entar batuk.


Untuk apa beli hiasan dinding, buang-buang uang saja.


Kalau hari Minggu jangan kesiangan, jangan jadi pemalas.


Setiap hari, selalu saja ada omelan Emak mewarnai hari-hariku. 


Ketiga anakku kadang kena sasaran ocehan Emak, ada-ada saja yang salah di matanya. 


*2. Anak Menantu (Laki-laki) :*


Dengarkan saja, Dek, gak usah diladeni, wajar orang tua, nasehat Suamiku ketika aku mengeluhkan sikap emak yang kadang-kadang menjengkelkan. 


*3. Anak Kandung (Wanita) :*


Kadang aku emosi juga, Bang, kalau lama-lama kayak gini.


*4. Anak Menantu (Laki-laki) :*


Suamiku tersenyum dan mencubit pipiku. Alhamdulillah kita masih diberi nikmat merawat orang tua, jangan sampai kelak kita menyesal ketika dia sudah tiada.


*5. Anak Kandung (Wanita) :*


Aku bergeming, benar juga... kata Suamiku


Hari Senin pagi, suamiku masih dinas di luar kota, kebetulan yang bantu di rumah terlambat datang. Anak-anak rewel, mandi pun harus ribut, sarapan mesti berantem dan pakai seragam lambatnya setengah mati. 


Ayo, Nak, buruan entar mama terlambat,  ucapku gusar. Jam delapan pagi ini ada rapat di kantor. 


Semalam aku gak enak badan, batuk dan pilek mungkin kecapean karena sudah tiga hari bergadang mengerjakan laporan. 


*6. Emak :*


Tiba2 Emak nimbrung ..

Nak, cangkul kita dimana ya ? tanya Emak ketika aku sedang memakaikan sepatu si bungsu. 


*7. Anak Kandung (Wanita) :*


Gak tahu, Mak, tanya Bi Inah saja di belakang, jawabku. Ada-ada saja Emak ini, dikala orang sibuk pagi-pagi dia sibuk nanyain cangkul. 


*8. Emak :*


Kata Bi Inah dia gak tahu, ucap Emak lagi. 


*9. Anak Kandung (Wanita) :*


Cari di belakang, Mak, jawabku kesal. Apa.. mencari cangkul di jam2 genting seperti ini.


Aisyah ayo nak buruan. Aku memanggil putriku yang dari tadi tak keluar kamar. Waktu semakin bergerak meninggalkan angka tujuh, aku semakin gelisah. 


*10. Cucu (Wanita) :*


Bentar, Ma, masih nyari buku PR semalam, gak ketemu, jawab Aisyah. 


*11. Anak Kandung (Wanita) :*


Mama tunggu lima menit, adikmu sudah di mobil semua. Kalau kamu belum keluar kami tinggal, kataku..


*12. Emak :*


Nak, kamu carikan dulu cangkulnya .... kata Emak nimbrung  lagi, toh kamu belum pergi,  ucap Emak gusar. 


*14. Anak Kandung (Wanita) :*


Aku bergeming, malas menanggapi Emak. 


*15. Emak :*


Nak, ingat dulu dimana kamu naruh cangkulnya. Emak mendesak, raut wajahnya pun terlihat kesal. 


*16. Anak Kandung (Wanita) :*


Aisyah putriku berlari keluar rumah, ia segera masuk ke mobil. 


Aku dan anak-anak berangkat ya, Mak.  Aku mengambil punggung tangan emak dan menciumnya cepat. 


*17. Emak :*


Emak menarik lenganku, cari dulu cangkulnya, ucap Emak. 


*18. Anak Kandung (Wanita) :*


Entar sore ya, Mak. Aku tersenyum, berusaha sabar. 


*19. Emak :*


Emak mau sekarang !!! Emak membentak. 


*20. Anak Kandung (Wanita) :*


Mak, aku ini sudah terlambat, hari ini ada rapat, kalau persentasiku gagal bisa gawat. Emak jangan buat masalah dong, untuk apa coba nanya cangkul sekarang ? Wajar saja kalau istri Kakak  gak betah sama Emak kalau rewel kayak gini. Aku beranjak meninggalkan Emak, masuk mobil dan membanting pintunya. Kesal. 


Sekilas kulihat Emak terdiam dengan mata yang berkaca-kaca


Jantungku berdetak cepat seolah ada yang mengejar, napasku terasa sesak dan kedua mataku memanas. Baru kali ini aku membentak Emak, sebelumnya aku berhasil menahan diri dari kerewelan Emak namun kesabaran ada batasnya. Meledak sudah amarah saya ini. 


*21. Cucu (Wanita) :*


Mama jangan kasar gitu dong sama Nenek, ucap Aisyah putriku. 


*22. Anak Kandung (Wanita) :*


Aku diam. 


*23. Cucu (Laki-laki) :*


Biasanya kan mama sabar,  Yusuf putra keduaku menimpali. 


*24. Cucu (Wanita) :*


Nenek bilang dulu waktu kecil Mama orangnya rewel, kalau nanya gak bisa stop, tapi Nenek tetep suka. Itu artinya Mama pintar kata Nenek. Terus Mama juga orangnya kalau ada mau gak bisa ditunda dan Nenek bilang itu bagus artinya Mama orangnya gigih. Aisyah berkata pelan. 


*25. Anak Kandung (Wanita) :*


Aku bergeming kehilangan kata-kata. Anakku benar, bukankah sifat Emak dan aku  sama ? Kami sama-sama rewel, banyak maunya, selalu gigih bila ada keinginan tapi hanya ada satu yang membedakan. *_Emak menganggap sikapku ini sebagai sebuah anugrah dan dengan senang hati menerimanya, tapi aku ? Dengan mudah aku menganggap sikap Emak itu sebagai beban_*


Tak ada pembicaraan lagi di mobil hingga anakku turun dan masuk ke gerbang sekolah, keduanya melambaikan tangan dengan mata yang juga  berkaca. Emak yang bagiku rewel itu adalah kesayangan bagi putra putriku. 


Aku menepuk setir mobil berkali-kali, sepuluh menit lagi pukul delapan, bila memacu kendaraan dengan cepat maka aku masih bisa ke kantor tepat waktu. Tapi ada yang mengganjal di hati, sebuah rasa berjudul penyesalan. 


Baru dua tahun Emak di rumah, Emak pun tak sakit-sakitan, masih bisa makan, minum dan membersihkan diri sendiri, hanya sedikit rewel saja. Tapi aku, anak yang telah sembilan bulan dikandungnya, dua tahun disusui, belasan tahun dirawat dan disekolahkan hingga akhirnya menikah pun masih tetap menyusahkannya. Begitu mudah aku menganggap emak sebagai beban.


Tubuhku bergetar dengan napas yang tersendat, tumpah sudah air mata. *_Emak....maafkan anakku ini... aku segera tanjab gas pulang kembali ke rumah_*.


Sampai di runah, aku segera memarkirkan mobil di garasi dan berlari ke kamar Emak. Persetan dengan rapat dan persentasi, aku harus segera memohon maaf kepada Emaku Pahlawanku yang segalanya bagiku.


Paling-paling pekerjaanku akan diambil alih oleh teman kantor dan tahun ini gak dapat bonus. Itu gak penting lagi bagiku, *_hati Emak lebih berharga dari apapun_*, tak kan kubiarkan hati Emak retak dan hancur karena ulahku.


Kedua mataku menyisir kamar Emak yang kosong. Kemana Emak ? Aku berlari ke dapur.


Mana Emak, Bi ? tanyaku pada Bi Inah yang sedang mencuci piring. 


*26. Bibi (Asisten RT) :*


Di halaman belakang, Bu, entah lagi apa tapi kayaknya dari tadi ngucek-ngucek mata terus kayak menahan nangis gitu. 


*27. Anak Kandung (Wanita) :*


Segera aku ke halaman belakang rumah dimana banyak tanaman Emak tumbuh subur. Emak sedang menggali sesuatu dengan pisau kecil ketika aku menghampirinya. 


Lagi apa, Mak ? tanyaku. 


*28. Emak :*


Emak menoleh dan tersenyum. Gak ngantor ?


*29. Anak Kandung (Wanita) :*


Aku menggeleng, gak enak badan kataku, sedikit berbohong.


*30. Emak :*


Emak tadi mau minta cangkul buru-buru karena mau gali jahe merah ini. Semalam Emak dengar kamu batuk terus gak berhenti-berhenti,  jadi Emak mau buat wedang jahe untukmu,  biar bisa kamu minum sebelum berangkat kerja makanya Emak tadi buru-buru. Emak masih menggali tanah dengan pisau kecil. 


*31. Anak Kandung (Wanita) :*


Aku bergeming. 


*32. Emak :*


Emak gak berani pakai pisau dapur kamu, kan pisau mahal nanti rusak kalau kena tanah makanya tadi cari cangkul.


*33. Anak Kandung (Wanita) :*


Ah bodoh amat aku ini, gerunumku dalam hati,  dadaku kian sesak. 


*34. Emak :*


Untung ketemu pisau kecil ini, peninggalan Bapakmu dulu, ini Emak sudah dapat banyak jahenya. Emak menunjukkan lima ruas jahe merah di telapak tangannya. Ia beranjak dan tersenyum. Kamu  istirahatlah, nanti wedang jahenya Emak antar ke kamarmu.


*35. Anak Kandung (Wanita) :*


Ya Allah, ya Allah, berkali aku menyebut nama-Nya. Duhai hati alangkah mudahnya syetan merasuki diriku, betapa rapuh pertahanan diriku .... durhakalah aku yang telah melukai hati wanita yang sebaik dan seluarbiasa ini. 

 

Aku segera berlari dan memeluk tubuh kurus emak. *_Maafkan aku, Mak, maafkan, anakmu  salah, telah khilah membentak  Emak_*. 


*36. Emak :*


Emak memegang pundakku dan tersenyum. Gak apa. Emak kembali memelukku dan menepuk pundakku pelan. Istirahat lah, kamu lelah nak,   bisik Emak. 


*_SETIAP ORANG TUA  SANGAT BAHAGIA DAN TULUS MENGHABISKAN WAKTU UNTUK MERAWAT ANAK-ANAKNYA, NAMUN SEBALIKNYA TIDAK SEMUA ANAK MEMILIKI KETULUSAN  DALAM MERAWAT ORANG TUANYA WALAU HANYA DALAM HITUNGAN TAHUN_*  


Untuk itu, berbahagialah saudara-saudaraku yang masih punya kesempatan meraih surga di rumahmu.


Sebuah renungan di pagi hari, semoga bermanfaat, aamiin YRA

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS